Share

2.

Penulis: Ade Tiwi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-19 11:43:45

Aku menatap kosong kamar apartemen milik Hasan, sedikit pun mataku tak bisa terpejam. Sepertinya kantuk tak ingin menghampiriku setelah Hasan selesai menghukumku.

Jangan tanya apa hukuman yang ia berikan padaku karena aku tak ingin mengatakannya, cukup kalian pikirkan saja hukuman seperti apa yang di berikan untuk slave.

Tersenyum meringis melihat penampilanku sendiri, meskipun begitu Hasan tetap memakaikan kembali pakaian untukku. Setidaknya pria itu tidak membiarkanku naked di dalam selimut putih ini dan membiarkanku mati kedinginan dari dinginnya ac.

Tapi, tetap saja, seorang budak ya tetaplah budak. Jangan pernah bermimpi untuk menginginkan hal yang lebih indah. Anggaplah semuanya ini seperti mimpi buruk. Mimpi buruk yang sedang menghampirimu disaat kau tertidur lelap.

Cklek.

Bola mataku langsung berpindah alih saat mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Disana aku melihat dia yang perlahan masuk dengan penampilannya yang bertelanjang dada alias topless.

"Sudah bangun?" tanyanya menatapku.

Bodoh! umpatku dalam hati, ingin sekali aku meneriakkan kata itu akibat pertanyaan bodohnya.

"Ckck, kebiasaanmu." katanya yang kini mengambil posisi duduk di ranjang. Aku menolehkan kepala menatapnya penuh dengan kebencian.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Kenapa? Apa kau takut dengan tatapanku?" tanyaku balik.

Hasan tertawa sumbang, entah kenapa setiap perkataanku sepertinya terdengar lucu di kedua telinganya.

"Kau terlalu percaya diri sekali," katanya mengejekku, "justru melihat tatapanmu itu malah membuatku kembali bergairah, dan ingin kembali mengulangi percintaan panas kita." ucapnya begitu vulgar.

Ciihh! Brengsek!

"Kapan semua ini akan berakhir?" tanyaku lirih dengan mata berkaca-kaca.

"Kapan kau akan melepaskanku dari jeratan gilamu ini!" jeritku terisak.

Pertahananku runtuh, airmata yang sejak tadi ku tahan akhirnya tumpah. Mataku mendelik marah ke arahnya, menyalurkan segala perasaan dan emosiku padanya.

Aku muak! Sangat muak!

Hasan mencengkeram daguku kuat dengan sebelah tangannya. "Siapa yang mengajarimu sehingga begitu berani seperti ini?" desisnya kembali murka.

"Dirimu sendiri," sahutku lantang. "Kau sendirilah yang mengajariku untuk tidak bersikap sopan."

Plakkkk.

Satu tamparan cukup kuat Hasan daratkan dengan mulus ke pipiku. Aku mengerang merasakan perih dan kebas secara bersamaan akibat hadiah dari gambar tangan Hasan.

"Masih berani bertindak tak sopan padaku?" tanyanya.

"Aku kakakmu, kita saudara sepupu. Tidak seharusnya kita seperti ini, Hasan." desisku di depannya.

"Hanya saudara angkat, dari ibumu yang gila itu." sahut Hasan santai.

"Tapi tetap saja, aku ini lebih tua darimu. Cepat atau lambat sebentar lagi kau pasti akan bosan padaku dan meninggalkanku."

"Tidak akan!" tolak Hasan tegas, "kau adalah budakku, dan aku sudah mengklaimmu sebagai slave-ku untuk selamanya."

"Kau gila!" umpatku menggeleng-gelengkan kepala.

Sudah cukup! Aku sudah tak tahan lagi dengan kata itu. Slave? Persetan denganmu!

"Aku membencimu!" teriakku.

"Dan aku begitu memujamu, mendambakan dirimu untuk selalu berada di ranjangku. Tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh indahmu, serta mahakarya yang ku buat di sekujur tubuhmu." bisik Hasan di telingaku dengan sebelah telapak tangannya yang kini mencengkeram kuat bahuku.

"Jangan pernah mencoba untuk bisa lepas dariku. Ingat itu!" ancamnya, "aku tidak peduli dengan perbedaan jarak umur di antara kita."

