Share

Sopirku Selingkuhanku
Sopirku Selingkuhanku
Penulis: Nanaz Bear

Pengkhianatan

Malam telah menelan keramaian kota. Di atas sebuah sofa ruang tamu rumah mewah berlantai tiga, tidur lelap Alena yang sudah kelelahan karena tak jua mendapati suaminya pulang meski jarum jam sudah menunjuk ke arah angka dua belas malam.

 

Alena menggeliat sebentar lalu mulai membuka matanya yang masih terasa berat ketika mendengar seseorang tengah memutar kunci di pintu rumahnya.

 

Alena tersenyum, ia bangkit kemudian mulai merapikan rambutnya, setelah rapi lalu ia mengikatnya lagi.

 

Degh!

 

Pintu terbuka. Alangkah terkejutnya Alena ketika melihat suaminya pulang tak seorang diri. Di gandengnya sosok wanita yang  begitu ia kenali.

 

"Mas berani membawa Dewi ke rumah ini karena Mas sudah menikahinya tadi siang. Mas tahu ini berat bagimu untuk menerimanya sebagai madu, tapi jika kamu terus berusaha untuk iklas pelan-pelan kamu akan bisa menerimanya."

 

Jantung Alena bergemuruh hebat. Pengakuan dari suaminya seperti ribuan jarum yang menusuk jantungnya secara bersamaan. Sakit? tentu saja. Bahkan ia sampai merasa kehilangan oksigen karena dadanya terasa begitu sesak. Ini memang bukan pertama kali dia tahu penghianatan suaminya, namun sebelumnya rasanya tidak sesakit ini karena dia sama sekali tidak mengenali siapa wanita yang menjadi simpanan suaminya. Dan kini, rasa sakit itu terasa baginya berlipat-lipat ganda. Sahabatnya sendiri yang akan menjadi madunya. Sahabat yang sedari kecil berbagi kesedihan maupun kebahagiaan dengannya. Sahabat yang bahkan pernah menasehati Alena agar lepas saja dari suami brengsek seperti Yudi.

 

Alena tersenyum getir menyadari saat dimana penghianat itu menyuruhnya meninggalkan rumah mewah yang ia tempati karena kesalahan suaminya yang tak bisa berubah yakni selalu mengencani wanita-wanita cantik meski sudah beristri. Ternyata ini alasan penghianat itu. Dia ingin menggeser posisi Alena sebagai ratu di rumah mewah yang Alena tempati.

 

"Bersikap baiklah pada madumu! Mulai sekarang dia tidur di kamar sebelahmu!"

 

Gigi Alena gemeletak. Nafasnya tercekat. Tangannya mengepal kuat sampai buku-buku jarinya terlihat memutih. Mudah sekali suaminya menyuruhnya untuk menerima penghianat itu di rumah yang sudah setahun ini di huninya. Mudah sekali suaminya menyuruhnya untuk ikhlas. Mereka berdua telah menghianati Alena di belakang, dan sekarang suaminya menyuruhnya memperlakukan wanita penghianat itu dengan baik. Ini mustahil bagi Alena!

 

"Kenapa? kenapa harus wanita ini yang Mas bawa ke rumah ini? Apakah Mas sudah kehabisan stok jal*ng di luar sana sampai harus wanita ini yang harus menjadi maduku?"

 

Amarah Alena yang sedari tadi ia tahan mulai meledak. Ia kemudian maju beberapa langkah ke depan, menghampiri penghianat. Dia ingin merusak wajah wanita itu dengan kuku-kuku panjangnya. Namun sial, dengan gerakan cepat penghianat itu berhasil lebih dulu bergeser dan berlindung di balik punggung suaminya.

 

Plak!

 

Yudi menampar Alena yang bahkan belum berhasil menyerang Dewi. Akibatnya Alena terhuyung dan ambruk ke lantai.

 

"Kau tega, Mas! Demi membela jalang ini, kau menamparku!"

 

Yudi marah dan kembali menyakiti Alena dengan pengakuannya. "Dia bukan jalang. Maslah yang sudah mengambil keperaw*nannya. Jangan menuduh wanita lugu ini dengan tuduhan kasar seperti ini. Mas tak suka!"

