Share

4.

Author: Ade Tiwi
last update Last Updated: 2021-04-19 11:45:10

Segala dugaanku benar, perang kembali dimulai antara aku dan Davira. Tidak, lebih tepatnya Davira sendiri yang menatap sengit tak suka padaku, mengeluarkan segala ujaran kebenciannya padaku sedangkan aku hanya diam saja dengan kepala tertunduk tanpa mampu melawannya.

Bukan karena aku lemah, tetapi karena aku masih menghargai kedua keluarga ini yang sangat baik padaku. Menghargai para orang tua yang sudah sangat berjasa dalam hidupku, untuk itu aku tidak mampu melawan hinaan cercaan dari Davira.

Sesungguhnya aku merasa tersakiti. Ya, siapapun pasti akan merasa terluka jika mendapat perlakuan tak menyenangkan dari seseorang.

"Hei, ngapain lo disini?" tanya Vira berteriak nyaring di dekatku.

Teriakan Davira langsung di jawab kemarahan mama Airaa dan papa Dava yang secara tak sengaja seperti membelaku. Dan itu membuat Davira semakin kesal padaku.

Ini bukanlah satu atau yang kedua kalinya, hal ini kerap terjadi apabila aku dan Davira saling di pertemukan. Karena hal inilah makanya tadi aku ngotot menolak tak ingin ikut pada Hasan. Tapi, si Hasan berengsek itu tetap pada pendiriannya sehingga tak menerima penolakanku.

Ruang makan yang tadinya sunyi senyap sebelum kehadiran Davira kini menjadi bising di isi oleh perdebatan dan keributan yang di buat gadis bar-bar itu.

Kenapa aku memanggil Davira dengan sebutan gadis bar-bar? Ya, karena tingkah dan penampilannya memang pantas mendapatkan predikat gadis bar-bar.

Kepalaku mendadak pusing dengan keributan ini, yang mampu ku lakukan hanya menundukkan wajah sembari memijit dahi dengan tangan yang menopang di meja makan.

Akhirnya, aku yang tak tahan pun berniat pergi dari sana agar keributan berhenti. Namun sayangnya, niatku di hentikan oleh seruan suara papa Dava yang melarangku, dan menyuruhku untuk tetap duduk di tempatku.

Awalnya aku ingin menolak keinginan papa Dava, tapi sekali lagi beliau memperingatiku. Aku pasrah, dan akhirnya mengalah dengan menuruti keinginannya.

Davira kembali mencecarku dengan segala hinaannya lagi, kali ini bunda Kia dan ayah Nando ikut angkat bicara. Hanya saja cara mereka berbeda, pasangan suami-istri itu lebih cenderung bersikap menenangkan Davira ketimbang dengan cara terang-terangan membelaku.

Sayangnya walaupun mereka membujuk Davira dengan cara yang sangat lembut, gadis itu tetap tak ingin berada satu meja makan jika aku ada di tengah-tengah keluarga ini.

Aku tidak tau dan tak mengerti, entah hal apa yang membuat Davira begitu membenciku. Berbeda sekali dengan Cavia, gadis itu meskipun tidak banyak bicara tetapi ia selalu bersikap baik dan manis bahkan sering bertegur sapa denganku.

Dia menghargaiku layaknya saudara kandung sendiri, bahkan panggilnya pun sopan memanggilku dengan sebutan kakak. Setidaknya, aku merasa seperti di anggap kakaknya sendiri oleh Cavia, gadis cantik yang murah tersenyum. Sama seperti bunda Kia.

"Davira cukup!" seruan lantang bersuara berat itu.

Sedikit terkejut aku mendongakkan kepala dan melihat Hasan yang hari ini tiba-tiba saja membelaku. Sesuatu hal yang sangat mengejutkan bagi semua orang, termasuk aku sendiri yang luar biasa kaget.

"Bagaimanapun juga, Ayesha masih dari bagian keluarga ini. Dia anak dari bibi Aisyah yang merupakan anak angkat dari adik nenek Nella, nenekku yang juga merupakan nenekmu. Aku harap kamu tidak melupakan fakta itu Vira." jelas Hasan seakan menegaskan jika ia tidak suka apabila salah satu dari keluarganya menghina diriku.

