Home / Romansa / Sleeping with my Friend / Bab 3 - Teman Minum

Share

Bab 3 - Teman Minum

last update Last Updated: 2021-07-12 20:30:18

Jessie tidak bisa menghilangkan degup jantungnya yang semakin menggila. Masalahnya, hari ini ia sudah memutuskan untuk melepas kehormatannya dengan Henry, lelaki yang ia cintai. Disisi lain, ia merasa takut jika Henry akan kecewa dengan dirinya yang tak tahu apapun tentang seks.

Jessie mencoba menenangkan diri dengan meminum anggur yang tadi memang dibawakan Henry untuk mereka. Saat ini, keduanya sedang menonton film bersama di ruang tengah apartmen Jessie. Tak ada suara diantara mereka. Henry tampak menikmati jalannya film yang sedang mereka putar, sedangkan Jessie tampak sedang berusaha mengendalikan dirinya agar tak tampak salah tingkah.

“Sepertinya, kau sedang tidak nyaman.” Ucap Henry kemudian.

“Maaf, aku hanya tidak bisa mengendalikan degup jantungku.” Jawab Jessie dengan jujur.

Henry tertawa lebar. Jemarinya terulur mengusap lembut puncak kepala Jessie. “Kalau kau belum siap, aku tidak akan memaksa.”

“Tidak! Aku sudah siap. Uum, maksudku, aku sudah menunggu malam ini.”

Henry menatap Jessie dengan intens. “Kalau begitu, bolehkah aku memulainya sekarang?”

Keterkejutan tampak jelas terukir di wajah Jessie. “Apa? Uum, bukankah ini masih sore, dan aku…” Jessie tampak tidak siap dengan apa yang akan dilakukan kekasihnya tersebut.

Henry tersenyum lembut. “Aku tahu, kau hanya belum siap, Jess.”

“Henry, aku hanya…” Jessie tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Nyatanya apa yang dikatakan Henry adalah hal yang benar. Bahwa ia memang tidak siap melakukan ini. memang pikirannya sangat kuno, tapi mau bagaimana lagi. Jessie menghela napas panjang, lalu ia menjawab. “Ya, sebenarnya, aku belum cukup siap.”

“Aku mengerti.” Henry lalu melirik ke arah jam tangannya, kemudian ia berkata “Sebenarnya, hari ini aku ada janji dengan seorang pasien. Kau, tidak apa-apa bukan jika aku pergi sekarang?”

“Kau pergi karena aku belum siap melakukan seks denganmu?”

“Tidak, bukan begitu.”

“Tapi kita sudah sepakat kalau kita akan menghabiskan malam bersama malam ini. dan kini, kau berkata jika kau memiliki janji dengan pasienmu setelah aku menolakmu.”

“Jess. Tidakkah kau mengerti bahwa ini juga terasa sulit untukku? aku laki-laki normal yang sangat menginginkanmu. Mana mungkin kita bisa menghabiskan malam bersama tanpa melakukan apapun.”

Jessie berdiri seketika. “Kalau begitu, sentuh aku.”

Henry menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku berusaha menghormatimu. Saat kau berkata belum siap, maka aku tak akan melakukannya.”

“Oh Henry.” Jessie terpana dengan lelaki di hadapannya tersebut.

“Biarkan aku pergi. Oke?”

Jessie memejamkan matanya frustasi. Ia tidak ingin Henry pergi dengan kekecewaan yang tampak jelas di wajahnya, tapi mau bagaimana lagi. Jessie juga tidak  bisa membohongi dirinya sendiri jika dirinya memang belum siap untuk melakukan hal seintim itu dengan Henry. Astaga, apa yang terjadi dengannya?

“Baiklah. Tapi, kau tidak marah denganku, bukan?”

Henry tersenyum lembut. “Tentu saja tidak.” Jawabnya sembari mengusap lembut pipi Jessie. Jessie ikut tersenyum, ia mersa lega, tapi di sisi lain, ia tetap merasa tidak enak karena sudah membatalkan rencana mesra mereka berdua.

****

Jessie mengantar Henry hingga basement. Saat ia kembali, ia mendapati Cody yang berada di sebelah lift. Lelaki paruh baya itu tampak sedang memapah seorang wanita dengan pakaian minimnya.

“Woow, aku tidak menyangka jika kau memiliki teman seperti ini, Cod.” Wanita itu memang tampak seperti wanita jalang dengan pakaian ketatnya, belum lagi gayanya yang sudah seperti wanita yang sedang mabuk membuat Jessie sulit mencerna sebenarnya apa yang sedang terjadi.

