SBY 06
Keheningan yang tercipta membuat Erie larut dalam rasa nyaman dipeluk oleh Harry. Aroma parfum pria itu yang tidak berubah sejak dulu terhidu indra penciuman Erie yang masih memejamkan mata. Perempuan berambut sebahu itu sebetulnya sudah tahu dengan perasaan sayang Harry padanya, karena pria itu pernah keceplosan menyebut itu beberapa waktu lalu, tetapi ungkapan cinta sejak lama pria tersebut yang baru saja diutarakan membuat Erie gamang.Bayangan wajah Nick melintas dan membuat Erie sadar. Perempuan itu menolak tubuh dan berusaha untuk melepaskan diri, tetapi rengkuhan Harry yang erat membuatnya kalah dan pasrah saat pria itu kembali merapatkan tubuh."Mas, lepasin," lirih Erie."Biarkan aku memelukmu lebih lama, Rie. Agar bayangannya bisa hilang dari benakmu," jawab Harry yang membuat Erie spontan menengadah. "Kamu pasti lagi mikirin dia, kan?" tanyanya yang dibalas anggukan oleh perempuan tersebut. "Itu yang ingin aku hilangkan dari otakmu," sambungnya."Nggak bisa, Mas. Susah, aku udah nyoba.""Berapa lama mencobanya? Baru sebentar kan?"Erie mengangguk ragu-ragu. Sama sekali tidak bisa berbohong pada Harry yang seakan-akan bisa membaca jalan pikirannya. Erie sendiri bingung dengan hatinya saat ini. Pada satu sisi, dia masih mencintai Nick, tetapi di sisi lain dia juga sangat menyukai Harry. Perlakuan Harry yang lembut padanya berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Nick.Erie menunduk untuk menutupi rasa malu, kala teringat bila bersama Nick, mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu di peraduan daripada mengobrol dan saling menyelami hati, hal yang sekarang dilaluinya bersama Harry. Pria berhidung bangir itu selalu menjadi pendengar yang baik hingga Erie akan terus menceritakan apa pun tanpa beban."Kalian nggak akan bisa bersama, Rie. Jangan membuang waktu untuk hal yang nggak pasti," tukas Harry."Tapi dia bilang akan pulang dan memintaku pada orang tua," jawab Erie."Yakin ayahmu akan mengizinkan?""Aku ... akan tetap pergi dengannya meskipun tidak direstui. Dan kami akan menikah di sana.""Bagaimana cara menikah beda agama?""Ehm, kata koko, di sana bisa, Mas.""Iya, memang bisa. Tapi tidak sah di mata hukum dan agama. Apa kamu mau seumur hidup dianggap zina?"Erie terkesiap. Dia benar-benar tidak berpikir tentang hal itu. Perempuan itu menunduk, bingung hendak menjawab apa pada pertanyaan yang diajukan Harry. Suasana kembali hening. Tidak ada satu pun yang ingin mengucapkan sesuatu dan larut dalam pikiran masing-masing. Erie sedikit limbung ketika Harry melepaskan rangkulan dan beranjak menjauh. Erie memandangi punggung Harry yang mengayunkan tungkai menuju balkon dan berdiam diri di tempat itu tanpa menoleh ke belakang.Erie berpindah ke sofa. Mendudukkan diri dan berusaha untuk fokus pada layar televisi yang tengah menayangkan film aksi dari luar negeri.Tatapannya mengarah ke depan, tetapi pikirannya mengembara ke mana-mana. Erie kembali memikirkan perkataan Harry dan bertanya pada diri sendiri, apakah dia mau bila pernikahan yang seharusnya suci itu tetap dianggap dosa seumur hidup.Saking asyiknya berpikir, Erie tidak menyadari bila Harry telah membalikkan badan dan kini menatapnya dari kejauhan. Pria berbibir penuh itu mengambil resiko merusak hubungan persahabatannya