Sementara itu Savana sedang melihat seserahan yang dibawa Aksa untuknya. Banyak barang-barang mewah terkemas rapih. Savana pun sangat bahagia melihat semua seserahan yang diberikan Aksa kepadanya.
Tiba-tiba Mama Maia datang dan membentak Savana dengan sangat keras.
"Savana mama minta kamu batalin pertunangan kamu dengan Aksa!" bentak Mama Maia pada savana.
"Loh kenapa? Mama kan udah setuju." Sahut Savana.
"Itu sebelum Mama tau kalo Aksa adalah mantan pacar Maura dan Maura masih sangat mencintainya," ketus mama Maia.Savana pun terkejut ia terdiam dan begitu sedih saat mendengar perkataan mama Maia, ia sangat kecewa karena dia sendiripun tidak mengetahui jika Aksa pernah berpacaran dan mempunyai hubungan dengan Maura adiknya sendiri.
"Maura mantan pacar Aksa Mah?" tanya Savana.
"Iya, Maura bilang sama Mama kalo Aksa adalah mantan pacarnya, dan ia masih sangat mencintainya, tapi ternyata Aksa justru melamar orang lain dan orang lain itu adalah kamu kakaknya sendiri, Savana," ketus Mama Maia sambil menunjuk dan menatap mata Savana dengan tajam."Kamu kok tega sekali Savana sama Maura, kamu bilang katanya kamu sayang sama adik kamu Savana, mana buktinya? Kamu justru merebut laki-laki yang dia cintai," ketus Mama Maia sambil menatap tajam ke arah Savana.
Matanya berkaca-kaca."Tapi Mah, aku gak tahu kalau Maura pernah pacaran dan mencintai Aksa, aku gak tahu sama sekali Mah," lirih Savana
"Jadi sekarang Mama minta kamu batalkan pernikahan kamu dengan Aksa," ketus Mama Maia
"Aku udah terlanjur cinta Mah, aku udah sangat mencintai kak Aksa Mah, aku juga gak tahu Maura pernah pacaran sama kak Aksa, aku juga gak bisa membatalkan pernikahan aku sama kak Aksa Mah," lirih Savana
Mama Maia pun menatap dengan sangat tajam mata Savana. "Apa kamu bilang Savana? Apa kamu tega melihat adik kamu menyaksikan Kakaknya sendiri menikah dengan laki-laki yang ia cintai, apa kamu tega Savana?" tanya Mama Maia pada Savana.
Air matanya tumpah membasahi pipinya. "Aku minta tolong Mah sekali ini aja Mama ngerti perasaan aku," lirih Savana sambil mengusap air mata di wajahnya.
"Pokonya kamu harus batalin! Kamu batalin pernikahan kamu dengan Aksa Savana!" bentak Mama Maia dengan keras.
"Tapi Mah, aku mohon Mah sekali ini aja Mama biarin aku bahagia sama laki-laki yang aku cintai, aku mohon Mah, " lirih Savana sambil menangis.
"Dari kecil aku gak pernah dapat kasih sayang Mama, Mama selalu memperlakukan aku dengan beda, Mama lebih memperdulikan Maura dibanding aku," lirih Savana dengan pelan.
Mama Maia pun emosi mendengar perkataan yang dilontarkan Savana. "Apa kamu bilang Savana? Kamu mau tahu kenapa Mama selalu gak suka lihat kamu bahagia? Kamu mau tahu kenapa selama ini Mama selalu pilih kasih? Kamu mau tahu kenapa Mama selalu membela Maura? Kamu mau tahu semua itu Savana? Itu karena Papa kamu dan juga ibu kandung kamu Savana!" teriak Mama Maia
Savana pun terkejut mendengar apa yang dikatakan Mama Maia. "Ibu kandung aku? Maksudnya apa sih Mah?" lirih Savana sambil menatap mata Mama Maia.
"Ibu kandung kamu dia adalah orang yang sudah menggambil Papa kamu dari saya!" ketus Mama Maia.
Sementara itu Maura yang dari tadi menguping pembicaraan Mama Maia dan savana pun tersenyum jahat.
"Apa? Kak Savana bukan anak kandung Mama?" gumamnya pelan.Maura pun semakin bahagia melihat kakaknya ribut dengan ibunya. "Rasain Lo kak," ucapnya pelan.
Savana semakin hancur saat Mama Maia berbicara bahwa dia hanya anak pembawa sial dan hanya anak hasil selingkuhan papa Rangga dari wanita lain.
"Mereka diam-diam menikah di belakang saya! Dan semua itu baru ketahuan setelah kamu lahir Savana! Papa kamu meminta saya untuk mengurus kamu dari kecil dan Papa kamu menyuruh saya untuk menganggap kamu seperti anak kandung saya sendiri jadi sekarang saya minta tolong jangan sakiti hati anak kandung saya, tolong kamu jangan sakiti lagi Maura, sudah cukup ibu kandung kamu yang sudah menghancurkan hati saya Savana. Seharusnya kamu tahu diri Savana! jangan seperti ibu kandung kamu yang merebut kebahagiaan orang lain," bentak Mama Maia sambil menatap tajam mata Savana yang sedari tadi menangis.
