แชร์

Bab 2 Benalu Rumah Tangga

ผู้เขียน: RaySya
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-06-21 08:17:30

"Eh, Ika. Tumben ke sini sore-sore begini. Ko sendirian?" tanya ibu mertua ketika melihat Ika datang sendiri tanpa suami dan anak-anaknya.

Sore itu akhirnya Ika memutuskan untuk pergi ke rumah mertuanya. Jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Rumahnya itu termasuk rumah yang cukup besar. Ada ibu mertua, bapak mertua, dan adik-adik dari suami Ika, Diana dan Miranda. Ada juga Nur yang sudah menikah yang tinggal berdempetan dengan rumah itu.

"Iya, Bu. Aku ada perlu sebentar. Anak-anak sedang main di rumah tetangga, kalau Mas Karyo sedang mancing." jawab Ika.

"Ada perlu apa, Ika?" Tanya bapak mertua yang muncul dari kamarnya. Pak Tio hanya menggunakan celana boxer dan kaos dalam.

"Eh, pak. Tumben ada di rumah? Apa sedang libur bekerja?"

Ika menyalami tangan mertuanya.

"Iya, ini. Bapak libur lama. Proyek sedang libur."

"Oh iya, Pak. Begini, pak Bu, Ika mau ngomong sama bapak sama ibu. Sudah lama Mas Karyo tidak bekerja. Dia sakit kepalanya. Katanya tidak boleh bekerja terlalu berat. Jadi selama ini mas Karyo tidak kerja. Meskipun begitu dia juga jarang di rumah, hanya pergi memancing setiap hari, kadang malah beberapa hari tidak pulang. Sedangkan kebutuhan rumah sangat banyak. Anak-anak kami butuh biaya sekolah, Bu. Aku sudah hutang di mana-mana. Jualan Ika setiap hari hanya cukup untuk makan saja. Sekarang hutang kami sudah terlalu banyak. Ika minta tolong sama ibu dan bapak."

Ika menjabarkan keadaan keluarga mereka dengan hati-hati. Ibu Hasna, ibu mertua Ika langsung merasa tersulut hatinya mendengar penuturan menantunya itu.

"Ika- Ika, kamu jadi istri tuh yang nerima. Kalau rumah tangga ada masalah, suamimu lagi sakit gak bisa kerja ya kamu lah kerja. Masa kamu mau minta sama ibu sama bapak. Kami juga punya kebutuhan sendiri. Bukannya bantu kami yang sudah tua malah mau merepotkan lagi."

Dada Ika langsung sesak mendengar penuturan mertuanya itu. Betapa sakitnya jadi orang miskin. Minta tolong ke orang tua saja langsung dianggap merepotkan.

"Kamu lihat tuh adik ipar kamu. Nur sama Ridho. Mereka berdua sama-sama bekerja. Jadi gak ngerepotin orang tua. Meskipun anak-anaknya dititipin sama ibu, tapi uang bulanan ibu tuh selalu lancar. Ibu jadi gak perlu repot-repot bekerja."

Mata Ika langsung mengembun, sesak di dadanya semakin bertambah dibarengi dengan air mata yang terasa enggan untuk ditahan.

"Jadi wanita itu harus prihatin. Anakku itu kan lagi sakit. Ya memang tidak bisa bekerja. Kamu coba lah cari uang sendiri dulu. Kamu jadi tulang punggung dulu. Jaman sekarang kan wanita juga banyak yang bekerja. Kalau pagi kamu jualan kue, kalau siang sampai malam kan nggak ngapa-ngapain. Cari lah kerjaan dulu. Biar tidak menumpuk hutangnya, tidak merepotkan orang lain.

Melihat keadaan Ika yang menahan tangis, Ibu mertuanya bukannya merasa iba malah terus saja mengoceh membela anak kesayangannya. Pak Tio jadi merasa kasihan dengan keadaan Ika.

"Bu, cukup!!" kata Pak Tio dengan nada keras.

"Anak kita memang salah, Bu. Ketika sudah menikah, memang kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Dia memang yang seharusnya memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Saya minta maaf untuk anak saya ya Ika."

Karena sedikit merasa dibela oleh ayah mertuanya, Ika sebisa mungkin membela dirinya di depan ibu mertuanya, meskipun setiap kata terasa tercekat di tenggorokan.

"I-iya, Pak. Ika juga sudah mencoba mencari uang sendiri, Bu. Ika jualan kue di pasar. Tapi hasilnya memang belum bisa memenuhi kebutuhan kami. Sekarang Mas Karyo setiap hari hanya mancing di tanggul sungai. Aku juga tidak mau merepotkan Ibu dan Bapak. Tapi Ika sudah tidak tahu lagi harus meminta tolong sama siapa."

Sesegukan Ika mencoba sebisa mungkin meluapkan apa yang ada di dalam hatinya. Sayangnya ibu mertuanya hanya memalingkan muka saja. Suasana jadi terasa hening.

Pak Tio, bapak mertua Ika ingin membantu Ika, memberikan sedikit uang, tapi dengan melihat istrinya saja dia enggan membuat masalah. Uang sedikit akan jadi petaka nantinya.