“Kau tahu? Temanmu sedang menggila.” Ucap si penjaga apartemen tersebut.

Jessie mengangkat sebelah alisnya. “Teman? Steve? Apa yang dia lakukan?”

“Dia sedang berpesta dengan banyak sekali wanita. Dan aku di sini dibayar lebih untuk mengantar mereka-mereka yang sudah teler seperti ini.”

Jessie menggelengkan kepalanya. “Astaga, apa dia sudah gila? Aku akan menegurnya.” Ucap Jessie kemudian yang segera menuju ke lantai dimana Apartmen Steve berada.

Tak menunggu lama, Jessie akhirnya sampai di depan pintu apartmen Steve. Setelah itu ia membuka begitu saja pintu tersebut karena Jessie memang sudah mengetahui passwordnya.

Jessie sangat terkejut ketika mendapati apa yang ada di dalam apartmen Steve. Musik diputar dengan nyaring, lampu dimatikan dan hanya terdapat lampu gemerlap hingga suasana seperti sedang berada di dalam sebuah kelab malam. Dua orang wanita setengah telanjang menari dengan gaya erotis di atas meja Steve, sedangkan Steve sendiri sedang duduk menikmati tarian tersebut dengan segelas minuman yang berada di tangannya. Tak lupa, terdapat juga dua orang wanita di sisi kiri dan kanannya.

Melihat itu membuat Jessie kesal, sangat kesal. Steve seperti seorang yang kekanakan. Bagaimanapun juga, Jessie merasa jika hal seperti ini tak seharusnya dilakukan oleh Steve. Apa lelaki itu akan mengadakan pesta seks?

Jessie berjalan cepat menuju ke arah hometeater yang memutar lagu-lagu tersebut, kemudian tanpa banyak bicara lagi, Jessie mematikannya. Membuat semua yang berada di ruangan tersebut menatap ke arah Jessie seketika. Tak terkecuali Steve.

Steve berdiri seketika, ia tidak menyangka jika Jessie berada di sini dan melihatnya seperti ini.

“Siapa dia? mengganggu saja.” tanya seorang wanita yang menari di atas meja Steve.

“Keluar dari sini.” Ucap Jessie kemudian.

“Hei, memangnya kau siapa?” tanya perempuan itu. Sedangkan Steve hanya diam masih ternganga dengan kehadiran Jessie.

“Aku kekasihnya. Sekarang kalian keluar dari sini, atau aku akan memanggil polisi untuk menangkap kalian.” Ancam Jessie.

Mendengar itu membuat para wanita yang ada di sana sedikit panik, apalagi saat melihat Steve yang hanya diam ternganga menatap ke arah Jessie. Lelaki itu seakan tak memiliki kemampuan untuk membela mereka dan terkesan membenarkan Jessie. Akhirnya, para wanita itu pergi meninggalkan apartmen Steve dengan sesekali menggerutu kesal pada Jessie.

Setelah para perempuan itu pergi meninggalkan apartmen Steve. Jessie segera memunguti apapun yang berada di ruang tengah tersebut yang baginya tampak berantakan. Sedangkan Steve, ia masih berdiri mematung menatap keberadaan Jessie di sana.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Steve pada Jessie yang tampak lebih fokus pada ruang tengah apartmen Steve ketimbang si pemilik apartmen itu sendiri.

“Kau tidak lihat? Aku sedang membereskan sampah.”

“Kau tahu apa maksud dari pertanyaanku. Kenapa kau disini? Bukankah seharusnya kau kencan dengan pacar Gay mu itu?”

Jessie berkacak pinggang tidak suka dengan pertanyaan Steve. “Yang pertama, kedatanganku kesini untuk menyadarkanmu bahwa kelakuanmu ini mengganggu penghuni apartmen lainnya, dan yang kedua, dia tidak Gay!”

Steve malah bersedekap. “Apartmenku kedap suara. Lagi pula, apartmenmu berbeda Lima lantai dari tempatku, jadi aku tak mungkin mengganggumu.”

“Terserah kau saja.” Jessie menjawab dengan tak acuh. Sebenarnya, Jessie juga tak mengerti apa yang ia lakukan di sini. Seharusnya ia tak peduli dengan Steve, dan bisa dibilang jika ia masih marah dengan lelaki itu. Tapi Jessie tak memungkiri jika malam ini dirinya butuh seorang teman untuk mencurahkan isi hatinya. Mencurahkan kebodohannya karena sudah menolak Henry dan membuat kekasihnya itu kabur begitu saja.

