Hasan sama sekali tak menjawab pertanyaanku, aku yang panik pun semakin bertambah berkali-kali lipat paniknya. Jelas saja! Bagaimana mungkin tidak panik jika dengan tiba-tibanya ayah Nando menghubungi Hasan dan menyuruh kami berdua menuju ke rumahnya.
Di tambah lagi tadi percakapan keduanya mengkaitkan bapakku. Anak mana yang tidak khawatir jika orang tuanya ikut di seret dalam hal yang tidak di ketahui apa maksudnya.
"Hasan, katakan padaku, sebenarnya ada apa?" aku mencoba peruntungan dengan bertanya sekali lagi pada Hasan. Siapa tau pria ini mau menjawabnya demi rasa penasaranku.
Ku lihat Hasan berdecak kesal, entah pada siapa, namun ku yakini jika ia kesal karena aku yang terus bertanya mengenai hal itu.
"Bapakmu kenapa centil sekali sih, pakai acara menelpon ayahku segala." kata Hasan yang ku tafsirkan sebagai gerutuan.
"A-apa?" kagetku dengan suara terbata.
"Mana bertanya mengenai keberadaanmu lagi, bahkan paman Ridwan mengatakan jika sejak kemarin malam kau tidak pulang." jelas Hasan membuatku sangat kalut.
"Ah, sial!" umpatnya memukul bagian sisi mobil.
Meskipun pelan namun tetap saja membuatku berjengit kaget. Aku tau Hasan tengah panik bercampur marah saat ini.
Tapi, tunggu dulu! Kenapa aku harus panik dan takut. Bukankah ini saatnya waktu yang tepat bagiku untuk mengatakan sekaligus mengakui yang sebenarnya di antara kami berdua selama dua tahun terkahir ini.
Ya, benar, inilah saatnya!
Tanpa sadar aku melengkungkan senyum membayangkannya, tapi dalam sekejap senyumku hilang ketika aku teringat akan bayangan wajah bapak. Bagaimana dengan dirinya nanti, apa reaksinya nanti saat mendengar segala pengakuan kebenaran dariku?
Tentunya bapak pasti akan terluka, ya Tuhan! Aku tidak memikirkan sampai ke situ.
Aku melirik Hasan sekilas, wajah pria itu masih sama seperti biasanya. Bahkan kini malah semakin bertambah mengerikan akibat di liputi kemarahan.
Tanpa sadar dan tanpa dapat ku tahan aku menangis sembari membuang pandangan ke arah luar. Di satu sisi aku ingin keluar dari belenggu ikatan gila yang menyakitkan ini, tapi di sisi lain aku memikirkan perasaan bapak. Kecewa itu pasti ada, dan aku tidak ingin dia merasa kecewa pada putrinya ini.
Putrinya yang kini penuh dosa dan dusta, yang tak pantas mendapatkan pengampunan dari siapapun.
*******
Aku hanya mampu menundukkan kepala di bawah pengawasan kedua pria paruh baya yang kini menatap tajam serta penuh kecurigaan pada kami. Sedangkan Hasan, jangan di tanya lagi. Pria berengsek itu sama sekali tidak ada takutnya, bahkan dengan santainya Hasan malah balik membalas tatapan mata para kedua orang tua itu.
"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi. Coba jelaskan pada ayah?" kata ayah Nando pada Hasan. Tidak, lebih tepatnya pada kami berdua meskipun tatapan matanya hanya tertuju pada putranya.
Butuh waktu beberapa menit bagi Hasan untuk menjawabnya, hingga sebuah kata maaf meluncur keluar dengan lancar.
"Maafkan aku ayah, paman."
Deg!
Jantungku berdetak kencang, was-was menunggu ucapan selanjutnya yang akan Hasan keluarkan.
Tanganku gemetaran hingga tanpa sadar ke sepuluh jari-jemariku meremas pakaianku sendiri, sebagai pengalihan dari rasa cemasku yang tak urung berkurang.
