Share

Aku Bukan Murahan

Jam dua siang, Alena baru terbangun dari tidurnya. Dengan mata sembab dan kepala yang terasa berat ia memaksa tubuhnya bangkit dan beranjak dari tempat tidurnya.

"Ku pikir aku sudah mati karena terlalu banyak menangis!" gumam Alena sambil menatap bengkak matanya lewat cermin yang melekat di dinding kamar mandinya.

Guyuran air hangat dari sower cukup membuat rileks tubuh Alena. Bayangan permainan panasnya dengan sopir tampannya tiba-tiba terlintas begitu saja dalam benaknya.

"Harry. Kau berhasil membuatku kecanduan dengan permainan hebatmu, semalam!" Alena tersenyum sendiri saat mengingat sopir tampannya. Senyuman yang tiba-tiba mampu mengobati rasa sakitnya karena penghianatan suaminya.

Alena mematut diri didepan cermin. Hari ini, ia ingin memberi kejutan lagi pada suaminya. Kobaran api dendam tersirat jelas pada matanya.

"Tunggu saja, Mas. Kau akan kembali bertekuk lutut padaku. Disaat kau mulai menyesali perbuatanmu, aku pastikan hatiku bukan lagi milikmu!" lirih Alena sambil memegang ujung bibirnya yang masih terluka karena pukulan suaminya.

Alena mengambil handbagnya kemudian keluar dari kamarnya. Bayangan akan menemui sopir pribadinya membuatnya lebih bersemangat melangkah.

"Harry, aku datang." batin Alena sambil mengukir senyum ketika melangkah. Sopir pribadinya sungguh membuat dunianya kembali ceria.

"Selamat tinggal kesedihan. Selamat tinggal kesetiaan. Dan selamat tinggal kebodohan. Mulai hari ini, aku akan membahagiakan diriku dengan caraku sendiri!" batin Alena lagi sambil terus melangkah.

"Suamimu sedang sibuk kerja kamu mau pergi kemana?" Dewi bersandar dipintu kamarnya, memperhatikan madunya yang sudah rapi ingin pergi kesuatu tempat.

"Mau pergi ngabisin uang suamiku, kenapa memangnya, kamu mau ikut?" Alena sengaja memanas-manasi Dewi. Dewi sangat tak tahu diri. Baru semalam dia ikut tinggal dirumah itu namun sudah berani mengusik urusan Alena.

"Pantas suamimu menikahiku. Kehidupanmu yang liar dan menghamburkan uang untuk bersenang-senang pasti membuat suamimu geram!"

Mendengar madunya mengoceh, Alena terkekeh dalam hati. Bukankah itu tandanya wanita ular itu iri pada kehidupannya selama ini?

"Kalau aku cuma nangis dikamar sambil mengeluh karena diselingkuhi, rugi dong aku! Apa salahnya kalau aku ngabisin uang suami sendiri untuk bersenang-senang. Toh, dia juga tak pernah merasa keberatan." lagi-lagi Dewi merasa kesal karena tak mempan memancing amarah madunya, ia justru terperangkap sendiri oleh ucapannya. Alena berjalan anggun melewatinya sambil mengibaskan rambut didepannya.

"Pergilah, ku harap Mas Yudi  akan cepet sadar, bahwa menikahimu adalah sebuah kesalahan."

Alena berhenti mendengar ucapan Dewi.Jika dari tadi ia berhasil mengendalikan diri, kali ini tidak lagi. Seharusnya yang marah dia, kenapa malah wanita ular itu yang justru menyumpahinya. Keadaan yang sangat konyol bukan?

"Hai, sundal! dapat suami hasil ngrebut saja bangga. Harusnya yang ngomong seperti itu aku, bukan kamu!"

Tak mau makin terpancing Alena pergi meninggalkan Dewi begitu saja, ia tak menyangka dulu bisa sangat dekat dengan wanita ular itu. Kini setelah tahu sifat asli mantan sahabatnya, dia akan lebih berhati-hati lagi. Tak ada yang tahu niat dan isi hati seseorang, dan kesalahannya dia terlalu mudah percaya pada orang yang di anggapnya tulus.

"Pagi, Bu...! eh, mbak..! eh, Alena...!" ucap Harry terbata setelah membukakan pintu mobil untuk majikan perempuannya.

