Share

2.

Aku menatap kosong kamar apartemen milik Hasan, sedikit pun mataku tak bisa terpejam. Sepertinya kantuk tak ingin menghampiriku setelah Hasan selesai menghukumku.

Jangan tanya apa hukuman yang ia berikan padaku karena aku tak ingin mengatakannya, cukup kalian pikirkan saja hukuman seperti apa yang di berikan untuk slave.

Tersenyum meringis melihat penampilanku sendiri, meskipun begitu Hasan tetap memakaikan kembali pakaian untukku. Setidaknya pria itu tidak membiarkanku naked di dalam selimut putih ini dan membiarkanku mati kedinginan dari dinginnya ac.

Tapi, tetap saja, seorang budak ya tetaplah budak. Jangan pernah bermimpi untuk menginginkan hal yang lebih indah. Anggaplah semuanya ini seperti mimpi buruk. Mimpi buruk yang sedang menghampirimu disaat kau tertidur lelap.

Cklek.

Bola mataku langsung berpindah alih saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Disana aku melihat dia yang perlahan masuk dengan penampilannya yang bertelanjang dada alias topless.

"Sudah bangun?" tanyanya menatapku.

Bodoh! umpatku dalam hati, ingin sekali aku meneriakkan kata itu akibat pertanyaan bodohnya.

"Ckck, kebiasaanmu." katanya yang kini mengambil posisi duduk di ranjang. Aku menolehkan kepala menatapnya penuh dengan kebencian.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Kenapa? Apa kau takut dengan tatapanku?" tanyaku balik.

Hasan tertawa sumbang, entah kenapa setiap perkataanku sepertinya terdengar lucu di kedua telinganya.

"Kau terlalu percaya diri sekali," katanya mengejekku, "justru melihat tatapanmu itu malah membuatku kembali bergairah, dan ingin kembali mengulangi percintaan panas kita." ucapnya begitu vulgar.

Ciihh! Brengsek!

"Kapan semua ini akan berakhir?" tanyaku lirih dengan mata berkaca-kaca.

"Kapan kau akan melepaskanku dari jeratan gilamu ini!" jeritku terisak.

Pertahananku runtuh, airmata yang sejak tadi ku tahan akhirnya tumpah. Mataku mendelik marah ke arahnya, menyalurkan segala perasaan dan emosiku padanya.

Aku muak! Sangat muak!

Hasan mencengkeram daguku kuat dengan sebelah tangannya. "Siapa yang mengajarimu sehingga begitu berani seperti ini?" desisnya kembali murka.

"Dirimu sendiri," sahutku lantang. "Kau sendirilah yang mengajariku untuk tidak bersikap sopan."

Plakkkk.

Satu tamparan cukup kuat Hasan daratkan dengan mulus ke pipiku. Aku mengerang merasakan perih dan kebas secara bersamaan akibat hadiah dari gambar tangan Hasan.

"Masih berani bertindak tak sopan padaku?" tanyanya.

"Aku kakakmu, kita saudara sepupu. Tidak seharusnya kita seperti ini, Hasan." desisku di depannya.

"Hanya saudara angkat, dari ibumu yang gila itu." sahut Hasan santai.

"Tapi tetap saja, aku ini lebih tua darimu. Cepat atau lambat sebentar lagi kau pasti akan bosan padaku dan meninggalkanku."

"Tidak akan!" tolak Hasan tegas, "kau adalah budakku, dan aku sudah mengklaimmu sebagai slave-ku untuk selamanya."

"Kau gila!" umpatku menggeleng-gelengkan kepala.

Sudah cukup! Aku sudah tak tahan lagi dengan kata itu. Slave? Persetan denganmu!

"Aku membencimu!" teriakku.

"Dan aku begitu memujamu, mendambakan dirimu untuk selalu berada di ranjangku. Tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh indahmu, serta mahakarya yang ku buat di sekujur tubuhmu." bisik Hasan di telingaku dengan sebelah telapak tangannya yang kini mencengkeram kuat bahuku.

"Jangan pernah mencoba untuk bisa lepas dariku. Ingat itu!" ancamnya, "aku tidak peduli dengan perbedaan jarak umur di antara kita."

"Tapi kau pernah mengatakan padaku, jika suatu saat kau bosan maka kau akan melepaskanku bukan? Ku harap kau tidak melupakan kata-katamu itu!" kataku mengingatkan kembali ucapannya waktu itu, aku sangat berharap semoga ia tidak melupakannya.

"Tentu aku ingat, tapi—" si berengsek itu menggantungkan kalimatnya.

"Tidak ada yang tahu kapan aku akan bosan denganmu. Bisa saja satu atau dua tahun kedepan bahkan mungkin lebih. Namun juga bisa saja besok atau lusa aku tiba-tiba menjadi bosan padamu. Iya, kan?" sambungnya yang membuatku geram.

"Uhm, tapi besok atau lusa sangat tidak mungkin jika aku tiba-tiba bosan padamu. Karena...." Hasan mencondongkan tubuhnya mendekat padaku. Aku bergerak mundur ke belakang dan perlahan berakhir jatuh ke ranjang dengan posisi terlentang.

Hasan menyeringai senang karena kini dirinya mengambil kesempatan menindihku. "Apa kau sedang mengkode diriku untuk melakukan percintaan kita kembali, sayang?" desisnya menggodaku dengan nada mengejeknya.

"Cih, in your dream!" aku meludahinya bertepatan dengan dirinya yang memejamkan mata. Dia seakan tahu dengan tindakanku ini.

Hasan tidak marah, ia malah terkikik geli seraya mengelap bagian wajahnya yang terkena air liurku dengan sebelah telapak tangannya. Spontan bola mataku melotot melihat apa yang ia lakukan selanjutnya, di jilatinya telapak tangan yang berlumuran air liurku dengan sangat bernafsu.

Gila!

Pemandangan itu justru membuatku mual. Namun Hasan malah tersenyum menyeringai. "Jangankan ini, lebih dari ini aku bahkan sudah merasakannya, Ayeshaku sayang."

Brengsek!

Kata-katanya sungguh menjijikkan sekaligus membuatku meradang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status