Ika memilih untuk melangkahkan kakinya dengan gontai keluar dari rumah itu.

"Yasudah. Ika pulang dulu, pak Bu. Benar-benar tidak ada niat dari Ibu dan Bapak mertuanya untuk membantunya. Sepanjang jalan menuju rumahnya, Ika menangis sesegukan di atas motor. Angin yang bertiup membuat Ika semakin sendu. Pada siapa lagi ia meminta pertolongan.

***

Sesampainya di rumah, ternyata anak-anaknya sedang makan. Melihat anak-anaknya hanya makan dengan gorengan tempe, hati Ika terasa tercabik-cabik. Bahkan ketika matahari sudah bergulir ke peraduannya, suaminya belum juga ada keinginan untuk pulang. Ika menduga kalau suaminya mungkin tidak akan pulang seperti malam-malam sebelumnya.

Di tanggul sungai dekat laut memang ada gubug-gubug yang sering dipakai untuk menginap oleh orang-orang yang mancing. Ada beberapa warung juga yang buka 24 jam memenuhi kebutuhan pemancing.

Suaminya memang sakit kepalanya. Sudah sekitar satu tahunan ini dia mengeluh kepala bagian belakangnya sakit. Sudah banyak dokter yang mereka kunjungi, tapi hasilnya nihil. Tidak terdeteksi penyakit apapun. Bahkan mereka sudah ke beberapa orang pintar dan kyai dengan berbagai wejangan nyatanya memang tidak ada hasil yang signifikan. Rasa sakit di kepalanya tetap terasa.

Sudah satu tahun juga suaminya tidak bekerja. Entah nafkah lahir atau batin, Ika tak pernah merasakannya. Suaminya bahkan sering meminta uang padanya untuk bekal memancing. Pun dengan nafkah batin, suaminya sudah lama tidak pernah menyentuhnya lagi.

Keberadaan suaminya benar-benar sudah seperti benalu. Kadang terbersit keinginan untuk berpisah, tapi apa kata orang nanti kalau dirinya meninggalkan suami ketika suami sedang sakit.

Ika membaringkan tubuhnya di kasur. Lelah badannya kalah dengan lelah hati yang harus dia terima hari ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Anak-anak sudah tertidur. Ketika matanya mulai menutup, ketukan pintu benar-benar membuatnya kaget. Siapa yang bertamu malam-malam begini? kalau suaminya tidak mungkin mengetuk pintu. Rasa takut mulai menjalar kesekujur tubuhnya. Ia mencoba mengintip lewat jendela.

"Ini bapak, Ka."

Ika terheran. Hah bapak?

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Skandal dengan Mertua   Kabur- End

    "Bener apa yang dikatakan Ibu, Pak. Bapak dan Ika yang harus segera dihukum. Kenapa malah bawa-bawa aku sama ibu? Aneh banget! Sudahlah, lebih Pak Lurah segera lakukan saja hukuman buat kalian berdua!" Karyo menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sejujurnya tangannya mengepal sejak tadi, ingin memberi bogem mentah pada bapaknya yang kurang ajar. Tak peduli menjadi anak durhaka, kali ini bapaknya memang pantas diberi pelajaran. Mendengar itu emosi Pak Tio terbakar. Apa? Dihukum? "Tunggu dulu, Pak Lurah. Tolong bapak-bapak tenang dulu, kamu juga tenang dulu, Yo. Kami memang berdosa, tapi tolong jangan sampai ada arak-arakan. Biar kami selesaikan dengan kekeluargaan saja." "Nggak bisa lah, Pak Tio. Masalah ini bukan cuma soal keluarga. Tindakan kalian sangat meresahkan dan menjadi contoh buruh untuk masyarakat. Kalau Pak Tio dan Mbak Ika nggak diarak, nanti bisa saja diulangi lagi," bapak-bapak mulai tidak sabar karena waktu sudah beranjak larut.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 45 Mau diarak?

    Saat itu Ika duduk menunduk di sebuah kursi di kamar itu. Tidak ada yang menemani, tidak ada yang mengajaknya bicara. Bagaimana mau bicara, sebagai pesakitan yang sudah pasti akan dihukum, bahkan menatap wajah ibu mertuanya saja dia tidak berani. Tak hanya ibu mertuanya, tatapan mata orang lain seperti menelanjanginya. Ibu Ika berjalan gontai mendekati anaknya. Ia terkejut tadi Karyo berteriak padanya, tapi ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut anaknya. Perasaanya bercampur baur, tidak percaya, benci, berharap semua tuduhan itu hanya salah sangka, marah, dan kasihan melihat anaknya hendak dihakimi masa. "Jadi bener kamu sama bapakku!?" bentak Karyo di depan wajah Ika yang masih menunduk. Namun bukannya menjawab, Ika kembali tersedu-sedu melihat suami dan ibunya ada di depan matanya. Kepalanya tetap menunduk seakan ada beban berat di lehernya. Tapi beban yang sesungguhnya adalah ketakutannya. Ia takut menghadapi suami dan ibunya sendiri. "Jawab, Ka!!"