Secara tidak sengaja Papa Rangga mendengar pembicaraan istri dan anaknya yang sedang ribut, namun ia memilih diam.
"Kamu itu hanya anak pembawa sial Savana," sambung Mama Maia.
"Jadi itu alasan selama ini Mama beda memperlakukan aku Mah, jadi aku bukan anak kandung Mama,"blirih Savana sambil meneteskan air matanya.
"Iya, betul Savana, karena kamu adalah anak dari perempuan yang sudah merebut suami saya, setiap saya melihat wajah kamu, saya selalu teringat pengkhianatan yang dilakukan oleh suami saya," ketus Mama Maia.
Papa Rangga yang menyaksikan pertengkaran itu hanya dapat meneteskan air matanya, ia terlihat sangat menyesali perbuatannya dimasa lalu.
"Papa minta Maaf Nak, karena Papa kamu harus menanggung semua ini," gumam Papa Rangga dalam hatinya.
Sementara itu Savana hanya dapat tertuduk lesu, sambil mengusap air mata yang terus mengalir deras.
"Andai saya bisa memutar waktu! Dua puluh lima tahun yang lalu saya tidak akan pernah menerima kamu di rumah ini Savana, saya menyesal Savana!" sambung Mama Maia.
Saat itu waktu menunjukan pukul 18.30 dan hujan turun dengan sangat deras melengkapi pertengkaran di rumah itu, Savana pergi dari rumah karena telinganya sudah tidak kuat mendengar cacian dan makian yang di lontarkan Mama Maia kepadanya, ia sangat kecewa, hatinya seperti tersayat-sayat, air mata terus mengalir membasahi wajah cantiknya, ia teringat bahwa dari kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu dan ternyata semuanya sudah terjawab, kenapa Mama Maia selalu bersikap dingin kepadanya dan hanya memanjakan dan menyayangi maura.Papa Rangga pun menemui Mama Maia, sambil menatap tajam Mata Mama Maia. "Tega kamu, Mah!" ujar Papa Rangga pada Mama Maia."Aku sakit Pah, hati aku sakit ketika melihat wajah anak itu, aku selalu ingat pengkhianatan yang kamu lakukan 25 tahun yang lalu," sahut Mama Maia.Papa Rangga pun langsung mengejar Savana yang pergi dari rumah ketika hujan turun dengan sangat deras.Sambil mengais. "Ternyata sel
Savana pun langsung menyimpan handphonenya, lalu mengambil handuk putih miliknya dan segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.Setelah selesai mandi Savana sedikit berdandan agar mata sembabnya sedikit menghilang. Savana segera turun ke lantai bawah setelah sedikit berdandan, Savana berjalan perlahan menuju meja makan.Papah Rangga yang melihat putri kesayangannya datang menghampirinya ia langsung menyapa. "Selamat pagi sayang," sapa Papa Rangga pada Savana sambil tersenyum lebar.Savana tersenyum tipis. "Pagi juga Pah," sahut Savana pelan. Kemudian ia segera duduk di kursi kosong yang ada di depan Papa Rangga.Savana mengerutkan keningnya. "Mama sama Maura kemana Pah? gak ikut sarapan bareng?" tanya Savana pada Papa Rangga karena ia tidak melihat adik dan ibu tirinya itu.Dalam hatinya Savana merasa tidak enak karena sudah membuat hubungan Papa dan Mamanya renggang, namun ia sendiri tidak dapat membohongi perasaannya jika dirinya
Setelah sampai di rumahnya Savana membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia sangat bingung dengan perasaannya saat ini. "Aku harus ketemu Maura," gumam Savana pelan.Ia pun langsung bangun dari tempat tidurnya lalu melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang adik, Maura. Savana mengetuk pintu adiknya. "Tok ... Tok ... Tok ..." Meskipun hatinya bergetar ia mencoba memberanikan diri untuk masuk ke kamar adiknya dan membicarakan permasalahannya."Iya masuk," sahut Maura yang tidak mengetahui jika yang akan masuk ke kamarnya adalah Savana, orang yang sangat ia benci.Savana segera masuk kedalam kamar Maura dengan jantung yang berdetak kencang. Ketika Savana masuk kedalam kamar Maura ia melihat adiknya tengah menangis dengan muka tertutup bantal. Savana menghela nafasnya. "Maura ..." ucap Savana pelan.Maura tampaknya sudah hafal dengan suara sang Kakak, ia langsung membanting bantal yang ia pegang. "Ngapain Lo kesini Kak, belum puas bikin gue hancur," bent
