Savana menggeliat ketika membuka matanya, tubuhnya terasa lumayan sakit, matanya sembab karena ia sering menangis akhir-akhir ini. Savana terlihat sedang memijat keningnya karena kepalanya terasa pusing. Savana duduk di atas ranjangnya. "Aduh! Kepala aku pusing banget," gumam Savana sambil terus memijat keningnya.
Savana melihat kearah jarum jam yang terpasang cantik di kamar mewahnya, sekarang sudah menunjukkan pukul 07.15. Waktu dimana biasanya ia sudah bersiap - siap untuk pergi ke kantor. "Aku udah kesiangan," lirih Savana.
Savana mencoba berdiri dan mencoba mengambil obat pereda pusing yang ada di laci mejanya. Savana berjalan perlahan menghampiri meja itu, untungnya didalam kamarnya masih tersedia satu gelas air putih, meski tidak banyak namun itu cukup untuk ia minum ketika memakan obatnya. Setelah memakan obat, Savana dengan perlahan berjalan kearah kamar mandi yang ada didalam kamarnya untuk bersih - bersih dan bersiap pergi ke kantor.
Savana memasuki ruang kamar mandi mewahnya itu dengan perlahan, ia segera membaringkan tubuhnya di atas bathtub yang sudah terisi air hangat. Savana mulai membaluri tubuhnya menggunakan sabun yang dapat mengeluarkan busa - busa yang sangat harum dan lembut. Sesekali Savana memikirkan kejadian kemarin yang membuat jantungnya terus berdetak kencang. Savana mencoba memejamkan matanya ia berharap agar semua beban yang ada di pikirannya bisa menghilang untuk sementara.
Setelah merasa sudah bersih Savana segera membilas seluruh tubuhnya, lalu ia bangun dari bathtub putih itu. Savana terlihat melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan kamar mandi itu. Setelah selesai mandi Savana segera membuka walk in closet mewah miliknya. Seperti biasanya Savana selalu tampil sederhana dengan menggunakan setelan blazer berwarna hitam.
Savana duduk dan menatap kearah cermin, kali ini ia sedikit berdandan agar matanya yang sembab sedikit tertutupi. Savana memoleskan lipstik berwarna merah muda dibibir tipisnya, tidak lupa ia juga melentikkan bulu matanya menggunakan maskara andalannya.
Setelah merasa sudah siap dan rapih Savana segera bangun dari duduknya dan mengambil tas yang berisi berkas - berkas perusahaan. Savana segera memakai tas itu lalu ia segera melangkahkan kakinya untuk pergi kekantor. Savana berjalan menuruni tangga dirumahnya, dimeja makan ia sedang melihat Papa Rangga, Mama Maia, dan Maura sedang menikmati sarapan pagi.
Raut wajah Maura dan Mama Maia langsung berubah seketika, mereka langsung menatap sinis wajah Savana. Hanya Papa Rangga yang memberikan senyuman manisnya kepada Savana. "Sayang ikut sarapan yuk," sapa Papa Rangga yang mencoba menengahi antara Savana dan Maura.
Savana yang sudah menyadari jika Mama Maia dan Maura tidak menginginkan keberadaannya pun langsung menolak dengan halus ajakan Papanya. "Maaf Pah, aku enggak bisa ikut sarapan bareng soalnya sekarang udah telat," sahut Savana dengan senyuman manis diwajahnya.
"Yasudah kalau begitu, Papah anterin kamu berangkat ya?" tanya Papa Rangga sambil bangun dari tempat duduknya.
"Enggak Pah, enggak usah aku berangkat pakai taksi aja Pah," sahut Savana.
Mama Maia langsung melotot kearah Papah Rangga. "Ngapain sih Papah lebay banget mau nganterin Savana segala," batin Mama Maia dalam hatinya sambil mengerutkan keningnya.
Begitu juga dengan Maura yang sedari tadi menatap Savana dengan tatapan penuh rasa kebencian. "Pagi - pagi udah bikin gue badmood aja Papah," batin Maura sambil mengunyah makanannya.