"Setelah kemarin kau memanggilku 'Bu' sekarang 'Mbak'. Harry kamu lucu banget sih." Harry meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, melihat Alena menertawakan tingkahnya.

"Panggil 'Ibu' kalau didepan suamiku saja ya, kalau tak ada dia, cukup panggil namaku!" Harry yang masih berdiri menunggu majikannya masuk kedalam mobil makin gerogi. Ditambah saat ia mengingat kejadian semalam, tak berani ia menatap wajah majikan cantiknya itu.

"Kok bengong sih! tutup balik pintunya! Aku mau duduk dibangku depan saja!" lagi-lagi Harry terkejut mendengar perintah Alena. Ia tak menyangka wanita muda yang menjadi bosnya itu tak merasa takut sama sekali. Seandainya bos lelakinya tau, habislah riwayatnya.

Harry membukakan pintu depan dan mempersilahkan majikan wanitanya masuk. Kemudian ia menutup kembali pintu mobil, lalu duduk dibangku kemudi.

"Maafkan kelancangan saya semalam, harusnya saya tidak melakukan itu. Anda mabuk tapi saya malah...!"

Sstttt...

Alena dengan cepat menempelkan jari telunjuknya dibibir Harry, spontan membuat Harry terdiam.

"Aku tidak terlalu mabuk. Aku sadar saat memintamu melakukan semua itu. Terimakasih, karena kejadian semalam energiku kembali pulih, aku kembali bisa mengontrol emosi dan egoku melawan makhluk-makhluk biadab itu. Sekarang aku sudah merasa sama kotornya dengan suamiku jadi aku sudah tak merasa marah atau cemburu pada pengkhianatan-pengkhianatan yang dilakukannya lagi."

Alena mengambil nafas kuat-kuat sambil memejamkan mata dan bersandar dikursi dalam mobilnya. Harry kemudian melajukan mobilnya dan mulai merasa tak canggung berbicara dengan Alena.

"Seharusnya anda tidak perlu takut dengan ancaman Pak Yudi. Kalau perbuatannya menyakiti anda sebaiknya anda meminta pisah saja dari pada memilih main belakang seperti ini."

Alena mengambil nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya lagi. "Selain takut ancamanannya aku juga butuh uangnya, Harry. Ibuku sakit kanker darah, aku membutuhkan uang yang banyak untuk biaya berobatnya. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan uang dan membuat hidup ibu dan adikku berkecukupan. Meskipun semua ini harus ku bayar dengan kepedihan."

Harry menatap Alena iba, dia tak memyangka ternyata Alena punya kehidupan yang lebih menyedihkan darinya. "Maafkan saya karena lancang bertanya soal kehidupan pribadi anda."

Cup!

Harry memegang satu pipinya sambil melotot karena mendapat ciuman tiba-tiba dari majikannya.

"Harry kau kenapa?"

Harry terus melotot kejalanan saat menyetir tanpa menggerakan kepalanya sedikitpun, satu tangannya masih memegang pipi bekas ciuman Alena.

"Kedipkan matamu jika kau merasa baik-baik saja, Harry. Aku takut kita akan kecelakaan jika kau terus diam seperti ini."

Harry menoleh kearah Alena.

"Bagaimana saya merasa baik-baik saja jika anda terus membuat jantung saya berdebar hebat seperti ini." akhirnya Harry merespon juga ucapan bosnya.

"Kenapa dengan jantungmu Harry. Apa aku telah melukai jantungmu tanpa sadar?"

Harry menggeleng.

"Lalu?"

"Saya belum siap mati karena perbuatan ceroboh anda. Jika Pak Yudi tahu, saya pasti akan di bunuhnya."

Alena tertawa geli mendengar jawaban Harry.

"Kau lucu sekali, Harry. Sekarang tolong hentikan mobil di sini!"

Harry menoleh kearah Alena. "Maaf, kali ini biarkan saya jadi sopir pembangkang. Saya tidak bisa mengikuti perintah anda. Ini terlalu berbahaya." ucap Harry sambil terus melajukan kendaraannya, bahkan di kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya.

Alena mengernyit, "Maksudmu?"