 

"Wanita lugu kata mas?" Alena terkekeh di sela rasa sakit hatinya. "Ya benar katamu Mas, dia memang sangat lugu. Saking lugunya sampai-sampai dia tak tau kalau perbuatannya yang menusukku dari belakang seperti ini begitu sangat menyakitiku!"

 

Plak!

 

Sekali lagi Yudi melayangkan tamparan ke wajah istri pertamanya. Dia tak suka Alena berbicara buruk tentang istri barunya.

 

"Tutup mulutmu! Dia tak menusukmu dari belakang. Maslah yang tergila-gila padanya. Mas juga yang mengemis padanya agar menerima lamaran Mas!"

 

Alena memejamkan matanya sesaat, berharap rasa sakit yang tengah mendera hatinya sedikit berkurang. Berharap juga bahwa apa yang tengah terjadi hanyalah mimpi buruk semata. Namun sayang, saat dia kembali membuka matanya rasa sakit yang sedikit berkurang itu kembali bertambah, dadanya terasa semakin sesak saat menyadari itu adalah kenyataan, bukan sekedar mimpi seperti yang ia inginkan.

 

"Kalau cinta Mas begitu besar pada wanita ini kenapa tak ceraikan aku saja, Mas? Kenapa kau justru menyakitiku dengan penghianatan ini!"

 

Bergetar mulut Alena saat meminta cerai dari suaminya, "Kalian boleh bahagia setelah kita bercerai. Takan ada lagi yang menghalangi kebahagian kalian setelah kepergianku dari rumah ini." sambung Alena dengan suara paraunya.

 

Yudi terkekeh meremehkan permintaan cerai istrinya.

 

"Kau pikir kau akan lebih bahagia setelah bercerai dariku?" Yudi mendekat lalu mencekram rahang Alena. "Siapa yang akan membayar biaya pengobatan ibumu kalau aku menceraikanmu, hah?"

 

Buliran bening menetes juga membasahi pipi Alena, "Itu urusanku! aku muak menjadi anjing peliharaanmu yang selalu di perlakukan semena-mena olehmu selama ini."

 

Lantang Alena mengucapkan kalimat yang berhasil membuat makin mendidih darah suaminya.

 

"Kau pikir aku akan membiarkan kalian hidup tenang begitu saja? aku akan menghancurkan masa depan adikmu dan membunuh ibumu dengan caraku. Kau lupa kalau uangku bisa menghancurkan hidup kalian sekeluarga?"

 

Alena membisu, ancaman dari suaminya mampu mengalahkan egonya. Biar bagaimanapun juga keselamatan ibu dan adiknya lebih utama di banding harga diri dan kebahagiaannya.

 

"Sudah jangan membantah. Kau paham betul kan karakter Mas yang tak suka melepaskan begitu saja barang mainan Mas sebelum Mas puas memainkannya. Jadi jangan bermimpi bisa melepaskan diri!" sambung Yudi lagi, Alena yang tak tahan dengan pedasnya kalimat suaminya itu melepaskan paksa cengkraman tangan suaminya dari rahangnya.

 

"Kau adalah pengecut yang hanya berani mengancam perempuan lemah sepertiku!"

 

Yudi kembali terkekeh dengan nada mengejek, "Terimalah takdirmu Alena. Harusnya kau bersyukur karena Mas tak membuangmu meski Mas sudah punya istri baru."

 

Alena sudah malas melanjutkan pertengkarannya meski dia belum puas memaki suami dan sahabatnya, dia merasa tak ada gunanya bertengkar panjang lebar dengan lelaki yang doyan selingkuh itu. Toh, dia akan tetap di kalahkan oleh pembenaran-pembenaran dari suaminya yang tak masuk akal itu.

 

"Sayang, mari kita mulai malam pertama kita. Abaikan kata-kata istri tuaku yang masih diliputi emosi!"