"Yaudah kalau mau kamu begitu hati - hati dijalan ya sayang," ujar Papah Rangga.
"Iya Pah," sahut Savana.
Savana mencoba untuk tersenyum kearah Maura dan juga Mama Maia yang sedari tadi memberikan tatapan tajam kearahnya. "Mah, Maura, aku berangkat dulu ya," ujar Savana sambil tersenyum manis kearah Maura dan Mama Maia.
Maura dan Mama Maia tidak menanggapi ucapan Savana mereka pura - pura tidak mendengar dan hanya fokus menikmati sarapan paginya. Savana menghela nafasnya ketika melihat kelakuan Mama Maia dan juga Maura. Setelah itu Savana segera pergi.
Sekarang Savana sedang berada didalam taksi, selama dalam perjalanan Savana hanya dapat terdiam sambil menatap kearah jalanan kota Jakarta yang sudah dipadati oleh gedung - gedung tinggi. Savana terus memikirkan masalah percintaannya bersama dengan Aksa. "Padahal hari ini aku sudah mulai masuk bekerja tapi pikiranku masih terus memikirkan semua masalah yang telah terjadi," batin Savana.
Savana masih merasa sakit hati dengan semua makian yang diberikan oleh Mama Maia kepada dirinya, apalagi setelah ia mengetahui jika dirinya hanya anak hasil selingkuhan Papa Rangga, hatinya begitu pedih seperti tersayat pisau yang sangat tajam. "Seandainya Ibu kandung aku juga masih hidup pasti ia juga sangat mencintai dan menyayangiku seperti apa yang dilakukan oleh Mama Maia kepada Maura," batin Savana.
Tanpa disadari mobil taksi yang ditumpanginya sudah berhenti disebuah kantor perusahaan besar tempat dimana Savana bekerja. "Mbak, sudah sampai," ucap supir taksi itu sambil menatap wajah Savana yang tengah melamun didalam mobil sambil.
"Mbak?" ucap sopir taksi itu.
Dengan wajah polosnya. "I iya Pak?" tanya Savana yang baru saja tersadar dari lamunannya
"Maaf Mbak ini kita sudah sampai," ujar sopir taksi itu.
Savana segera menatap kearah luar. "Oh iya Pak,"sahut Savana sambil tersenyum malu.Savana segera membayar sopir taksi itu lalu segera melangkahkan kakinya menuju lobi kantornya. Savana segera disapa oleh security yang bertugas di kantor. "Selamat pagi Mbak Savana," sapa security itu.
"Pagi Pak," sahut Savana sambil tersenyum simpul.
"Tumben Mbak, biasanya datangnya pagi - pagi banget," ujar security itu.
"Iya Pak tadi saya sempat telat bangun," sahut Savana.
"Saya permisi dulu ya Pak," ujar Savana.Security itu langsung tersenyum ramah kepada Savana.
Savana segera berjalan memasuki kantor perusahaan, sapaan dari para staf kantor dibalas dengan senyuman manis oleh Savana.Savana melangkahkan kakinya menuju lift kantor namun saat ia akan masuk kedalam lift tiba - tiba ada laki - laki yang menghampiri dirinya, raut wajah Savana menjadi lebih tegang ketika laki - laki itu menghampiri dirinya.
