Home / Rumah Tangga / Skandal dengan Mertua / Bab 3 Jadi Incaran Bapak Mertua

Share

Bab 3 Jadi Incaran Bapak Mertua

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-06-21 08:21:19

"Masuk, Pak."

Mertua Ika melenggang masuk ke dalam rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Anak-anak Ika sudah tertidur sejak tadi. Wajah heran Ika tak bisa ia sembunyikan.

"Anak-anak sama suami kamu sudah tidur, Ka?" tanya Pak Tio. Ia menelisik ke arah kamar. Matanya mengelilingi rumah Ika. Rumah itu mungil. Hanya ada dua kursi panjang dan satu meja di ruang tamu. Tanpa hiasan dinding maupun lemari. Ruangan itu terasa longgar.

"Anak-anak sudah tidur, Pak. Tapi kalo Mas Karyo mungkin tidak pulang. Sudah beberapa hari ini dia tidak pulang, katanya tidur di tanggul." jawab Ika dengan nada agak kesal mengingat kelakuan suaminya itu.

"Kamu kalau malam tidurnya sendirian yah, Ka?"

Pertanyaan mertuanya itu agak membuat ia malu. Kenapa urusan begitu ditanyakan juga.

"Ehm, i-iya sendiri, Pak." Ika jadi gugup menjawabnya.

"Jadi nggak ada yang ngelonin dong yah, Ka?"

Mertuanya itu benar-benar membuatnya malu dengan pertanyaan yang sudah menjurus ke urusan ranjang Ika. Tapi Ika tidak enak kalau tidak merespon pertanyaan mertuanya.

"Iya Pak, sendiri juga gak papa. Mari pak duduk, nanti Ika bikinkan teh dulu ya." Ika berbalik badan menuju ke dapur. Agak lama ia menjerang air untuk dua gelas teh. Ia aduk-aduk berkali-kali. Rasanya tak mau ia menyuguhkan teh itu ke mertuanya. Tak menyangka kalau mertuanya malah menanyakan hal-hal tabu begitu.

"Masa sih nggak papa, Ka?"

emang kamu gak butuh belaian apa? Bapak mertuanya itu sudah mulai melantur omongannya. Ika jadi gerah. Ia baru sadar dari tadi mata mertuanya tertuju ke dadanya. Ada satu kancing bajunya yang terlepas sehingga buah dadanya sedikit menyembul keluar. Ika langsung sadar dan memperbaiki bajunya. Tapi dia malu sekali karena mertuanya malah melihatnya tanpa berkedip.

"Bapak mau apa ke sini malam-malam?" tanya Ika mencoba mengalihkan arah pembicaraan.

"Mmm, bapak mau ngasih kamu uang. Ini ada 500 ribu buat pegangan kamu. Maafkan anak saya ya, Ka. Anak saya gak bisa ngasih nafkah lahir batin sama kamu"

Ika memilih untuk tidak menjawab.

"Tapi, mmm, sebenarnya saya bisa kasih itu semua kalau kamu mau."

"Hah, maksudnya bagaimana yah, Pak?" Ika kaget mendengar penuturan mertuanya itu.

Melihat reaksi Ika yang sangat kaget, Pak Tio agak ragu untuk meneruskan kalimatnya. Tapi maksudnya sudah kepalang terlontarkan. Keinginan memiliki menantunya itu pun sudah tak terbendung, sejak anaknya membawa wanita ayu itu ke rumah.

"Ya begini, Ka. Saya bisa kasih kamu uang untuk membayar hutang-hutang kamu dan saya bisa kasih kamu jatah bulanan. Nggak hanya itu, mmmm mungkin kehangatan juga."

Ika sepenuhnya melongo mendengar penuturan sang mertua. Tubuhnya condong ke depan. Matanya melotot. Ia tidak bisa berkata-kata.

Mertuanya ini memang sudah terkenal kalau dia itu mata keranjang. Beberapa kali sudah Ibu mertuanya memergoki suaminya bermain dengan wanita lain di bedeng tempat proyekan berlangsung. Tapi entah kenapa mereka tidak pernah berpisah. Ia selalu menerima suaminya kembali.