dengan Nick, demi bisa mendapatkan hati Erie.Harry pun menyadari, bila nantinya Samudra dan Malvin mengetahui tentang cintanya pada Erie, mungkin saja keduanya juga akan menjauhi bahkan menjauhinya. Meskipun berat, tetapi Harry tetap akan meneruskan rencananya agar bisa menikahi Erie. Masalah cinta, Harry yakin bila suatu saat nanti Erie akan bisa melupakan Nick dan beralih mencintainya.Erie yang masih tenggelam dalam lamunan, berjengit ketika merasakan sofa di sebelah kiri tertekan lebih dalam. Dia spontan menoleh dan mendapati Harry tengah memandanginya dengan lekat."Mau diantar pulang sekarang?" tanya Harry. "Sudah jam sembilan," sambungnya sambil menunjuk ke benda bulat yang tergantung di dinding, tepat di atas televisi yang masih menyala."Ehm, iya," jawab Erie sambil mengambil tas tangan yang tadi diletakkannya di atas meja.Perempuan itu berdiri dan sedikit terhuyung-huyung. Harry dengan tangkas menangkap dan menahan tubuh Erie yang tengah mengusap dada karena lagi-lagi dia lolos dari kecelakaan kecil.Erie memiliki masalah keseimbangan sejak masih bayi karena bentuk telapak kaki kiri yang agak menonjol. Dulu, pernah dilakukan operasi untuk mengangkat gumpalan daging yang tumbuh di situ, tetapi beberapa tahun terakhir ini Erie kembali merasakan ada sesuatu di tempat yang sama."Mas, Senin sore bisa anterin aku ke dokter?" tanya Erie sambil berpegangan pada Harry."Mau ngapain?" Harry balas bertanya."Telapak kaki kiri mulai ada yang nonjol lagi.""Pantesan, belakangan ini kamu makin sering jatuh.""Hu um, dari kemaren-kemaren mau periksa tapi lupa terus.""Ya udah, entar Senin kita pulang agak awal aja, biar antre di dokter nggak sampai malam."Erie mengangguk, kemudian menegakkan tubuh dan menyunggingkan senyuman sambil berkata, "Makasih, Mas. Dari dulu Mas selalu ada untuk menjagaku.""Dan aku akan terus menjagamu seumur hidup, asal kamu mau nikah sama aku."Erie menghela napas berat, lalu berujar, "Bisa nggak kita nggak ngomongin soal itu, Mas?""Nggak bisa. Karena sekarang ayahmu pasti menunggu jawaban kita."Erie menepuk dahi. Dia melupakan hal itu dan sekarang bingung hendak menjelaskan apa. Perempuan itu kembali mendudukkan diri dan menarik bantal sofa serta meletakkan benda itu di pangkuan. Menumpangkan tangan kanan di atas bantal dan meletakkan dagunya di telapak tangan."Kita harus jawab apa, Mas?" tanya Erie."Aku sih sudah punya jawaban sendiri. Sekarang tinggal kamunya aja," sahut Harry sembari duduk dan merentangkan tangan kanan ke sandaran sofa."Maksudnya?""Jawabanku adalah, aku ingin menikahimu. Seperti yang kuomongin tadi."Erie menggeleng pelan. "Udah kubilang nggak bisa.""Kenapa nggak bisa?""Aku mencintai koko.""No problem. Aku akan menunggu hingga kamu melupakannya.""Mas, dipikir gampang langsung ngelupain cinta?""Aku tau nggak gampang. Tapi setidaknya berusahalah.""Kalau nggak berhasil, gimana?""Pasti berhasil.""Hmm?""Karena aku akan melakukan berbagai cara agar kamu bisa mencintaiku.""Oh ya? Gimana caranya? Aku penasaran."Tiba-tiba Harry maju dan menyambar bibir Erie yang sempat terkejut, tetapi kemudian menurut dan membiarkan Harry memperdalam ciuman. Erie sempat merutuki diri yang begitu mudah terpancing. Antara otak dan tubuhnya tidak mau bekerjasama. Otak menyuruhnya menjauh, tetapi