Share

3.Menepati Janji

Burung kecil terjebak di dalam sangkar. Tak mampu terbang keluar.

* * * * *

Sinar matahari pagi yang hangat menerobos masuk melewati jendela kamar Alex. Merambat naik ke atas ranjang hingga mengenai wajah Maria. Kelopak mata wanita itu pun bergerak sebelum akhirnya terbuka. Menampilkan iris coklat yang berkilau cantik. Tangannya meraba merasakan ranjang di sampingnya kosong. Dia berpikir Alex sudah pergi.

Maria menegakkan tubuhnya. Memegang selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Dia tidak menyangka semalam dia bercinta dengan Alex. Seperti yang pria itu katakan, dia memberikan pengalaman pertama yang indah. Tapi pagi ini Maria merasakan tubuhnya begitu sakit. Terutama bagian selangkangannya.

“Kau sudah bangun?” Alex berjalan masuk ke dalam kamar dan melihat Maria.

Tubuh Maria menegang mendengar suara Alex. “Kupikir kau sudah berangkat bekerja.”

 Alex menghampiri Maria dan duduk di tepi ranjang. “Berangkat bekerja dan tidak menepati janjiku? Kupikir kau belum mengenalku dengan baik, Maria.”

“Aku tidak bermaksud menuduhmu seperti itu.” Maria menundukkan kepalanya merasa bersalah.

Alex mengulurkan tangan untuk menyentuh puncak kepalanya wanita itu. “Tidak masalah. Jadi katakan apa yang perlu kulakukan untuk menolong pria itu.”

Dad menderita penyakit multiple myeloma. Kanker yang menyerang sel plasma di sumsum tulang belakang. Sel plasma ini adalah salah satu jenis sel darah putih yang berfungsi untuk membentuk antibodi.”

“Berhentilah bersikap seperti guru biologi. Bisakah kau menggunakan bahasa manusia? Aku tidak mengerti masalah penyakit. Jadi jelaskan intinya saja apa yang perlu kulakukan?”

“Kau harus mendonorkan sumsum tulang belakangmu untuk Dad. Hanya itu satu-satunya cara untuk menolongnya. Seperti yang kukatakan semalam jika saja aku bisa membantu, aku pasti akan membantunya. Sayangnya setelah melakukan pengecekan, sumsum tulang belakangku tidak cocok dengan milik Dad. Dokter mengatakan presentasi kecocokan terbesar adalah dari keluarga pasien sendiri. Karena itu hanya kau yang bisa melakukannya.” Jelas Maria.

“Kalau begitu cepatlah bersiap-siap. Kita akan pergi ke rumah sakit.”

Seketika wajah Maria berubah cerah. “Kau benar-benar akan menolongnya? Terimakasih, Alex.”

Alex tersenyum sinis setelah itu dia menundukkan kepalanya tepat berada di telinga wanita itu. “Terimakasih? Aku tidak butuh kata itu, Maria. Aku hanya membutuhkan hadiah darimu. Ingat kau adalah wanitaku sekarang. Jadi jangan harap ada pria yang bisa mendekatimu.”

Tubuh Maria membeku mendengar ucapan Alex. Kemudian wanita itu menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, Alex.”

“Baguslah. Aku akan menunggumu di bawah untuk sarapan.” Setelah itu Alex berdiri dan berjalan meninggalkan kamarnya.

Maria hanya menghela nafas. Entah mengapa dia merasa sedih ketika Alex mengatakan jika dirinya hanya wanita yang akan menghangatkan ranjangnya. Wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh memiliki perasaan seperti itu.

“Kau melakukannya untuk Dad, Maria. Jangan berpikir berlebihan.” Maria bergegas turun dari ranjang untuk membersihkan dirinya.

* * * * *

Maria duduk di dalam mobil Alex. Jemarinya yang berada di atas pangkuannya bergerak-gerak seperti sedang memainkan piano. Alex menoleh dan melihat wanita itu.

“Apa kau masih memainkan piano?” Alex ingat terakhir kali Maria sangat menyukai piano.

Maria menganggukkan kepalanya. “Tentu saja masih. Aku sangat menyukainya. Aku bahkan sering tampil di beberapa acara kecil.”

Tiba-tiba ponsel Maria berdering. Wanita itu mengeluarkan ponsel model lama yang dimilikinya. Dengan berbagai tombol yang bisa disentuh memudahkan Maria mengetahui dia menekan tombol yang benar. Berbeda dengan layar sentuh yang akan membuat penyandang tuna netra seperti Maria kesulitan menggunakannya.

“Halo!” Sapa Maria.

“Maria, ini aku Clay.”

Bibir wanita itu tersenyum lebar mendengar suara dosennya. “Hai, Clay! Ada apa menelponku?”

Alex menoleh mendengar nama pria yang disebutkan oleh wanita itu. Dia bertanya-tanya siapa orang yang sedang menelpon Maria.

“Aku memiliki pekerjaan untukmu.”

Seketika mata Maria berbinar senang. Meskipun tidak bisa melihat, tapi mata coklatnya tampak sangat cantik. Terlihat begitu polos.

“Benarkah? Di mana?”

“Dua minggu lagi keluarga Gallagher akan mengadakan resepsi pernikahan di kediamannya. Dia memintaku untuk mencarikan pemain piano yang bisa mengisi acara pernikahan itu. Kalau kau bersedia, aku akan mengajukan namamu.”

Maria  menganggukkan kepalanya dengan senang. “Tentu saja aku bersedia, Clay. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini.”

“Baguslah. Aku akan memberitahu keluarga Gallagher tentangmu. Nanti bisakah kita bertemu untuk membahas lagu apa saja yang akan kau mainkan?” tanya Clay.

“Nanti? Hmm… Maafkan aku, Clay. Tapi aku tidak bisa bertemu denganmu hari ini. Aku ada urusan keluarga. Bagaimana jika besok?” tanya Maria.

“Baiklah besok. Aku akan menelponmu lagi besok untuk memberitahumu di mana kita akan bertemu.”

“Okay. Aku akan menunggumu. Sampai jumpa, Clay.”

Setelah sambungan telpon itu terputus, Maria memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Sepertinya kau akrab dengan banyak pria.” Ucap Alex dingin.

“Clay adalah seorang dosen dan juga temanku. Dia sering membantuku.” Maria menjelaskan pria yang baru saja ditelponnya.

“Sepertinya kau selalu meminta bantuan pria. Apa kau juga tidur dengannya?”

Genggaman tangan Maria di tali tasnya mengencang. Dia kesal karena Alex memandang rendah dirinya.

“Kau tahu benar semalam adalah pengalaman pertamaku, Alex. Aku bukanlah wanita seperti yang kau pikirkan.” Geram Maria.

* * * * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status