Jessie tahu, bahwa ia butuh teman untuk minum bersama dan menghilangkan kegalauannya yang entah bersumber dari mana. Dan ia juga tahu, bahwa hanya Stevelah teman yang cocok untuk membuatnya lebih baik lagi.

Kenyataan bahwa lelaki itu memilih bersenang-senang dan berpesta dengan banyak wanita jalang membuat Jessie marah. Jessie kesal, kenapa disaat hubungannya terasa sulit dengan Henry, Steve malah bisa sesuka hati tidur dengan berbagai macam wanita. Iri? Tentu saja, tapi Jessie tidak ingin mengungkapkan rasa irinya karena ia tahu bahwa ia tidak berhak merasakan perasaan tersebut.

Ingat, mereka hanya berteman, tidak lebih.

Saat Jessie memilih mengabaikan Steve, saat itulah Steve merasa emosinya terpancing. Secepat kilat Steve mencengkeram kedua bahu Jessie lalu ia bertanya sekali lagi. “Apa yang kau lakukan di sini?” kali ini pertanyaan Steve terdengar tajam dan menuntut.

Jessie tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Ia butuh teman, sungguh, tapi sepertinya mendatangi Steve adalah salah.

“Oke, aku pergi.” Jessie mengangkat kedua tangannya dan bersiap pergi.

“Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Jess! Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Steve lagi. Jessie tahu jika Steve sudah seperti ini, maka ia tak memiliki jalan lain selain jujur dengan lelaki itu.

Jessie menurunkan bahunya, ia mendesah panjang sebelum berkata “Aku butuh minum. Aku butuh teman minum! Apa kau puas?!” serunya dengan kesal dan frustasi.

Steve yang menatap Jessie merasa terketuk hatinya. Ia tidak pernah melihat Jessie sefrustasi saat ini. Kekesalan yang ia rasakan sepanjang hari pada Jessie karena wanita itu lebih membela kekasihnya dibandingkan dirinya kini lenyap begitu saja saat melihat kebingungan yang tampak jelas di wajah wanita itu.

Jessie memiliki masalah, Steve tahu itu. Wanita itu butuh minum, dan ia akan menemani wanita itu minum hingga melupakan masalahnya.

-TBC-

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sleeping with my Friend   EPILOG

    Jessie dan Steve sarapan dengan sesekali tersenyum satu sama lain. Sesekali menggoda hingga keduanya tidak sadar jika sepasang mata sedang mengawasi mereka dan tersenyum geli melihat kekelakuan keduanya.“Menggelikan sekali.” Akhirnya Frank tak kuasa berkomentar dengan apa yang ia lihat sejak tadi.Steve dan Jessie saling pandang, lalu keduanya tersenyum, menertawakan apa yang dikatakan Frank. “Kau hanya belum mengalaminya, Frank.” Steve yang menjawab.“Well, kau sudah seperti George saja. Semalaman dia menasehatiku, membuat telingaku panas karena mendengarkan tentang macam-macam wanita yang patut kunikahi versinya. Yang benar saja. Aku tak akan menikah.”“Kau sudah berjanji padaku, Frank.” George yang mendengarnya akhirnya menyahut. Lelaki paruh baya itu sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya.“Berjanji untuk memberikan keturunan, bukan menikah, Dad.”“Kau ta

  • Sleeping with my Friend   Bab 36 - 'Teman Hidup'

    “Tidak mungkin.” Kali ini giliran Steve yang menggelengkan kepalanya.“Aku emosi saat Donna berkata bahwa dia perempuan yang istimewa dimatamu, karena itu kau tidak ingin menyentuhnya sebelum kalian menikah. Maka dari itu, aku marah, aku ingin kau menyamakan posisi kami. Tapi saat kau pergi, aku tak bisa tidur memikirkanmu. Bagaimana jika kau benar-benar menidurinya? Bagaimana jika kalian benar-benar seintim itu? Aku benar-benar tak dapat berpikir dengan tenang.”“Jess.”“Tidak, Steve. dan tadi siang aku melihat dia datang ke kantormu, kalian tampak sangat dekat dan intim. Menurutmu, apa yang harus kulakukan? Aku sudah melihat akhir hubungan kita. Karena itulah aku pergi.”Secepat kilat Steve meraih tubuh Jessie kemudian memeluk erat tubuh istrinya tersebut. “Dasar bodoh. Seharusnya kau membahas dulu hal itu denganku.”“Aku tidak ingin membahasnya karena aku takut mendengar sesuatu y