 

Tanpa perasaan Yudi menarik lembut tangan istri barunya di depan Alena. Seriangai kemenangan terlukis jelas di wajah si pelakor. Dia tahu betul perbuatannya salah, namun dengan bangganya dia menunjukan betapa bahagianya ia yang berhasil masuk dalam rumah tangga sahabatnya.

 

"Brengsek! mereka berdua  berhasil membuat hatiku sesakit ini!" umpat Alena sambil menendang sofa di sampingnya setelah kepergian dua manusia tak punya perasaan itu.

 

Prank!

 

Ponsel sopir Alena tak sengaja terjatuh saat mengintip pertengkaran majikannya.

 

Alena menoleh ke sumber suara, "Siapa di situ?" tanya Alena sambil mendekat. Harry langsung menyambar ponselnya yang terjatuh dan berlari menuju kamarnya.

 

"Diam di tempatmu, Harry!" teriak Alena. Harry gelagapan karena dia ketahuan sebelum berhasil sampai di kamarnya.

 

"Lancang! berani-beraninya kamu mengintip pertengkaranku dan suamiku!" bebel Alena.

 

Harry terlihat pucat dan merasa sangat malu, "Maafkan saya, Bu. Saya tak sengaja mendengar pertengkaran kalian. Sungguh, saya tak bermaksud mengintip."

 

"Sayangnya aku tak percaya alasanmu."

 

"Sumpah, Bu. Saya tidak berbohong!"

 

"Sumpahmu tidak akan membuatku begitu saja memaafkanmu. Kau harus tetap ku hukum!"

 

"Ibu mau menghukum saya? ibu mau memecat saya?"

 

Wajah putih Harry memerah, dia sangat takut majikannya akan memecatnya.

 

"Siapa bilang aku akan memecatmu, Harry. Aku cuma mau memberimu pelajaran agar lain kali tidak lancang!"

 

Harry bernafas lega mendengar ucapan majikannya. "Syukurlah kalau begitu, Bu. Kalau mau potong gaji saya, potong saja. Asalkan saya masih diberi kesempatan bekerja di rumah ini, saya akan tetap senang."

 

"Aku tidak akan memotong gaji kamu, Harry. Aku cuma mau kamu mengantarkanku ke suatu tempat."

 

"Malam-malam begini, Bu?"

 

"Iya. Itu hukuman buat kamu yang sudah berani lancang. Kenapa memangnya, kamu keberatan?"

 

"Nggak, Bu. Saya memilih hukuman ini dari pada saya harus kehilangan pekerjaan saya."

 

"Bagus!" balas Alena sambil tersenyum tipis.

 

"Kalau begitu saya ganti seragam dulu sekalian ambil kunci mobil."

 

Alena menghentikan langkah Harry, "Gak perlu ganti seragam. Saya buru-buru."

 

Harry kemudian mengangguk lalu menuju kamarnya untuk mengambil kunci mobil yang belum sempat dia berikan pada majikannya. Sedangkan Alena mengambil beberapa kaleng berisi bir untuk di bawanya pergi.

 

Alena duduk di sebelah bangku kemudi, Harry yang tak biasa melihat majikannya duduk di sebelahnya merasa sangat tak nyaman. Perasaannya mulai tak enak.

 

"Sampai kapan kamu diam seperti ini, Harry? Cepat jalankan mobilnya!" perintah Alena.

 

"Ibu belum mengatakan tempat tujuan kita kemana." jawab Harry terbata.

 

"Jalan saja kemanapun, jangan banyak bertanya karena moodku sedang sangat buruk!" bentak Alena. Harry langsung menjalankan mobil dan tak bartanya lagi, dia tahu bos cantiknya sedang sangat marah.

 

"Dasar brengsek kalian! tega-teganya kalian sekongkol mempermainkanku!" bebel Alena setelah meneguk bir yang ada di tangannya.

 

"Aku akan hancurkan kalian dengan caraku. Tunggu saja karma buat kalian!" omel Alena kemudian tertawa terbahak-bahak.

