01
"Koko pamit, ya, Sayang," bisik Nick Sanjaya sambil memeluk erat kekasihnya.Inerie Melyndra yang biasa dipanggil dengan Erie itu tidak menjawab, melainkan hanya memejamkan mata sambil menahan rasa panas yang menandakan netranya telah membentuk bulir bening. Nick menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Mengusap rambut Erie beberapa kali, sebelum mendaratkan kecupan di puncak kepala perempuan tersebut.Perlahan Erie mengurai pelukan dan menolak tubuh. Dia hendak mengelak ketika jemari telunjuk Nick memegangi dagu dan mengarahkannya ke atas, hingga mereka saling berhadapan."Jangan nangis dong. Beberapa bulan nanti koko pulang. Kalau orang tuamu masih belum menyetujui lamaran koko, kamu langsung ikut saja koko kembali ke Singapura, dan kita menikah di sana," tukas Nick.Erie membuka mata dan bulir bening meluncur tanpa sempat ditahan. Perempuan itu terkesiap kala Nick menggeser jemari dan menyeka air mata dengan gerakan lembut."Senyum dong, karena itu yang ingin koko ingat tentang kita."Erie menggeleng pelan, tetapi kemudian terpaku saat Nick membentuk senyuman dengan jari telunjuk dan jempol seperti angka tujuh dengan posisi miring. Erie pun tak urung ikut tersenyum dan membuat hati Nick meleleh.Pria berperawakan sedang itu mengusap lengan Erie beberapa kali sebelum menjauhkan diri dan menarik koper besar hitam. Melangkah mundur sambil melambaikan tangan. Memaksakan senyuman untuk menenangkan sang kekasih. Lalu berbalik dan mengayunkan tungkai memasuki pintu check in terminal F keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta.Erie masih terpaku di tempatnya selama beberapa detik, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari tempat itu menuju tempat menunggu bus DAMRI. Perempuan itu mendudukkan diri di bangku panjang. Menatap lalu lalang kendaraan dengan sorot mata hampa.Perempuan berambut sebahu itu menarik oksigen sebanyak-banyaknya, menahannya selama beberapa saat dalam dada sebelum mengembuskannya dengan perlahan. Berharap hal itu bisa menjadikan dirinya lebih tenang, tetapi ternyata gagal.Ketika seorang pria berseragam khas karyawan bus DAMRI meneriakkan tujuan bus yang baru tiba, Erie bergegas berdiri dan jalan menuju pintu bus. Menunggu gilirannya naik dan mencari kursi kosong di bagian belakang.Beberapa menit setelah bus melaju, Erie menutupi wajah dengan saputangan beraroma parfum khas yang biasa dipakai Nick. Air matanya mengalir deras membentuk anak sungai. Susah payah dia menahan, tetapi akhirnya tak terbendung lagi.Sementara itu di tempat berbeda, Nick meraih ponsel dari saku ransel merahnya. Mengusap layar benda itu sebelum menekan kontak nama yang hendak ditelepon. Mendekatkan ponsel ke telinga kanan dan menunggu panggilannya tersambung."Ya, Bro?" sapa orang di seberang sana."Aku titip Erie, ya," sahut Nick."Sip, jangan lupa transfer biaya bodyguardnya.""Gampanglah itu, masih terima daun yang digunting?""Kagak laku!"Nick terkekeh, demikian pula dengan Harry Abimana, yang merupakan salah satu sahabat terdekat Nick sejak tahun pertama kuliah di Kota Bandung."Kalau udah sampai, kabarin aku, Nick," pinta Harry."Siap.""Salam buat papi, mami dan seluruh keluarga di sana.""Oke.""Dan jangan lupa, tiket bolak balik kutunggu akhir tahun nanti."Kembali tawa Nick menguar. Sifat humoris Harry selalu bisa membuatnya tenang sekaligus bahagia. Nick sangat mempercayai Harry, begitu pula sebaliknya. Hubungan persahabatan antara mereka dan dua orang pria lainnya, sudah seperti persaudaraan tanpa ikatan darah.