Hidup penuh dengan pilihan. Namun terkadang ada saatnya kita tidak mempunyai pilihan.
* * * * *
“Aku akan membantu pria tua itu. Asalkan kau bersedia bercinta denganku, menghangatkan ranjangku setiap malam.”
Tubuh Maria membeku mendengar permintaan Alex. Wajah wanita berusia dua puluh lima tahun itu seketika berubah pucat. Dia pun membayangkan dirinya berada di ranjang dengan pria itu mencumbu tubuhnya. Seketika tubuhnya merasakan gelenyar aneh yang belum pernah dirasakannya.
“Bagaimana, Maria? Apakah kau mulai takut? Aku yakin kau sudah mulai gentar sekarang. Jadi sebaiknya kau pulang dan jangan pernah meminta pertolonganku lagi.” Suara Alex begitu dingin membuat siapapun yang mendengarnya merinding ketakutan.
Alex berbalik tidak ingin meladeni adik tirinya. Namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Maria.
“Baiklah, aku akan melakukannya. Aku bersedia bercinta denganmu. Aku bersedia menjadi penghangat ranjang untukmu. Asalkan kau mau membantu Dad.” Ucap Maria dengan begitu lantang.
Pria dengan rambut coklat tua itu berjalan kembali menghampiri Maria. Awalnya Alex hanya berusaha menggertak Maria agar wanita itu pergi meninggalkan rumahnya dan tidak lagi mengharapkan bantuannya. Tapi dia tidak menyangka Maria akan menangkap umpannya begitu saja.
“Apa kau tahu keputusan apa yang kau ambil, Maria? Kau langsung menjawab tawaranku begitu saja tanpa memikirkannya.” Alex mendengus sinis.
“Aku sangat sadar mengambil keputusan ini jika itu yang sebenarnya ingin kau tanyakan, Alex. Aku akan melakukannya.”
Alex semakin mendekati Maria. Kemudian pria itu menunduk tepat di samping kepala Maria. “Kau yakin tidak ingin menyerah? Ini adalah kesempatan terakhir kau bisa lari dari sini. Aku akan memberitahumu apa yang akan kulakukan jika kau tidak lari dari sini, Maria. Aku akan mencium seluruh tubuhnya. Mencicipinya sampai kau memohon padaku untuk membebaskanmu dari siksaan kenikmatan.”
Seketika tubuh Maria bergetar. Bukan karena ketakutan. Tapi karena gairah yang menyerbu tubuhnya. Dia bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Alex seperti yang dijelaskan oleh pria itu.
“Aku tidak akan menyerah. Aku akan tetap melakukannya.”
Alex menegakkan tubuhnya menatap Maria yang begitu yakin. Bibirnya menyunggingkan senyuman. “Baiklah, jika itu yang kau inginkan.”
Maria memekik kaget ketika Alex menggendongnya. Pria itu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Tidak butuh waktu lama bagi Alex untuk menurunkan Maria di kamarnya. Wanita itu menunduk merasa begitu gugup dengan apa yang akan mereka lakukan. Berulang kali pikiran Maria mengatakan dirinya gila akan bercinta dengan kakak tirinya sendiri. Tapi dia mengatakan pada dirinya sendiri jika dia melakukan ini untuk Jason.
“Lepaskan pakaianmu!”
“Pakaianku?” Maria mengulangi ucapan Alex.
“Apakah kau mulai berubah pikiran? Sudah kukatakan sangat terlambat jika ingin berubah pikiran sekarang, Maria.”
Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak berubah pikiran. Aku akan membukanya.”
Dengan tangannya wanita itu meraba resleting yang berada di samping tubuhnya. Setelah menemukannya, Maria menurunkan benda itu sehingga gaunnya pun mulai melonggar. Dengan wajah yang memerah Maria membiarkan gaun itu meluncur ke bawah dan jatuh di sekitar kakinya.
Alex terdiam mematung melihat tubuh indah Maria. Tidak ada penghalang yang menutupi kulit putih halus Maria kecuali celana dalam merah muda lembut yang dikenakannya. Maria menunduk merasa malu. Dia menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi dadanya. Kaki Alex melangkah menghampiri wanita itu. Dia meraih kedua tangan Maria dan menyingkirkannya dari dada wanita itu.
“Sudah terlambat untuk merasa malu, Maria. Mulai malam ini kau adalah milikku.” Tepat setelah Alex mengatakan hal itu dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Maria.