badannya justru menempel ke dada pria itu.Harry menarik tangan Erie dan mengaitkannya ke belakang leher. Pria itu mendekap Erie dengan erat dan bertekad untuk menjadikan perempuan itu miliknya dan tidak akan melepaskan Erie untuk kembali pada Nick.Detik berlalu menjadi menit. Cecapan penuh hasrat menjadi satu-satunya hal yang terdengar di telinga Erie. Perempuan itu merasa tungkainya melemah dan makin sulit melepaskan diri. Kungkungan gairah Harry yang menggebu-gebu membuat Erie makin pasrah dan tidak menolak saat tubuhnya direbahkan di sofa.SBY 38Liburan selama beberapa hari di New Zealand, ternyata memberikan efek positif bagi Erie. Udara segar khas pegunungan dan polusi yang tidak setinggi Sydney, menjadikan Erie bisa lebih tenang dan rileks. Setiap pagi dia akan melakukan senam ringan khusus Ibu hamil bersama Tanti. Aruna dan ketiga bocah juga ikut berolahraga. Selanjutnya mereka akan mengelilingi area vila milik keluarga Timothy yang berada di Pulau Selatan. Pulau itu adalah daratan terluas di Selandia Baru, dan merupakan pulau terbesar ke-12 di dunia. Pulau Selatan terbagi sepanjang Pegunungan Alpen Selatan. Sisi timur pulau tersebut memiliki Dataran Canterbury, sedangkan Pantai Barat terkenal dengan garis pantainya yang kasar, curah hujan yang tinggi, proporsi hutan asli yang sangat tinggi, dan juga gletser. Bila para suami sedang meninjau lokasi tempat akan dibangunnya resor baru, ketiga perempuan memilih hanya berwisata di kota. Selain karena Tanti dan Erie tengah hamil, ketiga anak kecil akan sulit mengikuti
SBY 37Seunit mobil sedan hitam berhenti di area parkir gedung perkantoran puluhan lantai di pusat kota Sydney. Dua penumpangnya keluar sambil membawa tas kerja masing-masing. Setelah sopir mengunci pintu kendaraan, kedua lelaki bersetelan jas biru tua jalan berdampingan memasuki lobi utama gedung. Seorang petugas keamanan memberi hormat, sebelum mengantarkan mereka menuju lift khusus tamu direksi. Setibanya di lantai lima belas, kedua pria berbeda tampilan keluar dari lift. Mereka melintasi lorong yang di sisi kanan dan kirinya merupakan area staf direksi. Keduanya berhenti di depan meja sekretaris, yang langsung mengantarkan mereka ke ruang rapat di sisi kiri bangunan. Belasan pria dan wanita memandangi kedua lelaki berparas Asia yang baru memasuki ruangan. Seusai menyalami semua rekan kerja, keduanya mendatangi direktur utama dan direktur operasional Timothy Grup yang menyambut mereka dengan pelukan hangat. Acara rapat berlangsung hampir enam puluh menit. Selanjutnya semua reka
SBY 36Jalinan waktu terus bergulir. Awal tahun menyapa dengan kehangatan matahari yang disertai angin kencang. Masa libur telah usai, dan orang-orang kembali berjibaku mengerjakan aktivitas masing-masing. Pagi itu, Erie terbangun dengan tubuh yang linu. Kepalanya berdenyut dan badan pun terasa panas. Erie masih berbaring ketika Harry keluar dari kamar mandi dan bergegas berganti pakaian. "Rie, mau sarapan apa?" tanya Harry sembari memasang sabuk di celana kainnya. "Bubur," sahut Erie. "Oke, nanti kupesankan di bawah." "Mas, pulangnya bisa agak awal, nggak?" "Belum tahu." Harry meraih dasi hitam dan mendatangi istrinya untuk meminta dipasangkan. "Kenapa?" tanyanya. "Demamku turun naik, dan sekarang ditambah badan sakit," terang Erie sembari memasangkan dasi di kemeja sang suami.Harry meraba dahi istrinya. "Kayaknya naik lagi demammu. Tadi subuh udah turun padahal." "Hu um. Tenggorokanku juga sakit." "Ehm, gini aja. Habis meeting nanti, aku jemput kamu. Kita ke dokter, habis