"Siang bolong begini, kita akan tertangkap jika anda mengajak saya melakukan perbuatan tidak terpuji seperti semalam lagi. Terlebih di pinggiran jalanan ramai seperti ini."

Alena tertawa sampai perutnya sangat sakit. Lagi-lagi Harry di buat bingung mendengar majikannya tertawa tanpa sebab.

"Anda menertawakan ketakutan saya?" tanya Harry begitu penasaran.

"Bukan Harry. Aku menertawakan pikiran parnomu, bukan ketakutanmu!" jawab Alena setelah puas tertawa.

"Maksud anda?" tanya Harry makin penasaran.

"Aku menyuruhmu berhenti di pom bensin tadi karena bensin mobil kita mau habis. Bukan untuk mengajakmu kembali bercinta seperti semalam."

Wajah Harry memerah mirip kepiting rebus karena menahan malu. Ingin sekali dia melompat dari mobil untuk menebus rasa malunya. Sedangkan Alena kembali tertawa untuk menggoda sopir tampannya.

"Jujur saja padaku, Harry! sebenarnya kamu tak bisa move on dari percintaan kita semalam kan, sampai-sampai tiap detik yang ada dalam kepalamu hanya memori indah percintaan kita semalam.

"Jangan salah paham, Bu. Sumpah saya cuma takut melakukan kesalahan yang sama."

"Kau kembali menyebutku dengan sebutan 'Ibu'?" geram Alena.

"Sampai kapanpun saya tidak bisa menyebut anda dengan sebutan nama saja."

"Lalu, aku bersumpah akan memberimu satu ciuman jika kau bersihkeras memanggilku dengan sebutan itu."

Karena takut dengan ancaman majikannya, Harry bergeser sedikikit sambil memegangi pipinya, takut majikan brutalnya nekad dan tiba-tiba kembali menciumnya.

'Kau bahkan bertambah imut saat melakukan hal menyebalkan seperti itu, Harry.' batin Alena.

Malam harinya...

Yudi sudah bersiap akan meledakan kemarahannya pada Alena. Ia begitu sangat marah saat pulang kerja tak mendapati Alena ada  dirumah. Ia merasa Alena sekarang sudah menjadi seorang pembangkang, ia sangat tak suka itu.

Suara deru mobil terdengar masuk ke halaman rumah Yudi. Yudi yang tengah makan malam meninggalkan begitu saja makanannya demi meluapkan kemarahannya pada istri pertamanya.

Menggunakan mini dress berwarna coklat dan ketat, Alena membuat suaminya seakan tersihir akan pesonanya. Yudi menatap tanpa kedip Alena saat turun dari mobil. Rambut pendek Alena berhasil membuat Yudi pangling. Alena telah merubah penampilannya. Dia terlihat sangat berbeda sekarang. Biasanya ia hanya mengikat rambutnya tanpa make up yang menghiasi wajahnya. Namun kali ini, dia sangat cantik dengan polesan make up tipis dan gaya rambut barunya. Penghianatan suaminyalah yang memaksanya untuk berubah cantik seperti ini. Ia ingin membuat menyesal orang yang telah menyia-nyiakannya itu.

"Dari mana saja kamu?" tanya Yudi pura-pura ketus padahal amarahnya sedikit mereda setelah melihat penampilan cantik istri pertamanya.

"Pergi kesalon. Mas bisa lihat sendiri perubahan penampilanku sekarang kan?" Sambil memainkan kuku-kukunya Alena menjawab dengan santai pertanyaan suaminya.

"Seharusnya kamu ijin dulu, jadi Mas tak khawatir seperti ini!" ujar Yudi. Alena tersenyum kecut mendengarkan suaminya merendahkan volume suaranya kali ini. Ini moment langka yang benar-benar jarang terjadi. Biasanya suaminya selalu ringan tangan saat marah dengannya. Jangankan berbicara lembut, tangannya langsung terangkat ketika Alena sedikit saja menyinggung perasaannya.

"Sebaiknya Mas fokus saja dengan istri baru, Mas. Gak usah mempermasalahkan hal kecil seperti ini."

"Cukup Lena, jangan ungkit itu terus. Meskipun Mas ada istri baru, tapi mas gak akan membuatmu kesepian kok. Kalau dipikir-pikir dari semua wanita yang Mas kencani, tak ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu. Bahkan masalah ranjangpun tak ada yang bisa menandingimu."