Savana menggeliat ketika membuka matanya, tubuhnya terasa lumayan sakit, matanya sembab karena ia sering menangis akhir-akhir ini. Savana terlihat sedang memijat keningnya karena kepalanya terasa pusing. Savana duduk di atas ranjangnya. "Aduh! Kepala aku pusing banget," gumam Savana sambil terus memijat keningnya.Savana melihat kearah jarum jam yang terpasang cantik di kamar mewahnya, sekarang sudah menunjukkan pukul 07.15. Waktu dimana biasanya ia sudah bersiap - siap untuk pergi ke kantor. "Aku udah kesiangan," lirih Savana.Savana mencoba berdiri dan mencoba mengambil obat pereda pusing yang ada di laci mejanya. Savana berjalan perlahan menghampiri meja itu, untungnya didalam kamarnya masih tersedia satu gelas air putih, meski tidak banyak namun itu cukup untuk ia minum ketika memakan obatnya. Setelah memakan obat, Savana dengan perlahan berjalan kearah kamar mandi yang ada didalam kamarnya untuk bersih - bersih dan bersiap pergi ke kantor.Savana mema
Kehadiran mantan pacarnya membuat mood Savana kembali turun seketika. "Erik?" tanya Savana dengan wajah kecutnya.Erik tersenyum penuh kemenangan. "Iya," sahut Erik sambil menatap mata Savana yang terlihat tegang."Kamu ngapain sih pake ikutin aku terus! Kita itu udah enggak ada hubungan apa - apa lagi Erik!" ketus Savana.Tiba - tiba Erik memegang tangan Savana hingga membuat Savana merasa risih dengan kehadirannya. "Savana aku enggak akan berhenti ikutin kamu sebelum kamu mau balikan lagi sama aku!" ujar Erik dengan nada memohon.Savana mengerutkan keningnya. "Erik kamu itu udah gila atau gimana sih? Udah berapa kali aku bilang kalau aku enggak mau balikan lagi sama kamu!" ketus Savana yang merasa geram dengan tingkah laku mantan kekasihnya itu."Awas! Aku mau kerja!" bentak Savana sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan mantan kekasihnya."Erikkkk!" teriak Savana hingga membuat pada karyawan memperhatikannya.Sem
Mama Maia datang dan menarik tangan Savana dengan kasar. "Savana kamu cuci semua pakaian Mama sama Maura sekarang juga!" bentak Mama Maia.Savana mengerutkan keningnya. "Apa Mah? Kan ada Bibi yang biasa nyuci baju - baju ini," ujar Savana.Savana mengernyitkan keningnya ia benar - benar kesal dengan Mama Maia yang menyuruhnya mencuci semua pakaian Maura. "Baru aja aku mau istirahat, kepala aku pusing, badan aku juga pegel - pegel banget," batin Savana dalam hatinya.Mukanya memerah ia menatap tajam mata Savana. "Jadi kamu melawan permintaan Mama! Savana?" bentak Mama Maia."Apa kamu enggak kasian sama Maura! Savana? Maura baru aja pulang kerja dari pagi dia baru pulang dan baru aja selesai pemotretan! Sementara kamu? Kamu kan cuma manager perusahaan yang kerjaannya cuma duduk - duduk doang sambil ngadep laptop!" bentak Mama Maia sambil menatap sinis mata bening Savana.Savana merasa geram dengan apa yang diucapkan oleh Mama Maia kepadanya, namun ia
Suara dentingan lift mengingatkan Savana kalau ia sudah sampai di lantai dua, Savana langsung keluar dari lift itu ia berjalan kearah tangga sehingga pemandangan hilir - mudik para karyawan kantor berseliweran di depan matanya.Hari ini Savana memang sangat sibuk di kantornya karena perusahaan tempatnya bekerja akan bekerjasama dengan perusahaan besar asal Amerika."Savana!" seseorang memanggilnya sambil menepuk punggungnya dari belakang."Gimana? Udah selesai?" tanya orang itu lagi. Savana mengangguk dengan senyum tipis."Acc tapi masih ada yang harus di revisi," ucap Savana kepada partner kerjanya, siapa lagi kalau bukan Randi. Randi merupakan sahabat dekat dari CEO tempat Savana bekerja, namun ia juga berteman baik dengan Savana.Randi terlihat menundukkan kepalanya untuk melihat kearah jam tangannya. "Lima menit lagi istirahat, kamu mau makan sama saya enggak? Sekalian kita bahas kerjaan?" tanya Randi.Savana terlihat dia
"Lagi - lagi yang ditanayain sama cowok - cowok tampan itu Savana," batin Maura dalam hatinya."Gue enggak tahu Savana ada atau enggak," ketus Maura sambil mengerutkan keningnya.Erik mengakat aslinya. "Lo jangan bohong ya!" ancam Erik.Maura semakin kesal ketika Erik terus menanyakan keberadaan Savana. "Gue enggak tahu! Udah sini ada yang mau Lo titip enggak buat Savana?" tanya Maura ketika ia melihat ada satu bucket bunga yang sangat cantik didalam mobil sport milik Erik.Erik terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mau menitipkan bucket bunga untuk Savana. "Yaudah nih gue titip bunga ini buat Savana," ujar Erik sambil mengambil satu bucket bunga yang sangat cantik itu dari dalam mobilnya."Sini!" ketus Maura sambil merampas bucket bunga itu dari tangan Erik."Awas Lo kalau bunga itu enggak sampai ditangan Savana!" seru Erik sambil menjulurkan jari telunjuknya dihadapan wajah Maura."Iya! Lo enggak usah bawel, cuman bunga murahan kayak