Ika sepenuhnya bingung harus bagaimana merespon perkataan mertuanya itu. Mau bergerak saja rasanya kikuk. Ia memandang lekukan-lekukan kayu meja di depannya. Jadi benar kalau mertuanya ini mata keranjang? Sejak kapan Ika ada dalam pikiran lelaki tua ini?

'Aku sedang digoda oleh mertuaku sendiri? Ika berpikir keras. Tapi aku kan menantunya? Apa selama ini mertuanya ada hasrat dengan ku?'

"Ka? kok bengong. Bapak serius. Bapak mau bertanggung jawab atas nafkah lahir dan batin. Setiap bulan bapak akan kasih kamu uang untuk kebutuhan kamu. Bapak tahu Karyo sudah tidak pernah menyentuhmu. Apa kamu bisa hidup tanpa itu, Ka? Bapak juga bisa memuaskan kamu di ranjang. Sudah lama bapak ngeliatin kamu."

Jleb. Bagai ada pisau yang menancap di jantungnya. Ia ingin jantungnya tak usah berdetak saja saat itu. Mertuanya sendiri menginginkan dirinya.

"Bapak ini lagi bercanda apa bagaimana sih? Bapak sadar tidak sih kalau saya ini menantu bapak? Bagaimana kalau Mas Karyo tahu bapak ke sini buat ngomong begini ke saya?" Ika sekuat tenaga menahan emosi.

"Yasudah Ika. Mungkin ini terlalu terburu-buru buat kamu. Kamu bisa pikir-pikir dulu. Tapi bapak tahu kalau kamu juga membutuhkan seorang lelaki. Dan bapak bisa menggantikan peran Karyo buat kamu. Ini uangnya simpan dulu. Mungkin lain kali kamu mau kasih ijin ke bapak untuk bisa membahagiakan. Sekarang bapak mau pulang dulu."

Ika langsung merinding mendengar kata-kata bapak mertuanya itu. Dia bingung, apakah harus mengatakan hal ini ke suaminya atau tidak. Tapi suaminya sudah lama sekali tidak pulang. Ia juga tidak mau kalau mertuanya harus bertengkar dengan suaminya gara-gara dirinya.

Uang itu benar-benar berharga untuk Ika. Sebagian kebutuhan Ika bisa terpenuhi, begitu juga jajannya anak-anaknya. Sayangnya Ika masih punya banyak hutang jadi dia tetap banting tulang siang dan malam. Suaminya yang ditunggu pulang tetap tak terlihat keberadaanya.

***

"Ika, kamu bayar utangmu sekarang juga atau aku ambil motormu!" Hardik Lidia teman arisan Ika di depan rumahnya.

Hari masih pagi ketika teman arisannya, Lidya berteriak-teriak menagih hutang di depan rumah. Jantung Ika seperti dipompa, ia mengenali suara temannya itu. Ia tergopoh-gopoh keluar rumah takut kalau tetangganya akan terganggu dengan masalahnya. Tentu ia juga sedang menyelamatkan wajahnya dari gosip tetangga.

"Lidya, ya ampun. Ini masih pagi, Lyd. Aku sedang membuat kue. Kamu bisa nggak jangan teriak-teriak begitu dong? Ayo masuk dulu, Lyd."

Dengan susah payah ia menahan Lydya agar mau masuk ke dalam rumahnya. Tapi sepertinya Lydya datang memang bukan mencari kedamaian.

"Tak sudi aku masuk rumahmu, Ka! Kamu balikin semua uangku atau aku bawa semua ibu-ibu arisan ke sini sekarang juga."

Ika menarik nafas dalam. "Jangan begitu, Lyd. Kita kan teman. Aku pasti akan membayar uang kamu yang aku pakai."

Wajah merah Lydya tak bisa mereda. Seperti tebakannya sebelum ia datang, kalau Ika tak akan memberinya uang hari ini. Kemarahan semakin memuncak.