Tubuh wanita itu menegang merasakan kelembutan bibir Alex saat menciumnya. Ini pertama kalinya Maria merasakannya. Dia tidak menyangka sebuah ciuman mampu menciptakan berbagai perasaan. Dadanya begitu bergemuruh dan perutnya seperti sedang diaduk-aduk.
Ketika Alex melepaskan ciumannya, Maria bisa menghirup oksigen yang sempat hilang beberapa detik. Namun detik berikutnya nafas wanita itu tercekat saat merasakan bibir Alex berada di lehernya. Mencium setiap inci kulit lehernya. Maria meraba mencari bahu Alex untuk berpegangan. Kakinya terasa begitu lemas merasakan cumbuan Alex. Seketika tubuhnya berubah panas tepat saat Alex memberikan serangan.
“Alex.” Maria tak mampu menahan desahannya.
Wanita itu menutup mulutnya dan terkejut mendengar suaranya terasa aneh. Suaranya terdengar serak berbeda dengan suaranya yang biasa.
“Jangan ditahan, Maria. Suara desahanmu begitu merdu. Aku ingin mendengarnya lagi.” Bisik Alex.
Maria menggelengkan kepalanya. “Itu terdengar sangat memalukan.”
Alex bisa melihat kedua pipi Maria merona merah. “Hanya aku yang akan mendengarnya. Kau tidak perlu malu. Ingat mulai sekarang hanya aku yang boleh mendengar suara desahanmu dan melihat tubuh indahmu. Tidak akan kubiarkan pria lain merasakannya.”
“Tapi…” Ucapan Maria terputus saat merasakan Alex mendorong tubuh Maria hingga terjatuh di atas tempat tidur.
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi, Maria. Aku akan memberikan pengalaman tidak terlupakan untukmu.”
Sebelum Maria melayangkan protes Alex kembali menyerangnya dengan cumbuan-cumbuan yang membuat Maria merasakan letupan-letupan gairah dalam dirinya. Di balik sikap dingin Alex, pria itu memperlakukan Maria dengan begitu lembut. Seakan tubuh wanita itu seperti boneka porselen yang mudah pecah. Untuk pertama kalinya Maria merasakan kenikmatan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
* * * * *
Segala pekerjaan akan terlihat sama. Namun yang membedakan adalah orang yang mengerjakannya. Teknik bisa dipelajari semua. Namun melakukan dengan sepenuh jiwa tidak bisa dilakukan semua orang. * * * * * Gustavo berdiri di hadapan Maria dan Shanon. “Saya senang bisa melihat penampilan bermain piano dua nona cantik ini. Saya akui, kalian memiliki kemampuan yang hebat. Sehingga tidak heran bisa lolos audisi. Tapi saya tidak melihat ada yang salah jika juri audisi memilih Miss Goulart sebagai pemain utama.” Maria terkejut mendengar ucapan Gustavo. Sedangkan Shanon berusaha menahan amarah dalam dirinya. Orang-orang pun mulai berbisik membicarakan tentang penilaian Gustavo. “Apa kau bisa menjelaskan alasannya, Mr. Dumadel? Aku yakin orang-orang ingin mengetahui alasan mengapa Miss Goulart pantas menjadi pemain utama.” Ben sengaja meminta Gustavo menje
Sometimes people can only look just one eye,without seeing someone’s struggle before. * * * * * “Siapa yang berani mengeluarkan Miss Goulart dari group ini?” Semua orang langsung menoleh mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat Ben berjalan bersama Earnest dan seorang pria yang ada di belakangnya. Langkah Ben terhenti tepat di hadapan Maria. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu berusaha menahan amarahnya sejak tadi setelah mengetahui gossip yang beredar. “Direktur Walther, apa yang anda lakukan di sini? Apakah anda ingin melihat latihannya?” tanya Andreas mendekati Ben. Namun tatapan tajam Ben membuat langkah Andreas terhenti. Seketika pria itu menjadi ketakutan. Kemudian perhatian Ben teralihkan kembali kepada Maria. “Apakah kau baik-baik saja, Maria?” tanya Ben. Maria menganggukkan kepalanya.