"Apa maksudnya dengan permintaan maafmu barusan?" tanya ayah Nando lagi yang semakin di buat bingung oleh Hasan.
Dari ekor mataku aku melihat Hasan melirik ku sesaat, namun entah apa maksud dari lirikan matanya aku pun tak mengerti.
Semoga saja bukan hal yang buruk. racauku dalam hati.
"Itu—"
"Hasan mengantarku ayah," sahutku menyela Hasan yang ingin bicara. "Aku meminta Hasan untuk mengantarku ke rumah milik salah satu temanku setelah kami berdua pergi dari acara pesta." ucapku yang terpaksa berbohong.
Maafkan aku bapak, ayah Nando. Aku terpaksa berbohong menutupi segala kebenaran tentang kenyataan ini, aku terpaksa menutupi tingkah buruk pria ini demi kebaikan semuanya.
Hasan mencondongkan tubuhnya sedikit mendekat ke arahku. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan suara berbisik padaku.
Aku tak menghiraukannya, dan kembali mengajak bicara kedua orang tua itu. Aku meyakinkan bapak dan ayah Nando jika yang ku katakan ini benar.
"Terus kenapa kamu berbohong pada ayah saat menelponmu tadi pagi?" tanya ayah Nando pada Hasan lagi.
Lagi-lagi aku menyela Hasan yang sudah membuka mulutnya ingin bicara. "Itu aku yang menyuruhnya mengatakan begitu ayah, karena aku pikir kalian akan cemas dan khawatir bila aku tidak bersama Hasan. Maksudnya, aku merasa aman dan nyaman ketika bersama Hasan, aku merasa terlindungi sebab tak akan ada yang berani macam-macam."
Ku lihat ayah Nando dan bapak saling pandang. Duh, apakah alasanku tidak masuk akal? pikirku panik membatin dalam hati.
Ku lirik Hasan yang diam dengan ekspresi serta raut wajah yang tak bisa terbaca.
Huffh! Aku jadi bingung sendiri.
Part bonus.Ayesha terlihat lelah dan kini memilih kembali berbaring di ranjang, siang ini sudah kali ketiganya ia mandi membersihkan diri dari lengketnya sisa-sisa percintaannya dengan Hasan.Suaminya itu seperti orang kesurupan yang gak pernah ada kata lelah menggempur dirinya. Hampir seminggu ini mereka terus 'melakukan itu' jika ada kesempatan. Tak mempedulikan dimana tempat Hasan terus menggodanya dan merengek meminta jatah.Pagi, siang, sore hampir selalu mereka isi dengan desahan dan erangan. Jadilah siang ini Ayesha merasakan tubuhnya lelah luar biasa, tulang dan sendinya seakan remuk tak bersisa."Hentikan, Mas. Aku sangat lelah!" lirih Ayesha berusaha mendorong tubuh Hasan yang sudah bertengger nyaman menindih tubuhnya.Hasan tertawa namun tetap tak ingin beranjak dari atas tubuh Ayesha. "Capek banget ya sayang?"Ayesha mengangguk, "bangetlah. Habisnya tenaga
Tepat setelah satu bulan pernikahan Davira dan Haikal, keluarga Wicaksana menyelenggarakan acara pernikahan Hasan dan Ayesha.Semua persiapan sudah dilakukan secaraepikdan mantap, yang tentu saja kemewahan tetap terasa kental dalam acara tersebut. Nando bersikeras ingin melakukan yang terbaik dan termewah untuk pernikahan putranya, semua ini sebagai hadiah dan juga kenang-kenangan terindah untuknya. Menyaksikan sendiri pernikahan sang anak dengan Ayesha yang memang sudah lama menjadi impiannya.Sejak Hasan lahir, Nando sudah mengklaim pada dirinya sendiri bahwa putranya kelak yang akan menjadi jodoh Ayesha. Doanya terkabul dan ia sangat senang sekali, apalagi perjalanan kisah cinta Hasan dan Ayesha tidaklah mudah. Terlalu banyak drama dan duka yang mengiringi perjalanan asmara mereka.Lamunan Nando buyar saat seseorang menepuk pelan pundaknya, ia menoleh dan menemukan sosok besannya yang hari ini terlihat