Kehadiran mantan pacarnya membuat mood Savana kembali turun seketika. "Erik?" tanya Savana dengan wajah kecutnya.Erik tersenyum penuh kemenangan. "Iya," sahut Erik sambil menatap mata Savana yang terlihat tegang."Kamu ngapain sih pake ikutin aku terus! Kita itu udah enggak ada hubungan apa - apa lagi Erik!" ketus Savana.Tiba - tiba Erik memegang tangan Savana hingga membuat Savana merasa risih dengan kehadirannya. "Savana aku enggak akan berhenti ikutin kamu sebelum kamu mau balikan lagi sama aku!" ujar Erik dengan nada memohon.Savana mengerutkan keningnya. "Erik kamu itu udah gila atau gimana sih? Udah berapa kali aku bilang kalau aku enggak mau balikan lagi sama kamu!" ketus Savana yang merasa geram dengan tingkah laku mantan kekasihnya itu."Awas! Aku mau kerja!" bentak Savana sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan mantan kekasihnya."Erikkkk!" teriak Savana hingga membuat pada karyawan memperhatikannya.Sem
Mama Maia datang dan menarik tangan Savana dengan kasar. "Savana kamu cuci semua pakaian Mama sama Maura sekarang juga!" bentak Mama Maia.Savana mengerutkan keningnya. "Apa Mah? Kan ada Bibi yang biasa nyuci baju - baju ini," ujar Savana.Savana mengernyitkan keningnya ia benar - benar kesal dengan Mama Maia yang menyuruhnya mencuci semua pakaian Maura. "Baru aja aku mau istirahat, kepala aku pusing, badan aku juga pegel - pegel banget," batin Savana dalam hatinya.Mukanya memerah ia menatap tajam mata Savana. "Jadi kamu melawan permintaan Mama! Savana?" bentak Mama Maia."Apa kamu enggak kasian sama Maura! Savana? Maura baru aja pulang kerja dari pagi dia baru pulang dan baru aja selesai pemotretan! Sementara kamu? Kamu kan cuma manager perusahaan yang kerjaannya cuma duduk - duduk doang sambil ngadep laptop!" bentak Mama Maia sambil menatap sinis mata bening Savana.Savana merasa geram dengan apa yang diucapkan oleh Mama Maia kepadanya, namun ia
Suara dentingan lift mengingatkan Savana kalau ia sudah sampai di lantai dua, Savana langsung keluar dari lift itu ia berjalan kearah tangga sehingga pemandangan hilir - mudik para karyawan kantor berseliweran di depan matanya.Hari ini Savana memang sangat sibuk di kantornya karena perusahaan tempatnya bekerja akan bekerjasama dengan perusahaan besar asal Amerika."Savana!" seseorang memanggilnya sambil menepuk punggungnya dari belakang."Gimana? Udah selesai?" tanya orang itu lagi. Savana mengangguk dengan senyum tipis."Acc tapi masih ada yang harus di revisi," ucap Savana kepada partner kerjanya, siapa lagi kalau bukan Randi. Randi merupakan sahabat dekat dari CEO tempat Savana bekerja, namun ia juga berteman baik dengan Savana.Randi terlihat menundukkan kepalanya untuk melihat kearah jam tangannya. "Lima menit lagi istirahat, kamu mau makan sama saya enggak? Sekalian kita bahas kerjaan?" tanya Randi.Savana terlihat dia
"Lagi - lagi yang ditanayain sama cowok - cowok tampan itu Savana," batin Maura dalam hatinya."Gue enggak tahu Savana ada atau enggak," ketus Maura sambil mengerutkan keningnya.Erik mengakat aslinya. "Lo jangan bohong ya!" ancam Erik.Maura semakin kesal ketika Erik terus menanyakan keberadaan Savana. "Gue enggak tahu! Udah sini ada yang mau Lo titip enggak buat Savana?" tanya Maura ketika ia melihat ada satu bucket bunga yang sangat cantik didalam mobil sport milik Erik.Erik terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mau menitipkan bucket bunga untuk Savana. "Yaudah nih gue titip bunga ini buat Savana," ujar Erik sambil mengambil satu bucket bunga yang sangat cantik itu dari dalam mobilnya."Sini!" ketus Maura sambil merampas bucket bunga itu dari tangan Erik."Awas Lo kalau bunga itu enggak sampai ditangan Savana!" seru Erik sambil menjulurkan jari telunjuknya dihadapan wajah Maura."Iya! Lo enggak usah bawel, cuman bunga murahan kayak