 

Harry di buat bergidik ngeri oleh tingkah bosnya. Saat ini bos wanitanya seperti orang yang sedang kesurupan. Dia terus berteriak-teriak memaki suami dan sahabat yang sudah menghianatinya. Kadang menjerit sendiri, menangis sendiri, dan memukul kepalanya sendiri. Yang paling buat Harry merasa merinding saat wanita yang sedang mabuk itu tertawa sendiri sambil mengucapkan sumpah serapahnya.

 

"Kenapa kamu tak bunuh saja aku, Mas? kau jahat, Mas. Kau sangat jahat!"

 

Alena memukul- mukul lengan Harry, dia terus melakukan hal bodoh yang bisa membahayakan keselamatan mereka.

 

Karena tak konsentrasi menyetir, Harry terpaksa menghentikan mobilnya di pinggiran jalan yang sangat sepi. Dia tak mau menyetir sebelum bos wanitanya berhenti memukul-mukul lengannya.

 

"Sebaiknya anda pindah ke belakang, Bu. Perbuatan anda telah menghilangkan konsentrasi saya ketika menyetir."

 

"Apa kau sedang memerintahku?"

 

"Maafkan saya, Bu. Ini demi keselamatan kita berdua."

 

Alena terkekeh, "Aku belum selesai menghukummu atas kesalahanmu tadi dan sekarang kau membuat kesalahan yang baru."

 

Harry terdiam, dia tak menggubris omongan bos cantiknya yang sedang mabuk itu.

 

"Harry. Bantu aku menghilangkan rasa sakitku, maka aku akan memaafkan dua kesalahanmu malam ini."

 

"Caranya, Bu?" tanya Harry sambil melipat keningnya.

 

"Sentuh aku, Harry. Tolong bantu aku membalas dendamku pada lelaki yang doyan selingkuh itu!"

 

Harry berjengkit kaget, tak dia sangka alkohol telah menghilangkan kewarasan majikannya yang masih berumur 20tahun itu.

 

"Menyentuh istri majikan adalah perbuatan yang lancang. Saya bisa di pecat Pak Yudi jika dia tahu."

 

"Dia takan tahu kalau kau menutup mulutmu, Harry."

 

Harry mengernyit bingung. Majikannya terlihat seperti mabuk, tapi kenapa wanita cantik itu bisa bicara sangat lancar ketika merespon ucapannya.

 

"Saya tidak bisa mengabulkan permintaan anda, Bu. Saya orang miskin. Saya tidak mau membuat masalah."

 

"Kau mau membantah perintahku, Harry? kau mau ku pecat?"

 

"Jangan pecat saya, Bu. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini."

 

Alena tersenyum nakal, "Lalu sentuhlah aku, Harry!" Alena menarik paksa tangan Harry dan menyentuhkannya ke area dadanya.

 

"Jangan, Bu. Ini perbuatan yang tidak terpuji. Balas dendamlah dengan cara yang lain!"

 

"Aku sudah kehilangan kesabaran menghadapi sikap kejam suamiku, Harry. Bahkan aku tak bisa lepas darinya karena dia terus mengancamku dengan keselamatan keluargaku."

 

Harry terdiam, mendengar ucapan Alena barusan membuatnya sedikit merasa iba.

 

"Kau menyentuh tubuhku atas permintaanku, Harry. Buang jauh-jauh keraguanmu. Ku mohon!"

 

Harry masih diam tak bergerak di tempat duduknya. Tanpa meminta persetujuan lelaki tampan yang ada di sebelahnya, Alena mencium bibir seksi Harry. Harry terus berusaha menghindar, namun sayangnya lama kelamaan dia justru hanyut dalam permainan lincah majikan cantiknya. Dia mulai merespon dan membalas sentuhan demi sentuhan majikan cantiknya.

 

"Anda akan menyesali hal ini setelah anda tak mabuk nanti, Bu." ucap Harry memberi peringatan majikannya.

 

"Aku takan menyesali apapun, Harry. Malam ini aku milikmu!"

 

Bibir Alena kembali membungkam bibir Harry, Harry pasrah kali ini.

 

Nafsu telah berhasil membakar hasrat keduanya. Tidak ada lagi keraguan Harry untuk mengimbangi permainan hebat wanita yang menjadi bosnya.

