Share

Chapter 8

Setelah sampai di rumahnya Savana membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia sangat bingung dengan perasaannya saat ini. "Aku harus ketemu Maura," gumam Savana pelan.

Ia pun langsung bangun dari tempat tidurnya lalu melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang adik, Maura. Savana mengetuk pintu adiknya. "Tok ... Tok ... Tok ..." Meskipun hatinya bergetar ia mencoba memberanikan diri untuk masuk ke kamar adiknya dan membicarakan permasalahannya.

"Iya masuk," sahut Maura yang tidak mengetahui jika yang akan masuk ke kamarnya adalah Savana, orang yang sangat ia benci.

Savana segera masuk kedalam kamar Maura dengan jantung yang berdetak kencang. Ketika Savana masuk kedalam kamar Maura ia melihat adiknya tengah menangis dengan muka tertutup bantal. Savana menghela nafasnya. "Maura ..." ucap Savana pelan.

Maura tampaknya sudah hafal dengan suara sang Kakak, ia langsung membanting bantal yang ia pegang. "Ngapain Lo kesini Kak, belum puas bikin gue hancur," bentak Maura sambil meneteskan air matanya.

"Gue itu enggak nyangka sama Lo ya Kak ternyata hati Lo itu busuk banget, tega - teganya Lo rebut laki - laki yang sangat gue cintai," lanjut Maura sambil menatap tajam mata Kakaknya, Savana.

Savana menatap haru wajah adik perempuannya. "Tapi Kakak sebelumnya enggak tahu kalau kamu pernah memiliki hubungan spesial dengan Aksa," rintih Savana.

"Kakak minta maaf sama kamu, Kakak enggak bermaksud untuk membuat kamu sedih seperti ini," sambung Savana sambil menatap mata adiknya, Maura.

"Enggak usah banyak alasan deh Lo, sekarang Lo seneng kan liat gue sedih terus gini, Lo emang licik ya!" bentak Maura tanpa memikirkan hati sang Kakak.

"T-tapi," rintih Savana.

"Kalau Lo peduli sama gue Lo putus sekarang juga sama Aksa dan suruh Aksa kembali sama gue!" seru Maura sambil menunjukkan muka merahnya kepada Savana.

Savana meneteskan air matanya yang sangat bening itu. "Enggak bisa Maura, Kakak enggak bisa membatalkan pernikahan ini," rintih Savana. 

"Kakak udah sayang sama Aksa dan pernikahan kita akan sebenatar lagi dilaksanakan," lirih Savana sambil menatap mata sembab adiknya yang tengah duduk ditempat tidur.

Emosi Maura semakin memuncak ketika mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Savana, Maura menatap tajam kearah Savana sambil mengerutkan keningnya. "Lo emang tega Kak! Lo emang enggak punya hati! Lo enggak punya perasaan! Lo jahat Kak!" teriak Maura sambil menunjukkan telunjuknya kearah wajah Savana yang sedang tertunduk.

"Gue heran ada wanita sejahat Lo! Gue kira Lo itu baik! Tapi nyatanya Lo itu busuk! Lo tega merebut laki - laki yang gue sayang! Lo emang licik Kak!" teriak Maura.

"Kakak minta maaf Maura," rintih Savana sambil menundukkan kepalanya.

"Alah! Lo kalau mau nikah sama Aksa nikah aja sana! Tapi Lo harus yakin dan percaya jika karma itu ada! Gue yakin dan percaya jika Lo akan merasakan apa yang gue rasakan sekarang! Lo akan merasakan gimana sakitnya ketika laki - laki yang Lo sayang direbut sama cewek lain!" teriak Maura yang semakin histeris.

"Kakak enggak bermaksud begitu Maura, Kakak sayang sama kamu," lirih Savana.

Maura segera bangun dari tempat tidurnya lalu segera menuju kearah Savana yang tengah berdiri di samping tempat tidurnya. 

"Udah sana gue jijik liat muka Lo! Gue benci dan muak denger suara Lo! Jangan pernah Lo kesini lagi! Jangan pernah temuin gue lagi! Pergi sana Lo!" teriak Maura sambil meremas tangan Savana dan menyeret Savana keluar dari kamar mewahnya.

Savana tampak kesakitan ketika ia diseret secara kasar oleh Maura, Savana menitikkan air matanya, hatinya begitu hancur dan sangat pedih ketika diperlakukan seperti itu oleh Maura. "Pergi sekarang juga Lo dari kamar gue!" bentak Maura.

Maura menyeret Savana dengan sangat kasar hingga membuat Savana jatuh tersungkur dihadapan pintu kamarnya. Setelah Savana jatuh tersungkur Maura segera membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. 

BRAKKKK ... 

Savana mencoba berdiri meskipun ia tampak lemah dan lesu, jantungnya berdetak kencang, ia berjalan perlahan menuju ke kamarnya. Setelah masuk kedalam kamarnya Savana segera duduk dan mencoba menenangkan hatinya. 

Savana mengambil bantal di tempat tidurnya lalu ia peluk bantal itu dengan sangat erat, ia berharap jika bantal itu mampu menenangkan hatinya yang sangat kacau itu. 

Hiks... Hiks... Hiks....

Savana mencoba untuk berhenti menangis namun gagal, ia tidak dapat menahan lagi rasa sedihnya itu. Ia merasa sangat serba salah, ia tidak mungkin membatalkan pernikahannya bersama Aksa yang hanya tinggal selangkah lagi. Savana merasa sangat bingung ia terus mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipinya. 

"Aku enggak tahu harus gimana," batin Savana sambil menangis sesenggukan.

"Maura sama Mama sudah sangat membenci aku," gumam Savana sambil mengusap air mata yang membanjir pelupuk matanya.

"Apa aku haru membatalkan semuanya? Apakah semuanya harus berakhir begitu saja? Apakah mungkin ini saatnya aku mengorbankan perasaan aku sendiri!" lirih Savana sambil terus memeluk bantal guling yang ada di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status