Davira tertawa sumbang, "aku cukup terkejut untuk hari ini bang. Ini untuk pertama kalinya bang Hasan membela wanita jalang itu setelah sekian lama aku melabraknya. Uwoww!" Davira bertepuk tangan ria seolah ia sedang menonton sebuah pertunjukan yang sangat menarik.

Aku melihat raut kemarahan yang tergambar jelas di wajah Hasan saat Davira mengataiku jalang. Seakan lelaki berengsek itu tak terima apabila seseorang mengataiku demikian, padahal sesungguhnya sangat jelas jika aku seperti jalang. Lebih tepatnya, jalang untuknya.

Tapi, meskipun begitu ada sebagian kebahagiaan yang terselip membuncah dadaku. Walaupun lebih banyak dari sebagian diriku yang membenci sosoknya.

Ya, aku sangat membencinya. Membenci segala bentuk perlakuannya.

"Aku sudah bilang bukan, jika aku tidak sudi jika harus duduk dan makan dalam satu meja bersama wanita itu." tunjuk Davira ke arahku, "kenapa kalian semua tidak ada yang bisa mengerti?!" jeritnya kali ini terlihat frustasi.

Sama frustasinya sepertiku, aku sungguh tak tahan dengan situasi ini. Ya Tuhan!

Terlihat papa Dava dan ayah Nando terlibat percakapan serius, yang aku dengar dari percakapan itu adalah jika ingin ini berakhir maka salah satu dari kami harus ada yang pergi.

Davira mengusulkan dirinya sendiri untuk pergi meninggalkan ruang makan ini, tapi terhalang oleh Hasan yang berseru dan memutuskan jika aku dan dirinya yang akan pergi dari sini.

Hasan melangkah mendekatiku, menyentuh tanganku sebagai isyarat untuk pergi dari sini. Aku bangkit berdiri dari dudukku yang langsung di tarik Hasan sedikit kasar menjauh dari sana.

Saat melewati Davira aku masih sempat melihatnya yang menatapku sinis seraya mendengkus kesal. Davira mengerakkan bibirnya tanpa suara membentuk kata, bitch!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Slave   53.

    Part bonus.Ayesha terlihat lelah dan kini memilih kembali berbaring di ranjang, siang ini sudah kali ketiganya ia mandi membersihkan diri dari lengketnya sisa-sisa percintaannya dengan Hasan.Suaminya itu seperti orang kesurupan yang gak pernah ada kata lelah menggempur dirinya. Hampir seminggu ini mereka terus 'melakukan itu' jika ada kesempatan. Tak mempedulikan dimana tempat Hasan terus menggodanya dan merengek meminta jatah.Pagi, siang, sore hampir selalu mereka isi dengan desahan dan erangan. Jadilah siang ini Ayesha merasakan tubuhnya lelah luar biasa, tulang dan sendinya seakan remuk tak bersisa."Hentikan, Mas. Aku sangat lelah!" lirih Ayesha berusaha mendorong tubuh Hasan yang sudah bertengger nyaman menindih tubuhnya.Hasan tertawa namun tetap tak ingin beranjak dari atas tubuh Ayesha. "Capek banget ya sayang?"Ayesha mengangguk, "bangetlah. Habisnya tenaga

  • Slave   52.

    Tepat setelah satu bulan pernikahan Davira dan Haikal, keluarga Wicaksana menyelenggarakan acara pernikahan Hasan dan Ayesha.Semua persiapan sudah dilakukan secaraepikdan mantap, yang tentu saja kemewahan tetap terasa kental dalam acara tersebut. Nando bersikeras ingin melakukan yang terbaik dan termewah untuk pernikahan putranya, semua ini sebagai hadiah dan juga kenang-kenangan terindah untuknya. Menyaksikan sendiri pernikahan sang anak dengan Ayesha yang memang sudah lama menjadi impiannya.Sejak Hasan lahir, Nando sudah mengklaim pada dirinya sendiri bahwa putranya kelak yang akan menjadi jodoh Ayesha. Doanya terkabul dan ia sangat senang sekali, apalagi perjalanan kisah cinta Hasan dan Ayesha tidaklah mudah. Terlalu banyak drama dan duka yang mengiringi perjalanan asmara mereka.Lamunan Nando buyar saat seseorang menepuk pelan pundaknya, ia menoleh dan menemukan sosok besannya yang hari ini terlihat

  • Slave   51.