"Tapi kau pernah mengatakan padaku, jika suatu saat kau bosan maka kau akan melepaskanku bukan? Ku harap kau tidak melupakan kata-katamu itu!" kataku mengingatkan kembali ucapannya waktu itu, aku sangat berharap semoga ia tidak melupakannya.

"Tentu aku ingat, tapi—" si berengsek itu menggantungkan kalimatnya.

"Tidak ada yang tahu kapan aku akan bosan denganmu. Bisa saja satu atau dua tahun kedepan bahkan mungkin lebih. Namun juga bisa saja besok atau lusa aku tiba-tiba menjadi bosan padamu. Iya, kan?" sambungnya yang membuatku geram.

"Uhm, tapi besok atau lusa sangat tidak mungkin jika aku tiba-tiba bosan padamu. Karena...." Hasan mencondongkan tubuhnya mendekat padaku. Aku bergerak mundur ke belakang dan perlahan berakhir jatuh ke ranjang dengan posisi terlentang.

Hasan menyeringai senang karena kini dirinya mengambil kesempatan menindihku. "Apa kau sedang mengkode diriku untuk melakukan percintaan kita kembali, sayang?" desisnya menggodaku dengan nada mengejeknya.

"Cih, in your dream!" aku meludahinya bertepatan dengan dirinya yang memejamkan mata. Dia seakan tahu dengan tindakanku ini.

Hasan tidak marah, ia malah terkikik geli seraya mengelap bagian wajahnya yang terkena air liurku dengan sebelah telapak tangannya. Spontan bola mataku melotot melihat apa yang ia lakukan selanjutnya, di jilatinya telapak tangan yang berlumuran air liurku dengan sangat bernafsu.

Gila!

Pemandangan itu justru membuatku mual. Namun Hasan malah tersenyum menyeringai. "Jangankan ini, lebih dari ini aku bahkan sudah merasakannya, Ayeshaku sayang."

Brengsek!

Kata-katanya sungguh menjijikkan sekaligus membuatku meradang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Slave   53.

    Part bonus.Ayesha terlihat lelah dan kini memilih kembali berbaring di ranjang, siang ini sudah kali ketiganya ia mandi membersihkan diri dari lengketnya sisa-sisa percintaannya dengan Hasan.Suaminya itu seperti orang kesurupan yang gak pernah ada kata lelah menggempur dirinya. Hampir seminggu ini mereka terus 'melakukan itu' jika ada kesempatan. Tak mempedulikan dimana tempat Hasan terus menggodanya dan merengek meminta jatah.Pagi, siang, sore hampir selalu mereka isi dengan desahan dan erangan. Jadilah siang ini Ayesha merasakan tubuhnya lelah luar biasa, tulang dan sendinya seakan remuk tak bersisa."Hentikan, Mas. Aku sangat lelah!" lirih Ayesha berusaha mendorong tubuh Hasan yang sudah bertengger nyaman menindih tubuhnya.Hasan tertawa namun tetap tak ingin beranjak dari atas tubuh Ayesha. "Capek banget ya sayang?"Ayesha mengangguk, "bangetlah. Habisnya tenaga

  • Slave   52.

    Tepat setelah satu bulan pernikahan Davira dan Haikal, keluarga Wicaksana menyelenggarakan acara pernikahan Hasan dan Ayesha.Semua persiapan sudah dilakukan secaraepikdan mantap, yang tentu saja kemewahan tetap terasa kental dalam acara tersebut. Nando bersikeras ingin melakukan yang terbaik dan termewah untuk pernikahan putranya, semua ini sebagai hadiah dan juga kenang-kenangan terindah untuknya. Menyaksikan sendiri pernikahan sang anak dengan Ayesha yang memang sudah lama menjadi impiannya.Sejak Hasan lahir, Nando sudah mengklaim pada dirinya sendiri bahwa putranya kelak yang akan menjadi jodoh Ayesha. Doanya terkabul dan ia sangat senang sekali, apalagi perjalanan kisah cinta Hasan dan Ayesha tidaklah mudah. Terlalu banyak drama dan duka yang mengiringi perjalanan asmara mereka.Lamunan Nando buyar saat seseorang menepuk pelan pundaknya, ia menoleh dan menemukan sosok besannya yang hari ini terlihat

  • Slave   51.