 

"Terimakasih Harry, kau lebih hebat dari yang kuduga."

 

Alena mengecup sekilas bibir lelaki yang menjadi lawan mainnya. Harry terdiam dengan nafas yang masih memburu.

 

Pukul lima pagi, Alena kembali ke rumahnya dengan perasaan yang berbeda dari sebelumnya. Dia merasa sangat lega telah membalas penghianatan suaminya.

 

Alena mulai berjalan menaiki anak tangga tanpa melepas sepatunya. Suara berisik langkah kakinya membuat suaminya terbangun. Buru-buru suaminya keluar kamar dan menyambut kepulangan Alena dengan kemarahan.

 

"Darimana saja kamu pagi begini baru pulang?"

 

Yudi mencegat Alena di depan pintu kamarnya.

 

"Aku cuma tak mau mengganggu malam pertama kalian!" jawab santai Alena sambil memutar handle pintu kamar.

 

Yudi mencekal lengan Alena yang terus berjalan tanpa mempedulikan keberadaannya. "Dengan cara keluyuran tengah malam seperti ini?"

 

"Bukan urusanmu!"

 

"Bukan urasan Mas kau bilang? Mas suamimu. Wajar kalau Mas marah melihatmu keluar rumah tengah malam dan pulang pagi seperti ini."

 

Alena terkekeh mendengar ucapan suaminya, "Jadi hanya Mas saja yang boleh marah. Hampir tiap hari Mas keluar malam dan pulang pagi. Ketika aku protes Mas malah menamparku. Dan sekarang Mas menyuruhku tidur tenang di sebelah kamar dimana Mas melakukan malam pertama dengan sahabatku. Mas ingin aku aku tambah terluka mendengar suara desahan menjijikan kalian dari sebelah kamar?Menurut Mas ini adil?"

 

Yudi bungkam, Alena tertawa melihat suaminya yang biasanya ringan tangan kini diam seribu bahasa mendengar ucapannya.

 

"Mas terus memintaku menjadi istri baik dan penurut, sedangkan Mas sendiri memberi contoh yang tidak baik. Aku manusia Mas, aku juga punya perasaan!"

 

"Cukup Alena. Mas sedang tak mau di ceramahi. Nafasmu bau sekali alkohol. Kau tidak pergi ke klub malam kan?"

 

Entah kenapa Yudi yang sedari tadi diam kembali tersulut emosi ketika mencium bau alkohol saat istrinya sedang berbicara.

 

"Memangnya Mas saja yang boleh pergi ke klub? Aku tak boleh?" balas lantang Alena. Yudi tak suka mendengar istrinya yang mulai pintar menjawab. Hatinya yang terlanjur memanas membuatnya kembali tega menampar Alena sampai sudut bibir Alena berdarah.

 

"Sekali lagi kau menginjakan kakimu di klub malam, Mas tak segan menghajarmu lebih parah lagi." ancam Yudi.

 

Alena memegang pipinya yang terasa sangat panas atas tamparan suaminya. Meskipun sakit dia tak sudi memperlihatkan airmata kesedihannya di depan suaminya.

 

Setelah menampar istri pertamanya, Yudi melangkah ke kamar mandi. Dia harus pergi ke kantor hari ini karena ada rapat penting dengan kliennya siang ini.

 

"Mas pergi kerja dulu. Tidurlah, dan jangan pernah berani ulangi kesalahanmu!" pesan Yudi setelah selesai bersiap. Kemudian ia keluar kamar dan menghampiri istri barunya. Cepat-cepat Alena mengunci pintu kamar dan menangis sejadi-jadinya setelah kepergian Yudi.

 

"Kau akan merasakan sakit yang lebih parah dari rasa sakitku, Mas. Aku bersumpah!" ucap Alena di tengah isakannya.

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Hastuti Hastuti
bikin greget. keren dah
goodnovel comment avatar
Anggra
bagus ini..selingkuh dibalas selingkuh
goodnovel comment avatar
Amelia Jayalas
ceritanya seru sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status