  • Skandal dengan Mertua   Bab 44 Proses menuju sidang

    Nur memandang bapaknya dengan kebencian. Matanya mulai berkaca-kaca. Tak terlukiskan bagaimana kekecewaannya begitu besar pada bapak yang selama ini jadi panutan. Ia merasa jijik dan muak. Apalagi saat melihat Ika, rasanya isi perutnya mau keluar. "Apa bener semua ini, Pak?" tanya Nur hampir meledak amarahnya. Namun, suaminya dengan lembut mengusap punggungnya. Pak Tio benar-benar bungkam, tak tahu harus menjawab apa. Ia menyugar rambutnya ke belakang, terlihat sangat frustasi. "Kamu panggil Karyo ke sini, Nur. Biar Karyo tahu kelakukan istrinya seperti apa!" seru Bu Hasna dengan geram. "Iya, Bu." Nur dan suaminya bergegas ke luar rumah. Sialnya di luar ternyata sudah ramai bapak-bapak ronda yang berkumpul karena teriakan-teriakan ibu. Mereka pikir ada seseorang yang sakit atau meninggal. Jadi ketika Nur dan suaminya keluar, mereka langsung beringsut mendekat. "Ada apa, Nur?" tanya Pak Dafa, ketua RT di lingkungannya. Yang lain juga langsung ikut bertanya. "Iya, ada a

  • Skandal dengan Mertua   Bab 43 Terkuak

    Malam itu, seperti biasa, Pak Tio memastikan seluruh keluarganya sudah tertidur. Gerimis rintik-rintik dengan udara yang lumayan dingin pasti membuat tidur lebih pulas. Kesempatan bagi Pak Tio untuk menikmati tubuh menantunya tanpa was-was. Semua orang sedang bergelung di bawah selimut. Malam ini dan malam besok harus dimanfaatkan dengan baik karena lusa ia harus pergi ke area proyek lagi. Maunya sih tetap di rumah, berleha-leha dan tetap bisa bermesraan dengan menantunya. Tapi, beberapa hari ini Bu Hasna sudah bertanya tentang pekerjaan dan uang yang mulai menipis. Jadi, mau tak mau Pak Tio harus segera kembali ke proyek.Sekarang sudah jam 10 malam, Pak Tio berjalan mengendap seperti biasanya ke kamar Ika. Ternyata, Ika belum tertidur. Wanita itu sedang duduk di tubir kasur dengan memakai pakaian yang seksi, sengaja betul menunggu Pak Tio datang. "Wah! Ini yang bikin aku ketagihan sama kamu, Ka! Kamu selalu siap membuat bapak tegang. Beda sama istriku,

  • Skandal dengan Mertua   Bab 42 Hubungan yang Panas

    Jam 3 pagi alaram di hp Ika berbunyi. Ia membuka matanya yang terasa berat. Baru 3 jam lalu ia memejamkan mata, sekarang ia mau tak mau harus segera membuka matanya dan bangun.Akhirnya ia bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar. Suasana sangat sepi. Ia berjalan ke kamar sebelah, kamarnya Miranda dan Diana kemudian mengetuk pintunya. Beberapa saat kemudian terdengar sahutan dari dalam kamar dan nyala lampu mulai terlihat dari sela-sela pintu. Setelah itu, baru ia pergi ke dapur dan mulai menyalakan kompor. "Bikin apa dulu, Mbak?" tanya Diana saat masuk ke dapur. "Bikin adonan roti dulu, Na. Itu terigu sama telurnya." Ika menunjuk ke wadah dan terigu yang terletak di atas meja. Tak lama kemudian, datang Miranda sambil mengucek matanya. Mereka bertiga akhirnya membuat kue-kue yang akan dijual pagi itu. Bu Hasna terbangun ketika suara adzan subuh dari masjid terdengar. Sementara Pak Tio keluar dari kamarnya ketika Ika sudah mulai berdagang.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 41 Hubungan Berlanjut

    "Ya Allah, Pak!" Ika terlonjak sampai hampir terlempar ke belakang. Untung Pak Tio yang tepat di depannya bergerak dengan cepat. Tangannya terayun dengan cepat menangkap tubuh Ika. "Sssst!" satu tangan Pak Tio membungkam mulut Ika, namun satu tangan yang lain memegang tubuh Ika. "Jangan berisik, nanti pada bangun!" Jantung Ika berdebar sangat kencang. Tubuh mereka menempel dengan mata saling beradu. Beberapa saat waktu seakan terhenti. Namun, Pak Tio segera menyadari kalau mereka sedang berada di rumahnya. Bu Hasan bisa saja tiba-tiba muncul. Karena itu, ia segera melepas tubuh Ika. Keduanya berdiri berdekatan dengan canggung. Ika membenarkan bajunya yang berantakan. Tiba-tiba seseorang muncul dan berdiri di ambang pintu dapur. "Bapak! Bapak sama Mbak Ika lagi ngapain?" tanya Miranda memberikan tatapan menyelidik. Pak Tio lantas reflek menjauhkan tubuhnya dari tubuh Ika. Ia berbalik dan gelagapan menjawab, "Bapak lagi ngopi, ngg

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status