Setelah sampai di rumahnya Savana membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia sangat bingung dengan perasaannya saat ini. "Aku harus ketemu Maura," gumam Savana pelan.
Ia pun langsung bangun dari tempat tidurnya lalu melangkahkan kakinya menuju ke kamar sang adik, Maura. Savana mengetuk pintu adiknya. "Tok ... Tok ... Tok ..." Meskipun hatinya bergetar ia mencoba memberanikan diri untuk masuk ke kamar adiknya dan membicarakan permasalahannya.
"Iya masuk," sahut Maura yang tidak mengetahui jika yang akan masuk ke kamarnya adalah Savana, orang yang sangat ia benci.
Savana segera masuk kedalam kamar Maura dengan jantung yang berdetak kencang. Ketika Savana masuk kedalam kamar Maura ia melihat adiknya tengah menangis dengan muka tertutup bantal. Savana menghela nafasnya. "Maura ..." ucap Savana pelan.
Maura tampaknya sudah hafal dengan suara sang Kakak, ia langsung membanting bantal yang ia pegang. "Ngapain Lo kesini Kak, belum puas bikin gue hancur," bentak Maura sambil meneteskan air matanya.
"Gue itu enggak nyangka sama Lo ya Kak ternyata hati Lo itu busuk banget, tega - teganya Lo rebut laki - laki yang sangat gue cintai," lanjut Maura sambil menatap tajam mata Kakaknya, Savana.
Savana menatap haru wajah adik perempuannya. "Tapi Kakak sebelumnya enggak tahu kalau kamu pernah memiliki hubungan spesial dengan Aksa," rintih Savana.
"Kakak minta maaf sama kamu, Kakak enggak bermaksud untuk membuat kamu sedih seperti ini," sambung Savana sambil menatap mata adiknya, Maura.
"Enggak usah banyak alasan deh Lo, sekarang Lo seneng kan liat gue sedih terus gini, Lo emang licik ya!" bentak Maura tanpa memikirkan hati sang Kakak.
"T-tapi," rintih Savana.
"Kalau Lo peduli sama gue Lo putus sekarang juga sama Aksa dan suruh Aksa kembali sama gue!" seru Maura sambil menunjukkan muka merahnya kepada Savana.
Savana meneteskan air matanya yang sangat bening itu. "Enggak bisa Maura, Kakak enggak bisa membatalkan pernikahan ini," rintih Savana.
"Kakak udah sayang sama Aksa dan pernikahan kita akan sebenatar lagi dilaksanakan," lirih Savana sambil menatap mata sembab adiknya yang tengah duduk ditempat tidur.
Emosi Maura semakin memuncak ketika mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Savana, Maura menatap tajam kearah Savana sambil mengerutkan keningnya. "Lo emang tega Kak! Lo emang enggak punya hati! Lo enggak punya perasaan! Lo jahat Kak!" teriak Maura sambil menunjukkan telunjuknya kearah wajah Savana yang sedang tertunduk.
"Gue heran ada wanita sejahat Lo! Gue kira Lo itu baik! Tapi nyatanya Lo itu busuk! Lo tega merebut laki - laki yang gue sayang! Lo emang licik Kak!" teriak Maura.
"Kakak minta maaf Maura," rintih Savana sambil menundukkan kepalanya.
"Alah! Lo kalau mau nikah sama Aksa nikah aja sana! Tapi Lo harus yakin dan percaya jika karma itu ada! Gue yakin dan percaya jika Lo akan merasakan apa yang gue rasakan sekarang! Lo akan merasakan gimana sakitnya ketika laki - laki yang Lo sayang direbut sama cewek lain!" teriak Maura yang semakin histeris.
"Kakak enggak bermaksud begitu Maura, Kakak sayang sama kamu," lirih Savana.
Maura segera bangun dari tempat tidurnya lalu segera menuju kearah Savana yang tengah berdiri di samping tempat tidurnya.
"Udah sana gue jijik liat muka Lo! Gue benci dan muak denger suara Lo! Jangan pernah Lo kesini lagi! Jangan pernah temuin gue lagi! Pergi sana Lo!" teriak Maura sambil meremas tangan Savana dan menyeret Savana keluar dari kamar mewahnya.
Savana tampak kesakitan ketika ia diseret secara kasar oleh Maura, Savana menitikkan air matanya, hatinya begitu hancur dan sangat pedih ketika diperlakukan seperti itu oleh Maura. "Pergi sekarang juga Lo dari kamar gue!" bentak Maura.
Maura menyeret Savana dengan sangat kasar hingga membuat Savana jatuh tersungkur dihadapan pintu kamarnya. Setelah Savana jatuh tersungkur Maura segera membanting pintu kamarnya dengan sangat keras.
BRAKKKK ...
Savana mencoba berdiri meskipun ia tampak lemah dan lesu, jantungnya berdetak kencang, ia berjalan perlahan menuju ke kamarnya. Setelah masuk kedalam kamarnya Savana segera duduk dan mencoba menenangkan hatinya.