***Hari pun berganti. Detik terjalin menjadi menit. Putaran jam tak bisa dibendung dan meluncur cepat merotasi waktu. Tanpa terasa, sudah beberapa minggu berlalu, tetapi Erie masih merindukan sosok pujaan hati.Kendatipun Nick hampir setiap malam menelepon, tetapi tetap saja, rasa rindu itu tidak tercurahkan sepenuhnya. Erie menyibukkan diri dengan pekerjaannya sebagai sekretaris di perusahaan milik ayahnya Samudra Harjasa, salah satu sahabat Nick dan Harry.Pria berambut gondrong itu merupakan atasan langsung Erie, sementara Harry dan Melvin Irawan, dua sahabat Nick lainnya masing-masing menduduki jabatan sebagai direktur operasional dan direktur marketing. Sedangkan Salman Harjasa, ayahnya Samudra hanya sesekali berkunjung ke kantor dan menyerahkan sepenuhnya urusan perusahaan pada ketiga anak muda tersebut.Pagi itu, Erie tiba di gedung kantor yang berada di kawasan Gatot Subroto dengan mengenakan kacamata hitam. Seorang perempuan yang merupakan sekretaris Melvin dan Harry, memandangi Erie yang melintas di depan meja kerjanya.Dwita Septina, nama perempuan tersebut. Dia segera berdiri dan mengekori langkah perempuan berkulit kuning langsat itu hingga tiba di meja Erie, yang berada di antara ruang kerja Samudra dan Salman."Jangan bilang matamu digigit binatang sampai harus ditutupi begitu," ucap Dwita sembari mendudukkan diri di kursi seberang meja kerja."Jangan ngeledek terus, Dwi. Nanti kalau kamu ditinggal kekasih, pasti bakal begini juga," sahut Erie sembari merapikan ikatan rambutnya."Habisnya kamu nangis mulu. Aku jadi ikut sedih.""Ikut sedih dari mana? Perasaan dari kemaren kamu ngajak aku cuci mata di mal.""Itu 'kan dalam rangka menghiburmu, Cantik.""Dan hiburanmu gagal.""Aduh, aku udah kehabisan ide buat menghibur. Apa perlu aku sewa badut?"Sudut bibir Erie berkedut. Dia berusaha menahan tawa, tetapi akhirnya suara khasnya menguar di ruangan itu dan memancing rasa keingintahuan Harry yang tengah melintas untuk menuju ruangan kerjanya sendiri yang berada di sudut kiri koridor.Pria bertubuh tinggi itu berhenti di depan meja dan memandangi kedua perempuan yang tengah terkekeh itu dengan tatapan penuh tanya. "Kayaknya seru, aku ikutan ngobrol dong," tukasnya."Ehm, Bapak nih, laki-laki dilarang ikut ngerumpi," sahut Dwita seusai tertawa."Oh ya? Apakah hanya perempuan yang boleh bergosip?" Harry menaikkan alis."Enggak sih, Pak. Cuma biasanya laki-laki topik bahasannya pasti beda," sela Erie sambil menekan-nekan sudut matanya yang berair. Dia sama sekali tidak menyadari bila Harry tengah mengamati tingkahnya dengan saksama."Matamu, kenapa, Er? Kebentur tiang listrik?" seloroh Harry."Bapak ihh! Ngingetin mulu ama kejadian memalukan itu!" Erie mengerucutkan bibir, tetapi sedetik kemudian dia tersenyum."Karena itu kali pertama kita ketemu. Dan sejak itu ... Nick nggak bisa mengalihkan pandangan pada perempuan lain." Harry terdiam sejenak untuk menenangkan diri. Nyaris saja dia menyebut kata aku, tetapi di saat-saat terakhir segera diganti dengan nama Nick.Tidak ada seorang pun di antara ketiga sahabatnya yang tahu bila sebenarnya Harry juga menyayangi Edelweiss lebih dari sekadar pasangan sahabatnya sendiri. Harry sendiri baru menyadari hal itu, ketika dirinya bertugas sebagai penjemput dan pengantar Erie bila hendak bertemu dengan Nick.Kebersamaan mereka yang nyaris setiap jam itu menimbulkan getaran di hatinya. Kian lama kian membesar seiring dengan keakraban antara dirinya dan Erie. Akan tetapi, Harry tetap menyembunyikan rasa itu dalam-dalam, terutama karena tidak mau merusak persahabatannya dengan Nick."Pak, ada ide nggak, buat menghibur Nona cantik ini?" tanya Dwita sembari menatap wajah pria di hadapan dengan penuh kekaguman.Sudah menjadi rahasia umum bila banyak orang terpesona oleh karisma Harry, karena dia adalah yang paling tampan di antara The Four Don Juan, julukan dari teman-teman dan karyawan perusahaan. Julukan itu muncul karena Nick, Harry, Samudra dan Melvin, teramat lihai menarik perhatian para perempuan di manapun mereka berada."Ehm, shopping?" usul Harry."Bosan," jawab Erie."Makan-makan?""Lagi diet, Pak," celetuk Dwita."Nonton film di bioskop?"Kedua perempuan tersebut saling menatap satu sama lain, kemudian serentak mengangguk menyetujui usul sang bos. Harry mengulaskan senyuman, tetapi sedetik kemudian lengkungan di bibir itu menghilang kala pandangan kedua perempuan itu mengarah padanya dengan diiringi senyuman."Bapak