Ayesha terhenyak kaget begitu mendengar kata-kata yang meluncur mulus keluar dari mulut bapaknya. Menikah? Satu hal yang tak pernah Ayesha duga jika bapaknya menyuruh sekaligus memberikan izin untuk Hasan menikahinya?Sungguh? Hah, yang benar saja! Ayesha lagi tak sedang bermimpi 'kan?Dan bukan hanya Ayesha saja disini yang kaget. Tetapi, Nando dan Hasan pun gak kalah kagetnya. Dan jangan lupakan bagaimana ekspresi terkejut ayah dan anak itu."Ridwan, benarkah ucapanmu itu?" tanya Nando melangkah masuk ke dalam kamar itu. "Kamu tidak sedang bercanda ataupun mempermainkanku dan putraku 'kan?"Ridwan menggelengkan kepala mantap, "aku serius dengan ucapanku. Memangnya kenapa? Kok kalian seperti tidak percaya begini?" Ridwan menatap mereka dengan pandangan bingung, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Hasan bergerak cepat bang
Hasan berjalan mengendap-endap seperti maling saat hendak ke kamar yang sekarang ini di tempati Ayesha, kamar yang dulu sering di tempati Ayesha saat tinggal di kediaman keluarga Wicaksana.Selama seminggu lebih ini Ayesha dan Ridwan menginap di rumah keluarga Wicaksana, dan rencananya siang nanti kedua orang itu memutuskan untuk pulang.Klek.Satu keuntungan bagi Hasan atas kecerobohan Ayesha untuk yang satu ini, sebab Hasan sangat hafal dan tahu betul jika Ayesha jarang menutup pintu kamarnya saat tidur.Mendapatkan kesempatan emas seperti ini tentu saja Hasan tak menyia-nyiakannya, dengan langkah riang yang disertai senyuman kebahagiaan yang tampak terbit menghiasi wajahnya.Hasan menatap lekat wajah Ayesha yang tertidur damai dalam jarak sedekat ini, perlahan tangannya terulur menyentuh surai panjang nan hitam yang terasa sangat lembut itu.Ayesha menggeliat kecil m
Ridwan meradang mendengar pengakuan putrinya yang bercerita tentang penghianatan Adnan yang begitu teganya berselingkuh dengan wanita lain.Ia sungguh tak percaya jika Adnan ternyata juga seorang pria berengsek, yang sialnya selama ini tertutupi oleh sikapnya yang baik bak seperti malaikat pelindung untuk putrinya. Ridwan pikir itu murni sifat alamiah dari diri seorang Adnan, namun nyatanya hanya kepalsuan belaka.Ridwan benci, kesal, dan marah. Ya, tentu saja. Orangtua mana yang tak marah jika ternyata selama ini anaknya hanya di permainkan dan terus-menerus dibohongi."Sini," ucap Ridwan merentangkan kedua tangan kekarnya lebar-lebar sebagai kode untuk Ayesha agar memeluknya.Tentu saja Ayesha langsung menerima pelukan bapaknya yang terasa begitu hangat dan nyaman. Apalagi ditambah sebuah kecupan yang mampir di puncak kepalanya secara beruntun. Ayesha mendongakkan kepalanya menatap wajah Ridwan yang tersenyu
