"Kalian tak bisa kemana-mana. Teman kalian akan kami bunuh jika kalian berani lari dari sini!" ucap salah satu pereman itu, Dewi terlihat sangat ketakutan. Alena dan yang lainnya tidak bisa kabur, apapun alasannya mereka takan membiarkan Dewi tertangkap sendirian."Kami takan kemana-kemana dan takan melakukan perlawanan, tapi tolong jangan buat takut teman kami seperti itu. Jauhkan pisau itu dari lehernya." mohon Alena. Dia tak tega melihat Dewi yang telihat sangat ketakutan.Kepala pereman memberi kode pada anak buahnya untuk menangkap Alena dan yang lainnya, lalu memasukan mereka ke dalam mobil. Menurutnya tempat itu sudah tak aman, jadi mereka akan memindahkan mereka ke tempat yang lebih aman lagi.Alena dan yang lainnya telah masuk dalam mobil yang berbeda, Alena hanya bisa pasrah sekarang. Dia kehilangan harapannya untuk membebaskan adiknya juga Rani. Dia juga sudah menyerah, usahanya untuk menggagalkan pernikahan Harry dan Sinta esok pagi sepertinya takan berhasil.Baru seratus
"Maaf, saya lancang. Saya Alex, orang baru yang menempati rumah depan. Saya datang mengantarkan makanan ini sebagai salam perkenalan dari saya."Harry tersenyum menerima bingkisan makanan dari tetangga barunya, namun saat menatap mata lelaki itu, senyumnya pudar. Tatapan lelaki itu mirip seseorang, Harry mengingat-ingat tatapan milik siapa itu."Terimakasih makanannya. Semoga Anda betah di tempat baru anda sekarang," ucap Harry sembari terus megingat-ingat mirip siapa tatapan mata itu."Saya pasti betah, sudah lama saya ingin sekali tinggal di lingkungan sini, sekarang baru kesampaian," balas Alex."Anda mau mampir masuk sebentar?" tanya Harry lagi.Alex menggeleng, "Tidak perlu. Ini sudah malam, takut mengganggu Anda."Alex kemudian pamit pulang, Harry terus mengamati Alex yang sedang berjalan keluar gerbang."Mungkin ini perasaanku saja, Yudi sudah pasti mati saat itu, meskipun sampai sekarang mayatnya belum juga di temukan," gumam Harry setelah ingat kalau tatapan mata Alex ternyat
"Jaga diri baik-baik di rumah. Jangan nakal. Jangan ikut-ikutan dua teman sintingmu itu. Mereka suka bergaul enggak bener!" pesan Harry sebelum pergi."Teman sinting yang kamu maksud itu kami berdua, Har?" tanya Dewi dengan nada kesal."Siapa lagi kalau bukan kalian yang buat istri penurutku ini lupa pulang. Denger ya, aku memang enggak ngelarang Alena bergaul sama kalian, tapi awas saja kalau bawa Alena jalan-jalan terus sampai lupa pulang. Istriku enggak boleh cape, enggak boleh--""Bawel banget sekarang kamu, Har. Kalau kamu terlalu posesif gitu yang ada lama-lama istrimu bosan dan cari yang lain." potong Dewi.Alena tertawa mendengar suaminya dan Dewi terus bertengkar."Sudah Har, jangan di terusin berantemnya. Kamu dah terlambat." ucap Alena yang melihat Harry mau kembali menanggapi ucapan Dewi.Harry menghela nafasnya, "Ya sudah, aku pamit dulu ya, sayang. Jangan jauh-jauh dari ponselmu. Sejam sekali aku akan nelpon kamu." Harry kemudian mengecup kening istrinya."Hati-hari di j
"Terimakasih banyak telah menolong kami dari lelaki brengs*k itu!"Gemetar suara Dewi terdengar, dia cukup gerogi berbicara dengan Alex kali ini."Cuma lelaki pengecut yang beraninya sama perempuan. Sudah sepantasnya saya menghajar lelaki biad*b seperti dia." balas Alex. Ucapanya terasa seperti menampar dirinya sendiri, dia ingat betul apa yang telah di lakukannya pada tiga mantan istri di masalalunya. Memukul dan menyakiti istri-istrinya hampir tiap hari ia lakukan."Anda keren sekali, tadi. Sebagai ucapan terimakasih, kami akan mengundang anda makan malam di kafe milik kami malam ini. Gimana, apa anda tidak keberatan?" tanya Alena pada Alex. Dia sengaja mengundang Alex karena ingin mendekatkan lelaki itu dengan Dewi."Tentu saja saya sama sekali tidak merasa keberatan." senyum Alex mengembang. Dia sangat bahagia mendapat kesempatan seperti ini."Kami tunggu di kafe kami, jam tujuh malam." Alena kemudian memberikan kartu nama kafe miliknya."Saya akan datang tepat waktu." Alex terus