"Aku nggak mau tahu ya, Ka. Aku harus dapat uang hari ini. Semua teman-teman arisan sudah muak sama kamu. Kami tahu kalau uang kami ternyata dipake sama kamu kan."

"Sekarang arisan sudah bubar gara-gara kamu. Kalau mereka tahu uang mereka ada sama kamu, habis sudah hidup kamu."

Ika bergetar. Ia takut kalau teman-temannya benar-benar datang menggeruduk rumahnya.

"Aku minta maaf Lid, plis. Sekarang aku carikan uang untuk kamu ya." Ika memutar otak bagaimana ia bisa mendapatkan uang dalam waktu yang sangat singkat begini.

Akhirnya hanya ada satu nama yang bisa ia harapkan. Ia hanya bisa menghubungi bapak mertuanya.

"Halo, Pak. Ika butuh bantuan sekarang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal dengan Mertua   Skandal dengan Mertua 38

    Pak Tio menghela nafas dalam-dalam. Ia tak mau gegabah lagi soal anaknya. Meskipun berdekatan dengan Ika membangkitkan gairahnya, tapi masalah Karyo belum menemukan jalan keluarnya. Jadi, sepanjang perjalanan, ia hanya bisa menahan keinginannya. Sesampainya di rumah, Ika langsung menemui kedua anaknya. Mereka berpelukan dan melepas rindu. Anehnya, tidak ada Karyo di rumah, Iwan dan Azka bersama ibunya. "Apa Mas Karyo ke pemancingan lagi, Bu?" tanya Ika sambil membereskan barang bawaannya. Tidak banyak yang ia bawa, hanya sedikit oleh-oleh untuk ibu dan kedua anaknya. Sebagian uang yang ia peroleh sudah digunakan untuk membayar hutang dan membayar sekolah anak-anaknya, sebagain lagi akan ia gunakan sebagai modal berdagang. "Ngga tahu ibu, Ka, nggak pernah nanya-nanya sama si Karyo. Nanti kalau ibu nuntut dia buat kerja tapi sakit lagi malah ibu yang disalahin. Jadi terserah aja mau ngapain." Ika menelan ludahnya, hubungannya dengan Karyo juga t

  • Skandal dengan Mertua   Hidup yang Berantakan

    Ayu tak menyangka kalau bapaknya ternyata menyimpan dendam pada ayah kandungnya. Mungkin karena begitu banyak kesusahan yang sudah ia alami gara-gara lelaki itu. Namun, sampai saat ini, ia masih belum tertarik tentang keberadaan ayah kandungnya itu. Entah masih hidup atau sudah mati, entah sedang bahagia dengan keluarga barunya, atau menderita akibat dosanya di masa lalu. Sayangnya takdir masih belum mau berdamai dengannya. Pagi itu, Ayu berteriak kencang saat membuka pintu kamar ibu dan bapaknya. Kedua orang itu sedang dalam keadaan terlentang dengan busa di mulutnya. Saat Ayu panik dan mengguncang-guncang tubuh keduanya, ternyata sudah kaku dan dingin. Ia berteriak memanggil nama Lasirah dan Karta. Orang-orang mulai berdatangan, prosesi penguburan jenazah segera dilakukan. Ayu termenung tak tahu harus bagaimana. Baru tadi malam ia bercakap-cakap dengan bapaknya, tiba-tiba pagi ini ia harus kehilangan dua orang terdekatnya. Kasak kusuk mulai terde

  • Skandal dengan Mertua   Ditolak Calon Mertua

    Persis seperti dugaannya, malam itu Ayu tak disambut baik oleh keluarga Firman, tak seperti biasanya. Padahal, biasanya ibu Firman selalu bersikap baik padanya. Ia pernah bilang kalau ia beruntung mempunyai calon menantu yang baik dan cantik, tapi sepertinya semua itu hancur gara-gara masa lalu Ayu yang buruk. Tak hanya ibunya Firman, ayahnya Firman bahkan tak mau menemuinya. Ia hanya tersenyum tipis kemudian masuk ke dalam rumah. Tak ada salaman, atau basa-basi seperti yang biasa dilakukan. Bahkan Firman langsung berubah 180 derajat. Lelaki yang perhatian, yang menunjukkan kasih sayangnya di manapun, tiba-tiba langsung menjadi orang asing yang bahkan tak peduli keadaanya. Ia duduk di samping ibunya, membentuk kubu yang melawan Ayu. Merasa sendirian, Ayu tak berani banyak bicara. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Kepalanya menunduk, tangannya meremas jari-jemarinya. "Maaf ya, Yu. Bukannya kami pilih-pilih menantu,