Ayesha meremas ke sepuluh jari rampingnya yang saat ini saling bertautan, beragam perasaan cemas dan panik berkecamuk dalam dirinya.Bagaimanapun usahanya yang sudah susah payah mencari berbagai alasan agar Hasan tak mengantarkannya sampai ke rumah nyatanya sia-sia. Rupanya pria itu lebih licik sehingga mampu membalas ucapan Ayesha secara telak.Dan, pada akhirnya Hasan telah sampai mengantarkan Ayesha tepat di depan rumah wanita itu.Hasan mengamati rumah baru Ayesha yang tampak lumayan mewah, tidak se-sederhana seperti rumahnya yang dulu."Bagus," ucap Hasan tiba-tiba, reflek Ayesha menoleh padanya dengan mata berkedip berulang kali. "Uhm, maksudku rumah barumu bagus. Dan juga cantik."Mendengar itu Ayesha menjadi malu, ia pikir pujian bagus dan cantik itu ditujukan untuknya namun nyatanya tidak. Hmm, sepertinya Ayesha terlalu berha
"Kenapa menatapku seperti itu?!" hardik Hasan merasa risih sekaligus kesal dengan tatapan Ayesha padanya."Tatapanmu seolah menunjukkan bahwa kau tengah melihat hantu saja." dengkus Hasan benar-benar tak suka dengan tatapan Ayesha.Mendengar itu Ayesha memalingkan wajahnya tak ingin melihat ke arah Hasan lagi. Pria itu terlalu cerewet dan berisik, telinga Ayesha terasa kebas dan panas mendengarnya."Hei, kenapa kau cuek? Aku sedang bicara padamu," Hasan menyentuh lengan Ayesha langsung segera menepisnya."Pergi!" sentak Ayesha mengusir Hasan."Tidak, aku tidak akan pergi meninggalkanmu disini sendirian." tolak Hasan menggelengkan kepalanya, "apalagi di jalanan sunyi seperti ini. Oh, tidak akan aku meninggalkanmu."Mungkin jika wanita lain yang mendengar ucapan manis Hasan in
Pagi ini Ayesha memutuskan untuk menemui Adnan di apartemen milik pria itu saja. Setahu Ayesha, Adnan jarang pulang ke rumahnya dan lebih sering menghabiskan waktunya di apartemen sama seperti Hasan.Astaga! Ayesha mengumpat dalam hati, disaat seperti ini bisa-bisanya ia malah kepikiran si berengsek Hasan.Tidak, Ayesha harus bisa mengenyahkan Hasan dari pikirannya sejauh mungkin. Dan sekarang Ayesha harus fokus pada Adnan, pria itu mungkin saja memang sedang marah padanya.Ayesha sebenarnya juga merasa bersalah karena belakangan ini kurang perhatian pada Adnan, dan malah lebih mementingkan lamunan konyol yang selalu memikirkan pria berengsek itu. Sungguh bodoh! Tak seharusnya ia memikirkan pria lain disaat seorang pria yang berstatus tunangannya itu lebih penting dan lebih berarti setelah kedua orang tuanya.Ayesha tersenyum sumringah menatap bangunan unit apartemen, ia langsung segera masuk ke dalam li
Aahhh.Suara desahan saling bersahutan itu terdengar memenuhi seisi ruangan kamar bernuansa putih tersebut. Kamar milik seorang pria di sebuah apartemen mewah miliknya.Adnan tampak begitu bersemangat menghujamkan miliknya ke lembah sempit nan hangat milik wanita bayaran itu, atau yang biasa di panggil dengan sebutan jalang favorit Adnan.Ya, favorit karena Adnan selalu meminta jasa berupa tubuh dan tenaga wanita itu untuk memuaskannya. Dengan kata lain, wanita tersebut berhasil membuat Adnan kecanduan akan dirinya. Tidak, pada tubuhnya. Padahal Adnan adalah tipekal pria yang mudah bosan, sekali pakai buang alias tidak ada kata yang kedua, ketiga, dan seterusnya.Tapi, dengan Maya? Lihatlah! Adnan seperti tak pernah puas akan tubuh montok itu. Tubuh yang saat ini tengah di gagahinya dengan sangat buas, panas dan liar."Oh, fu*k!" Adnan mengumpat dengan keras, persetubuhan mereka memang se