Savana mengambil bantal di tempat tidurnya lalu ia peluk bantal itu dengan sangat erat, ia berharap jika bantal itu mampu menenangkan hatinya yang sangat kacau itu.
Hiks... Hiks... Hiks....
Savana mencoba untuk berhenti menangis namun gagal, ia tidak dapat menahan lagi rasa sedihnya itu. Ia merasa sangat serba salah, ia tidak mungkin membatalkan pernikahannya bersama Aksa yang hanya tinggal selangkah lagi. Savana merasa sangat bingung ia terus mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.
"Aku enggak tahu harus gimana," batin Savana sambil menangis sesenggukan.
"Maura sama Mama sudah sangat membenci aku," gumam Savana sambil mengusap air mata yang membanjir pelupuk matanya.
"Apa aku haru membatalkan semuanya? Apakah semuanya harus berakhir begitu saja? Apakah mungkin ini saatnya aku mengorbankan perasaan aku sendiri!" lirih Savana sambil terus memeluk bantal guling yang ada di hadapannya.
Savana menggeliat ketika membuka matanya, tubuhnya terasa lumayan sakit, matanya sembab karena ia sering menangis akhir-akhir ini. Savana terlihat sedang memijat keningnya karena kepalanya terasa pusing. Savana duduk di atas ranjangnya. "Aduh! Kepala aku pusing banget," gumam Savana sambil terus memijat keningnya.Savana melihat kearah jarum jam yang terpasang cantik di kamar mewahnya, sekarang sudah menunjukkan pukul 07.15. Waktu dimana biasanya ia sudah bersiap - siap untuk pergi ke kantor. "Aku udah kesiangan," lirih Savana.Savana mencoba berdiri dan mencoba mengambil obat pereda pusing yang ada di laci mejanya. Savana berjalan perlahan menghampiri meja itu, untungnya didalam kamarnya masih tersedia satu gelas air putih, meski tidak banyak namun itu cukup untuk ia minum ketika memakan obatnya. Setelah memakan obat, Savana dengan perlahan berjalan kearah kamar mandi yang ada didalam kamarnya untuk bersih - bersih dan bersiap pergi ke kantor.Savana mema
Kehadiran mantan pacarnya membuat mood Savana kembali turun seketika. "Erik?" tanya Savana dengan wajah kecutnya.Erik tersenyum penuh kemenangan. "Iya," sahut Erik sambil menatap mata Savana yang terlihat tegang."Kamu ngapain sih pake ikutin aku terus! Kita itu udah enggak ada hubungan apa - apa lagi Erik!" ketus Savana.Tiba - tiba Erik memegang tangan Savana hingga membuat Savana merasa risih dengan kehadirannya. "Savana aku enggak akan berhenti ikutin kamu sebelum kamu mau balikan lagi sama aku!" ujar Erik dengan nada memohon.Savana mengerutkan keningnya. "Erik kamu itu udah gila atau gimana sih? Udah berapa kali aku bilang kalau aku enggak mau balikan lagi sama kamu!" ketus Savana yang merasa geram dengan tingkah laku mantan kekasihnya itu."Awas! Aku mau kerja!" bentak Savana sambil mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan mantan kekasihnya."Erikkkk!" teriak Savana hingga membuat pada karyawan memperhatikannya.Sem
Mama Maia datang dan menarik tangan Savana dengan kasar. "Savana kamu cuci semua pakaian Mama sama Maura sekarang juga!" bentak Mama Maia.Savana mengerutkan keningnya. "Apa Mah? Kan ada Bibi yang biasa nyuci baju - baju ini," ujar Savana.Savana mengernyitkan keningnya ia benar - benar kesal dengan Mama Maia yang menyuruhnya mencuci semua pakaian Maura. "Baru aja aku mau istirahat, kepala aku pusing, badan aku juga pegel - pegel banget," batin Savana dalam hatinya.Mukanya memerah ia menatap tajam mata Savana. "Jadi kamu melawan permintaan Mama! Savana?" bentak Mama Maia."Apa kamu enggak kasian sama Maura! Savana? Maura baru aja pulang kerja dari pagi dia baru pulang dan baru aja selesai pemotretan! Sementara kamu? Kamu kan cuma manager perusahaan yang kerjaannya cuma duduk - duduk doang sambil ngadep laptop!" bentak Mama Maia sambil menatap sinis mata bening Savana.Savana merasa geram dengan apa yang diucapkan oleh Mama Maia kepadanya, namun ia
Suara dentingan lift mengingatkan Savana kalau ia sudah sampai di lantai dua, Savana langsung keluar dari lift itu ia berjalan kearah tangga sehingga pemandangan hilir - mudik para karyawan kantor berseliweran di depan matanya.Hari ini Savana memang sangat sibuk di kantornya karena perusahaan tempatnya bekerja akan bekerjasama dengan perusahaan besar asal Amerika."Savana!" seseorang memanggilnya sambil menepuk punggungnya dari belakang."Gimana? Udah selesai?" tanya orang itu lagi. Savana mengangguk dengan senyum tipis."Acc tapi masih ada yang harus di revisi," ucap Savana kepada partner kerjanya, siapa lagi kalau bukan Randi. Randi merupakan sahabat dekat dari CEO tempat Savana bekerja, namun ia juga berteman baik dengan Savana.Randi terlihat menundukkan kepalanya untuk melihat kearah jam tangannya. "Lima menit lagi istirahat, kamu mau makan sama saya enggak? Sekalian kita bahas kerjaan?" tanya Randi.Savana terlihat dia