  • Sleeping with my Friend   Bab 35 - "Aku Begitu Mencintaimu"

    Jessie terbangun saat mendapati sebuah lengan memeluknya dari belakang. Bahkan sebuah telapak tangan menangkup dan mengusap lembut permukaan perutnya. Jessie bangkit seketika dan mendapati Steve berada di atas ranjang yang sama dengan dirinya.“Steve? apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tak percaya. Jessie tidak percaya Steve berada di sisinya saat ini. dari mana lelaki itu tahu bahwa ia pulang ke Pennington? Apa Frank yang memberitahu? Apa ayahnya yang menghubungi Steve?“Hai. Aku tidur.” Jawab Steve sembari mengucek matanya seperti anak kecil.“Maksudku, darimana kau tahu aku berada di sini?”“Kembalilah, dan mari kita tidur lagi.” Ajak Steve. Steve ingin menikmati kebersamaannya dengan Jessie, ia tidak ingin membahas tentang masalah mereka terlebih dahulu.“Tidak. Katakan, kenapa kau berada di sini?” Jessie masih kukuh degan pendiriannya.Akhirnya, Steve menarik lengan Jessie

  • Sleeping with my Friend   Bab 34 - Melarikan Diri

    Jessie sudah bulat pada keputusannya, bahwa ia akan pulang ke Pennington sementara waktu. Memang terlihat sangat kekanakan, tapi ia tidak bisa selalu memikirkan tentang Steve dan Donna Simmon lalu berakhir stress dan membahayakan kandungannya. Jessie ingin menenangkan diri di rumah Sang ayah.Tadi siang, setelah berperang dengan batinnya sendiri, Jessie berinisiatif untuk menemui Steve lebih dulu. Ia ke tempat kerja lelaki itu, dan di sana, Jessie mendapati Steve sedang menerima tamunya.Tamu istimewa tentunya.Jessie bahkan sempat melihat posisi wanita itu yang duduk dengan berani di meja kerja Steve, dengan jemari yang menggoda dada Steve. Tentu Jessie belum sempat mendengar apa yang mereka bahas, karena Jessie memilih untuk kembali pergi setelah membuka sedikit pintu ruang kerja Steve dan mendapati pemandangan tersebut.Mungkin, mereka baru saja membahas tentang malam panas mereka semalam, mungkin mereka sedang membahas waktu untuk berci

  • Sleeping with my Friend   Bab 33 - Tidak Tertarik

    “Katakan dengan jujur, maka aku akan menerimanya. Aku akan menerima perpisahan kita jika kau mengaku bahwa selama ini kau tidak mencintaiku.”“Tidak.” Jessie berkata cepat. “Aku mencintaimu. Sungguh.” Ya, Jessie jujur. Ia memang mencintai Henry. Karena itulah ia menerima lamaran lelaki itu.“Tapi rasa cintamu padaku tak sebesar rasa cintamu padanya, Jess. Tolong, berkatalah dengan jujur padaku.”Jessie hanya menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Aku… Aku…”“Kau mencintainya, kan?”Jessie memejamkan matanya frustasi. “Ya….” Desahnya.Kali ini giliran Henry yang memejamkan matanya frustasi. Henry sudah curiga dengan kenyataan itu. Sudah sejak lama. Dan dia baru berani mengutarakan kecurigaannya hari ini. saat hubungan mereka sudah benar-benar berakhir.

  • Sleeping with my Friend   Bab 32 - "Dia cinta pertamaku"

    Menjelang pagi, Steve baru pulang.Sebenarnya, Steve ingin pulang ke apartmennya sendiri, tapi hatinya tidak bisa berkompromi. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Jessie. Akhirnya Steve memilih pulang ke apartmen Jessie.Masuk ke dalam, Steve mendapati Jessie tertidur di sofa ruang tengah. Kakinya melangkah dengan sendirinya menuju ke arah Jessie, berjongkok di hadapan wanita itu, lalu mengamatinya.“Sial! Apa kau tidak bisa melihat keberadaanku, Jess? Bagaimana mungkin kau meminta suamimu untuk meniduri perempuan lain? Apa aku begitu tak berarti untukmu?”Steve menatap Jessie dengan tatapan penuh luka. Baru kali ini ada seorang wanita yang membuatnya sakit hingga seperti ini. baru kali ini ia merasa tidak diinginkan oleh seorang wanita. Kenapa harus Jessie yang melakukannya? Kenapa harus wanita ini yang menyakitinya?Steve tahu, bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan bisa membenci Jessie. Wanita ini akan selalu menjadi wanita istimewa di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status