  • Skandal dengan Mertua   Masa Lalu yang Terus Menghantui

    Amarah Karta membuat Lasirah mencicit ketakutan. Ia keluar dari kamar dan duduk dengan memeluk kakinya sendiri di pojok rumah. Perkataan Karta menyeretnya jauh ke hari di mana Tio bisa begitu menyakitinya tanpa menyentuhnya. Ia berteriak kencang, sekencang mungkin agar sakit dalam dadanya cepat pergi. Suaranya bersahut-sahutan dengan suara tangis bayinya yang belum berhenti sejak tadi. Namun, malam itu ternyata menjadi titik balik di mana dirinya mulai kembali pada Lasirah yang mulai sadar. Teriakan Karta benar-benar ia serapi dengan hati-hati. Meski berat, ia mulai mau memegang bayinya sendiri. ..."Saat itulah Ibumu mulai bisa menerima keadaan kami. Dia mulai menyayangimu meski bayang-bayang orang itu masih menghantuinya di mimpi. Bapak tahu soal itu karena Ibumu sering merintih kesakitan saat tidur, kadang masih merapalkan namanya." Pak Karta mengakhiri ceritanya yang getir. Matanya mengembun, giginya mengatup, sekuat tenaga ia tah

  • Skandal dengan Mertua   Bab 34 Ayu, Bayi yang Tidak Diinginkan

    Bayi kecil itu diberikan pada Lasirah setelah Bu bidan yang lain membersihkan plasenta dan sisa-sisa darah.Akan tetapi wanita itu menolaknya. Ia tak ingin melihat anaknya sendiri. "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu! Aku nggak mau lihat," teriak Lasirah lantang. Orang-orang di ruangan itu saling berpandangan. Ada apa ini? Bu Minah, ibunya Lasirah segera membujuknya. "Ayo, Rah. Anaknya digendong dulu. Dipangku, terus coba ditempel di dadamu, biar belajar nyusu anaknya." "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu dari sini. Cepat, Bu!" bentak Lasirah. Dua bidan itu tak memaksa karena Lasirah semakin histeris. Melihat anaknya sendiri seperti melihat kotoran. Pak Karta memandang iba pada istrinya. Ia menghampiri bidan yang tadi membawa anaknya. "Gimana ini ya Bu? istri saya nggak mau nyusuin," tanya Pak karta pada Bu Fenti sambil melihat wajah tak berdosa, bayi mungil di gendongannya.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 33 Bu Lasirah dan Pak Karta

    "Bapak itu bukan Bapak kandung aku?" tanya Ayu takut-takut. Ia khawatir jawabannya akan terasa getir. Pak Karta dan Bu Fatun lagi-lagi saling berpandangan. "Sudah ceritakan saja semuanya, Bu. Anakmu juga berhak tahu yang sebenarnya," ucap Pak Karta. Ayu menelan air liurnya. Ada apa sebenernya? Kata "anakmu" terasa sangat menyakitkan. Meskipun Ayu juga pernah berpikiran kalau Pak Karta memang bukan bapaknya, tapi mendengar pengakuan keduanya ternyata memang menyakitkan. Selama ini Pak Karta memang tak terlalu dekat dengan Ayu, seperti ada satu dua hal yang menghalangi lelaki itu mempunyai hubungan dekat dengan Ayu. Lantas, mengalir sebuah cerita pilu tentang masa lalu ibunya. Karta, yang sudah lama menyukai Lasirah diam-diam, entah harus senang atau sedih, harus menikahi Lasirah, yang sudah dihamili Tio. Saat itu Karta marah, darahnya menggelegak. Ia hendak mencari kemana Tio kabur lantas membuat lelaki itu menyesali p