SBY 35Suara tawa seorang pria di sebuah ruangan, menjadikan lawan bicaranya merengut. Lelaki berkemeja marun masih terus terbahak, tidak peduli dipandangi tajam oleh perempuan di seberang lautan. Sambungan video jarak jauh yang mereka lakukan selama belasan menit, akhirnya diputus sepihak oleh perempuan berambut panjang. Hal itu menjadikan pria bermata sipit akhirnya bisa menghentikan gelakak. Kemudian dia mengambil tisu dan mengusap sudut matanya yang berair. "Ada apa, Ko?" tanya David yang baru keluar dari kamar mandi. "Talitha video call. Dia ngedatangin Harry dan nyoba mancing. Taunya malah dibalas Harry lebih nyelekit," terang Nick. "Mancing gimana?" "Talitha nanya, apa Harry nggak jijik sama Erie. Dijawab Harry, nggak. Karena Erie cuma pernah bersamaku. Sedangkan Talitha sudah banyak laki-laki yang pernah berhubungan intim dengannya." "Mas Harry berani juga ngomong gitu." "Dia memang lebih banyak diam, tapi sekali ngoceh, bakal bikin kesal." "Ya, aku pernah dengar Mas M
SBY 34Jalinan waktu terus bergulir. Harry dan Erie telah pindah ke apartemen yang mereka sewa. Keduanya sengaja memilih tempat yang bukan di pusat kota, karena ingin menikmati waktu istirahat di unit sebaik mungkin. Mereka menyewa sebuah unit dua kamar di kawasan Ashfield, sebuah daerah suburban di barat daya Sydney. Ashfield terletak sekitar sembilan kilometer dari CBD Sydney, di mana kantor cabang SS Grup berada. Bila Harry tengah bekerja, Erie akan melakukan berbagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. Seperti hari itu, seusai membersihkan unit, Erie berangkat ke pusat kota dengan menumpang pada taksi. Dia berhenti di sebuah toko makanan sekaligus kafe kecil milik Isna dan Natasha. Erie mengakrabkan diri pada Isna, karena merasa nyaman bergaul bersama perempuan berparas manis yang sangat ramah. Selain itu, mereka sama-sama keturunan Sunda. Sehingga bisa lebih akrab, dibandingkan dengan Natasha. Erie tidak mau mendekatkan diri pada Sandrina, karena dia merasa bila perempuan
SBY 33Dengungan orang mengobrol bercampur live music berpadu di ruangan luas sebuah restoran terkenal di Sydney. Hal nyaris serupa juga terjadi di teras luas yang menjadi tempat jamuan makan yang diselenggarakan Timothy Grup. Harry yang duduk diapit Erie dan Farzan, melanjutkan percakapan dengan Keven Kahraman, Bryan Achnav dan Hansel Arvasathya yang berada di kursi seberang. Pada sisi kanan meja, Grace, istri Timothy sekaligus Ibu Hansel, tengah berbincang dengan Aruna Ghania, istri Keven, beserta Erie. Selain mereka juga ada Natasha, istri Tristan, dan Isna, istri Fairel. Sisi kiri meja yang ditempati Timothy, Tristan, Fairel, Arman, Argan dan Wirya juga sama ributnya dengan sisi yang lain. Timothy yang menjadi pendengar, berulang kali terbahak saat Wirya menceritakan tingkah teman-teman bisnisnya di Indonesia. "Wir, nanti tolong sampaikan pada Sultan, bulan depan saya akan pulang ke Indonesia," tutur Timothy. "Siap, Pak," sahut Wirya. "Ada acara apa, Om?" tanya Tristan Cyrus