"Lagi - lagi yang ditanayain sama cowok - cowok tampan itu Savana," batin Maura dalam hatinya."Gue enggak tahu Savana ada atau enggak," ketus Maura sambil mengerutkan keningnya.Erik mengakat aslinya. "Lo jangan bohong ya!" ancam Erik.Maura semakin kesal ketika Erik terus menanyakan keberadaan Savana. "Gue enggak tahu! Udah sini ada yang mau Lo titip enggak buat Savana?" tanya Maura ketika ia melihat ada satu bucket bunga yang sangat cantik didalam mobil sport milik Erik.Erik terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mau menitipkan bucket bunga untuk Savana. "Yaudah nih gue titip bunga ini buat Savana," ujar Erik sambil mengambil satu bucket bunga yang sangat cantik itu dari dalam mobilnya."Sini!" ketus Maura sambil merampas bucket bunga itu dari tangan Erik."Awas Lo kalau bunga itu enggak sampai ditangan Savana!" seru Erik sambil menjulurkan jari telunjuknya dihadapan wajah Maura."Iya! Lo enggak usah bawel, cuman bunga murahan kayak
Sekarang adalah hari weekend dan saat ini matahari mulai mencapai puncak keperkasaannya. Bias sinarnya menembus jendela - jendela rumah dengan yang begitu memancar ke area kulit.Menebarkan keengganan pada setiap orang untuk sekedar melangkahkan kaki mereka untuk keluar rumah, mengusik kenyamanan pada mereka yang masih terbalut dalam selimut untuk segera bangun dan beranjak dari singgasana peraduan malam.Namun pemandangan itu tidak terlihat sedikitpun didalam kamar perempuan cantik ini. Perempuan dengan rambut hitam sedikit bergelombang, kulit putih mulus seputih salju, dan bibir tipis merah merona seperti buah ceri nampak masih terbuai dalam mimpi di atas tempat tidurnya.Nampaknya ia sangat kelelahan dengan semua pekerjaannya hingga ia tertidur hingga siang hari."Savana!" Suara wanita yang begitu menggelegar terdengar dari luar kamar perempuan cantik ini. Teriakan yang selalu berhasil membuat perempuan cantik ini terbangun dari buaian mimpinya.&
"Ada apa ini Tante? Kok Tante kasar sama Savana?" tanya Aksa sambil mengerutkan keningnya dan menatap mata Mama Maia."Mau kemana kamu Savana? Kamu itu ada tugas nyuci dari Mama!" bentak Mama Maia sambil mengerutkan keningnya."T-tapi Mah aku udah selesai nyuci semua baju - bajunya kok," lirih Savana.Mama Maia terlihat tidak terima Savana jalan berduaan dengan Aksa, laki - laki yang sangat di dambakan oleh Maura, anak kesayangannya."Aku mau minta izin sama Tante aku mau ngajak Savana keluar," ucap Aksa sambil menatap wajah Mama Maia."Enggak! Enggak boleh! Savana masih banyak pekerjaan rumah yang harus kamu selesaikan!" bentak Mama Maia."Tapi tadi aku udah minta izin lewat telpon sama Om Rangga untuk mengajak Savana keluar dan ia mengizinkannya," sanggah Aksa yang mampu membuat Mama Maia terdiam.Aksa segera membawa Savana untuk masuk kedalam mobil mewahnya dan Mama Maia pun tidak dapat berbuat apa - apa karena suaminya telah mengi
Maura menangis terisak saat ia turun dari mobil mewahnya, ia langsung masuk kedalam rumahnya dan segera berlari memasuki kamarnya, Mama Maia pun yang merasa heran dengan sikap putri kesayangannya."Maura kenapa ya?" batin Mama Maia dalam hatinya."Aku samperin aja ke kamarnya atau jangan ya?" gumam Mama Maia sambil mengerutkan keningnya.Sementara itu Maura langsung menutup rapat pintu kamarnya lalu ia segera membaringkan tubuhnya dan menutupi wajahnya menggunakan bantal, hatinya begitu sakit saat melihat Aksa bermesraan bersama Savana.Maura terus menangis ia membanting semua barang - barang yang ada di kamarnya, semua barang yang ada di kamarnya menjadi pelampiasan amarah Maura."Jahat!" teriak Maura sambil membanting vas bunga yang terpajang di kamarnya.Arrrgggghhhh!Maura berteriak histeris ia benar - benar tidak dapat mengontrol emosinya, hatinya begitu pedih. "Savana Lo jahat! Gue benci sama Lo!" teriak Maura dengan