"Kamu pucet banget, Mbak? Sakitkah?" Bunga memegang kening Alena dengan punggung tangannya. Dewi tak jadi menyendok nasi karena ikut khawatir dengan keadaan Alena."Aku enggak sakit, cuma kurang tidur saja semalam" jawab Alena sembari menguap."Ini pasti ulahmu kan Harry sampai Alena terlihat cape begini?" ceplos Dewi sembari melirik sinis ke arah Harry.Harry tertawa kecil sambil mengangguk."Jangan boros-boros tenaga, Har. Usiamu masih sangat muda. Takutnya saat umurmu 50+ kamu sudah enggak bisa ngapa-ngapain." ceplos Bunga sambil mengunyah makanan di mulutnya."Iya-iya, lain kali aku akan lebih hemat tenaga lagi." jawab santai Harry.Dewi terheran-heran dengan jawaban bijak Harry, "Kamu lapang dada sekali menanggapi nasehat Bunga. Nggak lagi kesambet kan?""Nggaklah, Wi. Aku enggak mau saja buat hancur nafsu makan kalian hari ini." jawab Harry santai."Dia kalau kenyang memang gitu, Mbak. Nyengir terus dan enggak marah-marah." sindir Bunga. Alena hanya menyimak obrolan mereka denga
"Aku harus pergi ke rumah sakit. Rani kecelakaan." ucap Harry setelah mematikan panggilan telepon."Tapi di luar masih hujan Har, tunggu reda dulu." Alena mencoba mengingatkan."Aku harus tetap ke sana Len, dia kritis."Alena tak berani mencegah Harry lagi, dia tak tega melihat kehawatiran di wajah suaminya."Ya sudah, pergilah. Nanti biar aku naik taksi saja pulangnya.""Aku anterin kamu dulu baru aku akan pergi ke sana." Harry tak membiarkan istrinya pulang sendirian apalagi hujan masih cukup lebat."Pergilah Har, Alena biar aku yang anterin." sahut Sinta. Harry terlihat tak setuju dengan tawaran Sinta, dia belum percaya seratus persen kalau Sinta sudah berubah."Aku enggak mau merepotkanmu, Sin. Lagian aku lebih tenang jika mengantar Alena sendiri ke rumah. Keselamatannya lebih utama di banding apapaun.""Jangan lebay Har, aku bukan anak kecil, jadi bersikaplah sewajarnya. Enggak usah terlalu menghawatirkanku, aku enggak apa-apa pulang di antar Sinta. Rani sangat membutuhkanmu seka
Selepas kepergian Alena, Bunga mendengar suara barang-barang berjatuhan di dapur. Chika pergi kuliah, pembantu dan satpam di rumah itu belum juga kembali bercuti karena sedang pulang kampung. Dengan langkah gemetar Bunga pelan-pelan menuju ke dapur untuk memastikan siapa yang menjatuhkan semua barang di sana.Bunga terkejut melihat keadaan dapur yang sangat berantakan, jendela di rumah itupun sudah di rusak seseorang."Ferry?"Bunga melangkah mundur saat di depannya tiba-tiba muncul sosok pacarnya."Enggak ada yang bisa nolongin kamu lagi, Bunga. Berikan aku uang sekarang atau kamu akan menyesal."Wajah Bunga pucat, dia terus melangkah mundur, sedangkan mantan pacarnya terus berjalan ke arahnya dengan seringai yang sangat mengerikan."Pergi atau aku akan berteriak!" ancam Bunga, tapi itu tidak mempan untuk membuat takut Ferry.Bunga berbalik badan kemudian berlari ke ruang tamu, dia ingin melarikan diri. Sayangnya gerakan Ferry sangat cepat, ia berhasil menangkap Bunga dan menghempask
Pov AuthorTiga bulan setelah kejadian buruk yang menimpa Bunga, Alena mendapat kabar dari Dewi dan Bunga bahwa mereka ingin mengakhiri kerjasama. Dewi mengusulkan untuk menjual kafe yang mereka bangun bersama-sama."Aku heran, kenapa bisa Dewi dan Bunga tiba-tiba sebenci ini padaku." curhat Alena pada suaminya."Mereka itu songong, mentang-mentang lagi deket sama lelaki tampan jadi seenaknya sama kamu. Sudah enggak usah di pikirin, kalau mereka butuh, kapan-kapan juga mereka akan datang lagi meminta bantuanmu.""Rasanya berat sekali melepaskan kafe, banyak sekali kenanganku bersama Dewi dan Bunga di sana."Harry menatap istrinya yang berbaring di sebelahnya, "Kamu ingin mempertahankan kafe itu?"Alena mengangguk, "Iya, tapi itu mustahil. Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti uang Dewi dan Bunga.""Lalu pakailah uangku. Uangku juga uangmu bukan?""Tapi Harry, aku enggak mau merepotkanmu karena masalah ini. Uang bulanan darimu sudah lebih dari cukup buatku.""Merepotkanku?"