    Ayesha terhenyak kaget begitu mendengar kata-kata yang meluncur mulus keluar dari mulut bapaknya. Menikah? Satu hal yang tak pernah Ayesha duga jika bapaknya menyuruh sekaligus memberikan izin untuk Hasan menikahinya?Sungguh? Hah, yang benar saja! Ayesha lagi tak sedang bermimpi 'kan?Dan bukan hanya Ayesha saja disini yang kaget. Tetapi, Nando dan Hasan pun gak kalah kagetnya. Dan jangan lupakan bagaimana ekspresi terkejut ayah dan anak itu."Ridwan, benarkah ucapanmu itu?" tanya Nando melangkah masuk ke dalam kamar itu. "Kamu tidak sedang bercanda ataupun mempermainkanku dan putraku 'kan?"Ridwan menggelengkan kepala mantap, "aku serius dengan ucapanku. Memangnya kenapa? Kok kalian seperti tidak percaya begini?" Ridwan menatap mereka dengan pandangan bingung, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Hasan bergerak cepat bang

  • Slave   50.

    Hasan berjalan mengendap-endap seperti maling saat hendak ke kamar yang sekarang ini di tempati Ayesha, kamar yang dulu sering di tempati Ayesha saat tinggal di kediaman keluarga Wicaksana.Selama seminggu lebih ini Ayesha dan Ridwan menginap di rumah keluarga Wicaksana, dan rencananya siang nanti kedua orang itu memutuskan untuk pulang.Klek.Satu keuntungan bagi Hasan atas kecerobohan Ayesha untuk yang satu ini, sebab Hasan sangat hafal dan tahu betul jika Ayesha jarang menutup pintu kamarnya saat tidur.Mendapatkan kesempatan emas seperti ini tentu saja Hasan tak menyia-nyiakannya, dengan langkah riang yang disertai senyuman kebahagiaan yang tampak terbit menghiasi wajahnya.Hasan menatap lekat wajah Ayesha yang tertidur damai dalam jarak sedekat ini, perlahan tangannya terulur menyentuh surai panjang nan hitam yang terasa sangat lembut itu.Ayesha menggeliat kecil m

  • Slave   49.

    Ridwan meradang mendengar pengakuan putrinya yang bercerita tentang penghianatan Adnan yang begitu teganya berselingkuh dengan wanita lain.Ia sungguh tak percaya jika Adnan ternyata juga seorang pria berengsek, yang sialnya selama ini tertutupi oleh sikapnya yang baik bak seperti malaikat pelindung untuk putrinya. Ridwan pikir itu murni sifat alamiah dari diri seorang Adnan, namun nyatanya hanya kepalsuan belaka.Ridwan benci, kesal, dan marah. Ya, tentu saja. Orangtua mana yang tak marah jika ternyata selama ini anaknya hanya di permainkan dan terus-menerus dibohongi."Sini," ucap Ridwan merentangkan kedua tangan kekarnya lebar-lebar sebagai kode untuk Ayesha agar memeluknya.Tentu saja Ayesha langsung menerima pelukan bapaknya yang terasa begitu hangat dan nyaman. Apalagi ditambah sebuah kecupan yang mampir di puncak kepalanya secara beruntun. Ayesha mendongakkan kepalanya menatap wajah Ridwan yang tersenyu

  • Slave   48.