Sekarang adalah hari weekend dan saat ini matahari mulai mencapai puncak keperkasaannya. Bias sinarnya menembus jendela - jendela rumah dengan yang begitu memancar ke area kulit.Menebarkan keengganan pada setiap orang untuk sekedar melangkahkan kaki mereka untuk keluar rumah, mengusik kenyamanan pada mereka yang masih terbalut dalam selimut untuk segera bangun dan beranjak dari singgasana peraduan malam.Namun pemandangan itu tidak terlihat sedikitpun didalam kamar perempuan cantik ini. Perempuan dengan rambut hitam sedikit bergelombang, kulit putih mulus seputih salju, dan bibir tipis merah merona seperti buah ceri nampak masih terbuai dalam mimpi di atas tempat tidurnya.Nampaknya ia sangat kelelahan dengan semua pekerjaannya hingga ia tertidur hingga siang hari."Savana!" Suara wanita yang begitu menggelegar terdengar dari luar kamar perempuan cantik ini. Teriakan yang selalu berhasil membuat perempuan cantik ini terbangun dari buaian mimpinya.&
"Ada apa ini Tante? Kok Tante kasar sama Savana?" tanya Aksa sambil mengerutkan keningnya dan menatap mata Mama Maia."Mau kemana kamu Savana? Kamu itu ada tugas nyuci dari Mama!" bentak Mama Maia sambil mengerutkan keningnya."T-tapi Mah aku udah selesai nyuci semua baju - bajunya kok," lirih Savana.Mama Maia terlihat tidak terima Savana jalan berduaan dengan Aksa, laki - laki yang sangat di dambakan oleh Maura, anak kesayangannya."Aku mau minta izin sama Tante aku mau ngajak Savana keluar," ucap Aksa sambil menatap wajah Mama Maia."Enggak! Enggak boleh! Savana masih banyak pekerjaan rumah yang harus kamu selesaikan!" bentak Mama Maia."Tapi tadi aku udah minta izin lewat telpon sama Om Rangga untuk mengajak Savana keluar dan ia mengizinkannya," sanggah Aksa yang mampu membuat Mama Maia terdiam.Aksa segera membawa Savana untuk masuk kedalam mobil mewahnya dan Mama Maia pun tidak dapat berbuat apa - apa karena suaminya telah mengi
Maura menangis terisak saat ia turun dari mobil mewahnya, ia langsung masuk kedalam rumahnya dan segera berlari memasuki kamarnya, Mama Maia pun yang merasa heran dengan sikap putri kesayangannya."Maura kenapa ya?" batin Mama Maia dalam hatinya."Aku samperin aja ke kamarnya atau jangan ya?" gumam Mama Maia sambil mengerutkan keningnya.Sementara itu Maura langsung menutup rapat pintu kamarnya lalu ia segera membaringkan tubuhnya dan menutupi wajahnya menggunakan bantal, hatinya begitu sakit saat melihat Aksa bermesraan bersama Savana.Maura terus menangis ia membanting semua barang - barang yang ada di kamarnya, semua barang yang ada di kamarnya menjadi pelampiasan amarah Maura."Jahat!" teriak Maura sambil membanting vas bunga yang terpajang di kamarnya.Arrrgggghhhh!Maura berteriak histeris ia benar - benar tidak dapat mengontrol emosinya, hatinya begitu pedih. "Savana Lo jahat! Gue benci sama Lo!" teriak Maura dengan
Ternyata yang datang bukanlah Savana melainkan Papah Rangga. "Ternyata yang datang bukan anak pembawa sial itu tapi ayahnya," batin Mama Maia dalam hatinya.Papah Rangga langsung menyapa dan memberikan senyuman manisnya kepada istri tercintanya berbeda dengan Mama Maia yang terlihat cemberut dan menunjukkan muka masamnya."Hai sayang, kamu lagi ngapain diluar," sapa Papah Rangga sambil tersenyum manis menatap wajah cantik Mama Maia."E-enggak Pah aku diluar karena bosen didalam rumah terus," sanggah Mama Maia yang terlihat gugup dihadapan suaminya.Papah Rangga langsung percaya saja dengan omongan istrinya meski hatinya yakin jika ada yang disembunyikan oleh istrinya tersebut, namun Papah Rangga hanya tersenyum lalu segera pergi masuk kedalam rumahnya."Yasudah Papah masuk duluan ya Mah," ujar Papah Rangga yang sepertinya sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini."Iya," sahut Mama Maia.Mama Maia mencoba untuk diam dan tidak memberit