yang bayar, ya?" pinta Erie dengan nada suara sedikit manja.Harry mendengkus dan berpura-pura mengusap dada. "Nyesel udah ngasih usul kalau ujung-ujungnya aku yang kudu keluar duit."Ketiga orang tersebut saling beradu pandang selama beberapa saat, sebelum tawa mereka pecah bersamaan dan memancing pandangan banyak karyawan yang berada di kubikel mereka.SBY 02Sebuah mobil HRV putih berhenti di tempat parkir pusat perbelanjaan yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Pengemudi dan kedua penumpangnya turun bersamaan dengan berhentinya sebuah kendaraan sedan hitam, di sebelah kanan mobil pertama dan kedua penumpangnya menjejakkan kaki ke lantai. Harry menggeleng perlahan ketika menyaksikan tingkah Samudra yang biasa dipanggil dengan sebutan Sam. Pria berambut gondrong itu mengenakan kacamata hitam lebar yang menutupi separuh wajahnya. Jaket kulit cokelat membalut kaus ketat hitam. Celana jin hitam dan sepatu pantofel cokelat menyempurnakan penampilan. Sam memang lebih sering tampil kasual dan hanya mengenakan setelan formal bila hendak mengadakan pertemuan dengan rekan bisnis. Bila berada di kantor, Sam lebih sering tampil santai, bahkan terkadang hanya mengenakan celana pendek. Sebab itulah tidak sembarang orang bebas masuk ke ruangannya. Harus mengadakan janji temu jauh-jauh hari. "Ay
SBY 03Lisa memandangi wajah Harry yang tiba-tiba berubah sendu, tatkala ucapan Erie makin jelas menyebut Koko, panggilan buat Nick. Lisa menunduk, merasa prihatin sekaligus tidak enak hati pada Harry, yang sejak lama diketahuinya menaruh hati pada sang kakak. Ketika Lisa menengadah, dia makin sedih saat menyaksikan pemandangan di hadapan. Harry tengah membelai rambut Erie dengan lembut, tampak sangat menyayangi perempuan itu meskipun bibir Erie berulang kali menyebutkan Koko. Bunyi jam yang memperdengarkan lonceng sebelas kali seketika menyadarkan Harry. Dia menarik tangan dan memandangi wajah cantik Erie selama beberapa detik, kemudian berdiri dan jalan menuju pintu. "Mas pamit, ya," ucap Harry yang dibalas anggukan oleh Lisa. Kedua orang tersebut keluar dan jalan beriringan menuruni anak tangga. Lisa mengekor ayunan tungkai pria bertubuh jangkung itu hingga tiba di depan pagar rumah yang terbuka. "Udah, kamu lan
SBY 04Sepasang mata tidak terlalu besar milik Erie seketika membeliak. Perempuan berkulit kuning langsat itu menoleh ke kiri dan beradu pandang dengan sepasang mata besar milik Harry yang menatapnya dengan lekat. Pria itu mengangguk samar, seakan-akan memberikan tanda agar Erie tidak menyanggah ucapan ayahnya. "Ehm, mohon maaf sebelumnya, Pak. Tapi, saya dan Erie belum ada pembicaraan ke arah sana," jawab Harry dengan nada suara yang terdengar tegas. "Apa kamu nggak serius dengan Erie?" tanya Hendra. Pria berusia lima puluh lima tahun itu sedikit kecewa dengan jawaban Harry, sebab tadinya dia berharap hal yang berbeda. "Saya serius, Pak. Tapi ... ini harus kami bicarakan berdua dulu. Mohon maaf, Pak. Saya dan Erie hanya tidak mau terburu-buru mengambil keputusan. Takutnya nanti ada masalah di depannya dan pondasi pernikahan kami belum kuat." Hendra terdiam sesaat. Menyandarkan tubuh ke belakang dan melipat tangan di depan d
SBY 05Mobil HRV putih itu melaju di jalan raya Kota Jakarta, setelah sebelumnya berada di Bekasi. Tubuh yang letih dan perut sudah terisi penuh membuat Erie mengantuk. Dia berusaha menahan agar mata tidak memejam, tetapi akhirnya tidak kuat dan menutup jua. Harry yang melihat perempuan itu menyandar ke pintu, menarik tangan Erie dan menggenggamnya erat. Sudut bibirnya terangkat membingkai senyuman karena merasa senang bisa melakukan hal itu, yang hanya bisa dilaksanakan saat Erie tertidur dan tidak sanggup menolak ataupun menghindar. Pria berhidung bangir itu mengarahkan kendaraan menuju apartemennya yang berada di kawasan Pancoran, sebab dia ingin membicarakan hal penting dengan Erie di tempat yang privasinya terjaga. Harry tahu bila nantinya Erie akan mengomelinya, tetapi Harry bertekad untuk mengungkapkan hal yang sudah lama ditutupinya rapat-rapat. Langit senja telah menggelap saat kendaraan roda empat itu berhenti di tempat