    Ayesha terhenyak kaget begitu mendengar kata-kata yang meluncur mulus keluar dari mulut bapaknya. Menikah? Satu hal yang tak pernah Ayesha duga jika bapaknya menyuruh sekaligus memberikan izin untuk Hasan menikahinya?Sungguh? Hah, yang benar saja! Ayesha lagi tak sedang bermimpi 'kan?Dan bukan hanya Ayesha saja disini yang kaget. Tetapi, Nando dan Hasan pun gak kalah kagetnya. Dan jangan lupakan bagaimana ekspresi terkejut ayah dan anak itu."Ridwan, benarkah ucapanmu itu?" tanya Nando melangkah masuk ke dalam kamar itu. "Kamu tidak sedang bercanda ataupun mempermainkanku dan putraku 'kan?"Ridwan menggelengkan kepala mantap, "aku serius dengan ucapanku. Memangnya kenapa? Kok kalian seperti tidak percaya begini?" Ridwan menatap mereka dengan pandangan bingung, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Hasan bergerak cepat bang

  • Slave   50.

    Hasan berjalan mengendap-endap seperti maling saat hendak ke kamar yang sekarang ini di tempati Ayesha, kamar yang dulu sering di tempati Ayesha saat tinggal di kediaman keluarga Wicaksana.Selama seminggu lebih ini Ayesha dan Ridwan menginap di rumah keluarga Wicaksana, dan rencananya siang nanti kedua orang itu memutuskan untuk pulang.Klek.Satu keuntungan bagi Hasan atas kecerobohan Ayesha untuk yang satu ini, sebab Hasan sangat hafal dan tahu betul jika Ayesha jarang menutup pintu kamarnya saat tidur.Mendapatkan kesempatan emas seperti ini tentu saja Hasan tak menyia-nyiakannya, dengan langkah riang yang disertai senyuman kebahagiaan yang tampak terbit menghiasi wajahnya.Hasan menatap lekat wajah Ayesha yang tertidur damai dalam jarak sedekat ini, perlahan tangannya terulur menyentuh surai panjang nan hitam yang terasa sangat lembut itu.Ayesha menggeliat kecil m

  • Slave   49.

    Ridwan meradang mendengar pengakuan putrinya yang bercerita tentang penghianatan Adnan yang begitu teganya berselingkuh dengan wanita lain.Ia sungguh tak percaya jika Adnan ternyata juga seorang pria berengsek, yang sialnya selama ini tertutupi oleh sikapnya yang baik bak seperti malaikat pelindung untuk putrinya. Ridwan pikir itu murni sifat alamiah dari diri seorang Adnan, namun nyatanya hanya kepalsuan belaka.Ridwan benci, kesal, dan marah. Ya, tentu saja. Orangtua mana yang tak marah jika ternyata selama ini anaknya hanya di permainkan dan terus-menerus dibohongi."Sini," ucap Ridwan merentangkan kedua tangan kekarnya lebar-lebar sebagai kode untuk Ayesha agar memeluknya.Tentu saja Ayesha langsung menerima pelukan bapaknya yang terasa begitu hangat dan nyaman. Apalagi ditambah sebuah kecupan yang mampir di puncak kepalanya secara beruntun. Ayesha mendongakkan kepalanya menatap wajah Ridwan yang tersenyu

  • Slave   48.

    Ayesha meremas ke sepuluh jari rampingnya yang saat ini saling bertautan, beragam perasaan cemas dan panik berkecamuk dalam dirinya.Bagaimanapun usahanya yang sudah susah payah mencari berbagai alasan agar Hasan tak mengantarkannya sampai ke rumah nyatanya sia-sia. Rupanya pria itu lebih licik sehingga mampu membalas ucapan Ayesha secara telak.Dan, pada akhirnya Hasan telah sampai mengantarkan Ayesha tepat di depan rumah wanita itu.Hasan mengamati rumah baru Ayesha yang tampak lumayan mewah, tidak se-sederhana seperti rumahnya yang dulu."Bagus," ucap Hasan tiba-tiba, reflek Ayesha menoleh padanya dengan mata berkedip berulang kali. "Uhm, maksudku rumah barumu bagus. Dan juga cantik."Mendengar itu Ayesha menjadi malu, ia pikir pujian bagus dan cantik itu ditujukan untuknya namun nyatanya tidak. Hmm, sepertinya Ayesha terlalu berha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status