Terkadang berita yang didapatkan belum tentu benar. Lebih bijak mencari tahu kebenarannya lebih dahulu sebelum menghakimi orang lain. * * * * * “Aku akan menunggu di sini, Miss Goulart. Jika kau membutuhkan sesuatu atau mencariku, kau bisa menekan nomor lima di ponselmu. Mr. Feldman sudah mengaturnya.” Ucap Wayne saat mereka berhenti di depan pintu ruang latihan. “Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku, Wayne.” “Apakah kau yakin akan baik-baik saja, Miss Goulart? Aku bisa menemanimu di dalam jika kau mau.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Wayne. Aku bisa melakukannya sendiri.” “Maa
Kebahagiaan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang. Tapi terkadang juga menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi orang lain. * * * * * “Cheers” Alex mendentingkan gelas sampanye miliknya ke gelas Maria. Sepasang kekasih itu meminum cairan kuning bening itu sebagai perayaan atas lolosnya Maria dalam audisi kali ini. “Alex.” Panggil Maria setelah menegak sedikit sampanye di gelasnya. “Hmm?” Alex bergumam sembari meletakkan gelasnya di meja. Pria itu mengambil piring kecil dengan kue stroberi di atasnya. Kemudian mengambil gelas milik maria dan menggantikannya dengan piring kecil itu. “Mula
“Envy is the art of counting other fellow’s blessings instead of your own.” * * * * * “Maria!” Suara Ben membuat Maria mengikuti arah suara itu. Wanita itu berdiri dan menyunggingkan senyuman untuk Ben. “Mr. Walther?” Ben menghampiri Maria. Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu karena kau sudah lolos audisi.” “Terimakasih, Mr. Walther. Saya tidak menyangka akan lolos. Saya begitu gugup tadi.” Maria menyentuh dadanya yang masih berdegup tidak karuan.
Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu. * * * * * Maria duduk bersama dengan kontestan lainnya yang mengikuti audisi Metropolitan Opera. Dia begitu gugup karena sebentar lagi akan diumumkan siapa saja yang lolos seleksi. Lalu wanita itu teringat ucapan Alex sebelum dia masuk ke dalam ruang audisi. Apapun hasilnya kau harus menerimanya. Meskipun aku yakin kau akan lolos, tapi tetap saja masih ada kemungkinan lainnya. Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu.
"Bahkan jika tubuhmu bertambah gendut, bagiku kau tetaplah sangat cantik.” * * * * * Alex meraih tangan Maria dan meletakkan di atas pangkuannya. Pria itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku jasnya. Kemudian dia mengenakkan sebuah gelang emas dengan beberapa bandul kupu-kupu yang sangat cantik. “Ini adalah hadiah untukmu.” Ucap Alex. Maria merasakan benda yang dingin menyentuh pergelangan tangannya. Dengan tangannya yang lain wanita itu meraba benda itu. Dia bisa merasakan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian dia bisa merasakan bandul kupu-kupu di jemarinya. Bibir wanita itu tersenyum saat mengetahui bentuk benda itu. “Apakah ini ku
“The strongest actions for a woman is to love herself, be herself and shine amongst those who never believed she could.” * * * * * “Terimakasih untuk makan malamnya, Mr. Jansen. Saya sangat menikmatinya.” Ucap Alex setelah mereka berpindah ke ruang keluarga di kediaman Jansen. Connor meraih cangkir teh di atas meja dan meminumnya. “Saya senang bisa menjamu anda dengan sangat baik, Mr. Feldman. Jika anda tidak keberatan bagaimana jika setelah ini kita membahas kerjasama kita, Mr. Feldman?” Alex menganggukkan kepalanya. “Tidak masalah.” “Baguslah. Kalau begitu aku akan mempersiapkannya sebentar. Shanon bisakah kau menemani Mr. Feldman sebentar?” Connor mengalihk
“Jangan pernah memperdulikan apa yang orang lain katakan padamu. Bahkan jika perkataan mereka sangat menyakiti hatimu. Berusaha berapa kalipun, sesempurna apapun, kau tidak akan bisa memuaskan pikiran orang lain, Maria.” * * * * * Alex berjalan keluar dari mobil dengan mendengus kesal. Karena Maria mengatakan jika kepalanya pusing hari ini, akhirnya Alex tidak bisa mengajak sang kekasih pergi makan malam di kediaman keluarga Jansen. “Mr. Feldman.” Alex bisa melihat seorang pria seumuran ayahnya berjalan menghampirinya. Melihat penampilannya dengan mengenakan jas yang menyembunyikan perut buncitnya, Alex tahu dia adalah Connor Jansen. “Mr. Jansen.” Alex m