SBY 06Keheningan yang tercipta membuat Erie larut dalam rasa nyaman dipeluk oleh Harry. Aroma parfum pria itu yang tidak berubah sejak dulu terhidu indra penciuman Erie yang masih memejamkan mata. Perempuan berambut sebahu itu sebetulnya sudah tahu dengan perasaan sayang Harry padanya, karena pria itu pernah keceplosan menyebut itu beberapa waktu lalu, tetapi ungkapan cinta sejak lama pria tersebut yang baru saja diutarakan membuat Erie gamang. Bayangan wajah Nick melintas dan membuat Erie sadar. Perempuan itu menolak tubuh dan berusaha untuk melepaskan diri, tetapi rengkuhan Harry yang erat membuatnya kalah dan pasrah saat pria itu kembali merapatkan tubuh. "Mas, lepasin," lirih Erie. "Biarkan aku memelukmu lebih lama, Rie. Agar bayangannya bisa hilang dari benakmu," jawab Harry yang membuat Erie spontan menengadah. "Kamu pasti lagi mikirin dia, kan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh perempuan tersebut. "Itu yang ingin aku hilang
SBY 07Desahan yang lolos dari bibir Erie membuat Harry makin semangat. Akan tetapi, alarm otaknya memperingatkan untuk menjauh dan tidak melanjutkan aktivitas. Harry memutus keintiman dan mengusap sudut bibir Erie dengan ujung jari. Mengulaskan senyuman tipis untuk menenangkan perempuan itu yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan mata. "Ini baru permulaan, Rie. Masih banyak cara yang akan kulakukan untuk membuatmu jatuh cinta padaku," ucap Harry, kemudian dia menolak tubuh dan menarik tangan Erie agar bisa sama-sama duduk. "Dengar, aku tidak akan memperlakukanmu seperti halnya dia melakukan hal-hal di luar batas pacaran. Karena aku mencintaimu dan ingin menjadikanmu ratuku, bukan sebagai alat pemuas nafsu," sambungnya yang membuat Erie tertegun. Sesaat suasana hening, kemudian Harry berdiri dan mengulurkan tangan yang dipandangi Erie sejenak, sebelum perempuan itu menyambutnya dan berpegangan untuk berdiri. Harry mengajak Erie jalan menuju pintu
SBY 08Mentari pagi menyapa insan yang tengah berada di luar rumah dengan kehangatan yang menyentuh hati. Embusan lembut angin membelai kulit yang terbuka dan menciptakan kesejukan udara yang menyegarkan. Tiga orang anak muda tengah jalan berdampingan di jalan raya utama komplek yang lebar. Alfian jalan di sisi paling kanan sambil merangkul pundak Erie yang berada di tengah. Sementara Lisa yang berada di sisi kiri, menggamit lengan sang kakak sambil memperhatikan sekeliling.Pada kedua sisi jalan itu berderet lapak-lapak pedagang yang menyediakan berbagai makanan untuk makan pagi. Banyak kendaraan roda dua dan empat terparkir di sekitar tempat parkir yang berada di kawasan tersebut."Pada mau makan apa nih?" tanya Erie sembari celingukan."Aku mau kupat sayur," jawab Lisa sambil menunjuk ke lapak di seberang jalan. "Aku pengen nasi uduk," timpal Alfian. "Ya udah, yang di situ aja. Gerobaknyq deketan." Erie m
SBY 09Erie tengah menyisir rambut ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Perempuan itu berdiri dan jalan mendekati jendela, mengintip dan seketika mempercepat gerakan berias. Tak berselang lama Erie sudah lari menuruni tangga. Menyambar sepatu pantofel hitam kesukaan dari rak sepatu yang berada di bawah tangga. Kemudian dia menghampiri sang ibu dan mencium punggung tangan perempuan paruh baya itu sebelum mengambil cangkir dari atas meja dan meneguk tehnya sampai habis. "Kamu itu, ya, pamali minum sambil berdiri!" sungut Wiryani. Dia pusing melihat kelakuan sang putri sulung yang tidak berubah seiring kedewasaan. "Buru-buru, Bu. Mas Harry udah di depan," jawab Erie sembari mengambil dua roti isi dan membungkusnya dengan tisu besar, sebelum memasukkannya ke tas bahu hitam kesukaan. "Oh, ya, Bu. Aku pulang agak malam. Mau kontrol ke dokter dulu," ujarnya sambil mengenakan sepatu. "Kontrol apa?" "Kaki, agak