    Ayesha meremas ke sepuluh jari rampingnya yang saat ini saling bertautan, beragam perasaan cemas dan panik berkecamuk dalam dirinya.Bagaimanapun usahanya yang sudah susah payah mencari berbagai alasan agar Hasan tak mengantarkannya sampai ke rumah nyatanya sia-sia. Rupanya pria itu lebih licik sehingga mampu membalas ucapan Ayesha secara telak.Dan, pada akhirnya Hasan telah sampai mengantarkan Ayesha tepat di depan rumah wanita itu.Hasan mengamati rumah baru Ayesha yang tampak lumayan mewah, tidak se-sederhana seperti rumahnya yang dulu."Bagus," ucap Hasan tiba-tiba, reflek Ayesha menoleh padanya dengan mata berkedip berulang kali. "Uhm, maksudku rumah barumu bagus. Dan juga cantik."Mendengar itu Ayesha menjadi malu, ia pikir pujian bagus dan cantik itu ditujukan untuknya namun nyatanya tidak. Hmm, sepertinya Ayesha terlalu berha

  • Slave   47.

    "Kenapa menatapku seperti itu?!" hardik Hasan merasa risih sekaligus kesal dengan tatapan Ayesha padanya."Tatapanmu seolah menunjukkan bahwa kau tengah melihat hantu saja." dengkus Hasan benar-benar tak suka dengan tatapan Ayesha.Mendengar itu Ayesha memalingkan wajahnya tak ingin melihat ke arah Hasan lagi. Pria itu terlalu cerewet dan berisik, telinga Ayesha terasa kebas dan panas mendengarnya."Hei, kenapa kau cuek? Aku sedang bicara padamu," Hasan menyentuh lengan Ayesha langsung segera menepisnya."Pergi!" sentak Ayesha mengusir Hasan."Tidak, aku tidak akan pergi meninggalkanmu disini sendirian." tolak Hasan menggelengkan kepalanya, "apalagi di jalanan sunyi seperti ini. Oh, tidak akan aku meninggalkanmu."Mungkin jika wanita lain yang mendengar ucapan manis Hasan in

  • Slave   46.

    Pagi ini Ayesha memutuskan untuk menemui Adnan di apartemen milik pria itu saja. Setahu Ayesha, Adnan jarang pulang ke rumahnya dan lebih sering menghabiskan waktunya di apartemen sama seperti Hasan.Astaga! Ayesha mengumpat dalam hati, disaat seperti ini bisa-bisanya ia malah kepikiran si berengsek Hasan.Tidak, Ayesha harus bisa mengenyahkan Hasan dari pikirannya sejauh mungkin. Dan sekarang Ayesha harus fokus pada Adnan, pria itu mungkin saja memang sedang marah padanya.Ayesha sebenarnya juga merasa bersalah karena belakangan ini kurang perhatian pada Adnan, dan malah lebih mementingkan lamunan konyol yang selalu memikirkan pria berengsek itu. Sungguh bodoh! Tak seharusnya ia memikirkan pria lain disaat seorang pria yang berstatus tunangannya itu lebih penting dan lebih berarti setelah kedua orang tuanya.Ayesha tersenyum sumringah menatap bangunan unit apartemen, ia langsung segera masuk ke dalam li

  • Slave   45.

    Aahhh.Suara desahan saling bersahutan itu terdengar memenuhi seisi ruangan kamar bernuansa putih tersebut. Kamar milik seorang pria di sebuah apartemen mewah miliknya.Adnan tampak begitu bersemangat menghujamkan miliknya ke lembah sempit nan hangat milik wanita bayaran itu, atau yang biasa di panggil dengan sebutan jalang favorit Adnan.Ya, favorit karena Adnan selalu meminta jasa berupa tubuh dan tenaga wanita itu untuk memuaskannya. Dengan kata lain, wanita tersebut berhasil membuat Adnan kecanduan akan dirinya. Tidak, pada tubuhnya. Padahal Adnan adalah tipekal pria yang mudah bosan, sekali pakai buang alias tidak ada kata yang kedua, ketiga, dan seterusnya.Tapi, dengan Maya? Lihatlah! Adnan seperti tak pernah puas akan tubuh montok itu. Tubuh yang saat ini tengah di gagahinya dengan sangat buas, panas dan liar."Oh, fu*k!" Adnan mengumpat dengan keras, persetubuhan mereka memang se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status