  • Skandal dengan Mertua   Bab 32 Masa Lalu Ayu

    "Maksud kamu apa, Yo? Ika selingkuh sama Bapak?" tanya Yono tercengang. "Iya, Mas. Rumah tangga kami sudah hancur!" jawab Karyo kecewa. "Jadi Pak Tio juga godain Ika?" tanya Jannah dengan wajah tak percaya. "Emang kamu juga digodain?"Dulu Yono memberitahunya kalau istrinya juga digoda oleh Bapak, tapi ia belum percaya karena belum mendapatkan cerita yang utuh. "Eh, mm ...," Jannah memandang suaminya, ia ragu-ragu mau menjawab. "Iya, Yo. Jannah pernah digoda juga sama Bapak. Aku sudah muak banget sama kelakuan Bapak yang doyan banget sama perempuan! Aku pikir, masalah masa lalu yang kamu alami saat ini, pasti ada hubungannya sama Bapak. Orang itu pasti bermasalah dulunya dan masalahnya jatuh ke kita. Jadi ibaratnya kita tuh kena karma," papar Mas Yono sambil menyeruput kopi yang sudah hampir dingin. "Jadi menurut Mas Yono, masalahku ini karena kelakuan Bapak? Yang dimaksud oleh Kyai Hasyim itu masa lalu Bapak?" tanya Karyo m

  • Skandal dengan Mertua   Bab 31 Ibu Berubah Sikap Setelah Berkunjung ke Kyai Hasyim

    Kala itu pagi sangat berkabut. Musim kemarau membawa hawa dingin yang sangat menusuk. Lasirah enggan untuk bangkit dari kasurnya. Ia memilih bergelung kembali di bawah selimut. Namun suara kasak kusuk orang yang sedang mengobrol terdengar sedikit menggangunya. Itu suara Ibu dan Bapak Lasirah, dan seseorang yang belum diketahui siapa. "Eh, ada tamu pagi-pagi. Siapa, yah? Jangan-jangan berita lelayu," gumam Lasirah seraya beranjak dari kasurnya. Di desa waktu itu berita lelayu tentang orang yang meninggal biasanya memang disebarkan pagi hari. Tiba-tiba ia berdebar-debar. Ia menempelkan telinganya di daun pintu kamarnya. Tak terdengar! Lalu ia mengendap-endap pergi ke dekat dapur dan mengintip. Ia membekap mulutnya karena ia melihat ibunya sedang menangis. Di samping Ibunya, bapaknya mengelus punggung Ibu tapi wajahnya tak bisa ditebak, entah marah, entah pilu. Sedangkan seseorang di sampingnya adalah Paman Karim yang juga tertunduk. "Paman Karim?" La

  • Skandal dengan Mertua   Bab 30 Mas Lalu Pak Tio

    Pak Tio akhirnya bangkit dari duduknya karena beberapa pekerja mulai mendatanginya dan bertanya tentang keadaanya. "Pak Tio kenapa?" tanya Jajang seraya memegang pundak bosnya itu. Ia kebingungan karena tadi Pak Tio sedikit menjauh darinya untuk menerima telpon tapi setelah bercakap-cakap, lelaki itu tiba-tiba jatuh terduduk. Wajahnya berubah menjadi pucat dan pandangan matanya kosong. Ia berpikir, mungkin bosnya mendapatkan kabar yang kurang baik di telpon tadi. "Sudah-sudah kalian teruskan pekerjaan. Saya cuma sedikit pusing tadi," kata Pak Tio melambaikan tangannya, mengusir para bawahannya. Namun Jajang tak mengikuti perintah bosnya, ia tetap berdiri di sana. Ia masih khawatir dengan keadaan bosnya karena ia melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri. "Mari saya antar ke warung, Pak. Bisa minum teh hangat dulu," ajak Jajang. "Nggak, Jang. Ayo temenin saya ke bedeng saja. Tolong kamu pesankan teh hangat dan kamu bawa ke bedeng. Haru

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status