Alena merasa jijik mendengar ucapan suaminya.

"Kalau benar begitu, kenapa Mas terus menduakanku?"

Yudi memutar bola matanya, berharap bisa menemukan jawaban yang tepat untuk istrinya.

"Karena Mas manusia biasa. Wajar kan, kalau Mas punya keinginan untuk memiliki semua wanita cantik yang Mas lihat?"

Alena merasa geli mendengar jawaban instan suaminya. "Itu namanya serakah, Mas. Kau tetap tidak akan merasa puas meski sudah memiliki semua wanita cantik yang kau inginkan!" ceplos Alena.

"Mas, kok kamu tega ninggalin aku sendirian lama-lama di ruang makan sih!" geram Dewi yang marah melihat suaminya mulai berbaikan dengan Alena.

Yudi tak menggubris ucapan Dewi.

"Kita makan, Alena. Mas tahu kamu pasti belum makan, kan?" ajak Yudi, namun Alena dengan tegas menolaknya.

"Aku tidak lapar, Mas. Melihat wajah istri kedua Mas, nafsu makanku hilang!" ucap Alena kemudian meninggalkan begitu saja suami dan madunya.

"Len, tunggu! Sampai kapan kamu bersikap dingin seperti ini denganku?"

"Entah!" jawab Alena tanpa berhenti ataupun menoleh ke arah suaminya. Kini Alena masuk dalam kamarnya kemudian cepat-cepat ia mengunci pintu dari dalam.

Yudi melanjutkan makan malamnya tanpa Alena. Ia tak fokus makan bahkan kehilangan selera makannya karena terlalu memikirkan Alena. Dewi cemberut karena suaminya kali ini terlihat lebih banyak diam.

Selesai makan Yudi bergegas naik, dia tak sabar menuju kamar Alena. Namun keingainannya untuk masuk dalam kamar itu harus pupus, karena Alena sudah lebih dulu mengunci pintu kamar.

"Mas, bukankah ini malam kedua kita? kita masih pengantin baru, masa Mas tega biarin aku tidur sendiri sih!" bebel Dewi ketika melihat suaminya justru berada di depan kamar Alena.

"Semalam kan sudah puas sama kamu. Sekarang gantian dong sama Alena." balas Yudi sedikit mengacuhkan Dewi.

"Jangan gitu dong, Mas. Aku takut tidur sendirian." Dewi bergelayut manja di lengan suaminya, dia pikir suaminya akan terpancing dengan sikap manjanya.

"Jangan manja seperti anak kecil begini, deh! Malam ini pokoknya Mas mau tidur di kamar Alena, titik!" ucap tegas Yudi. Dewi menghentakan kakinya ke lantai kerana geram dengan suaminya. Bergegas dia pergi ke kamarnya sambil monyong.

"Len, buka pintunya. Mas mau tidur di kamarmu malam ini!"

Alena terkekeh mendengar ketukan pintu dan rengekan suaminya. Dia diam membisu pura-pura sudah tertidur pulas.

"Kau mendengarkanku kan, Len? kau hanya pura-pura tidur kan?"

Alena masih terdiam mengerjai suaminya.

"Kamu bilang adikmu butuh mobil, Len. Esok Mas akan belikan untuknya asalkan kamu mengijinkan Mas tidur di kamarmu malam ini." Alena tersenyum simpul melihat suaminya mulai terperangkap olehnya.

"Kau pikir, sebuah mobil bisa menukar harga diriku, Mas?" teriak Alena kemudian mulai menutup telinganya dengan bantal. Dia tak sudi kembali di sentuh lelaki yang sudah meniduri sahabatnya. Jika sekarang dia tetap bertahan di rumah itu, tak lain hanya karena terpaksa saja.

****

Keesokan malamnya Yudi mengajak dua istrinya menghadiri undangan makan malam dirumah salah satu temannya. Dengan bangga Yudi memamerkan kedua istri cantiknya pada semua teman-temannya yang ikut hadir dalam acara makan malamnya itu.

Semua temannya memuji kecantikan Alena dan Dewi, namun tetap saja Alena mendapat nilai plus karena kecantikannya susah untuk ditandingi. Sesekali Dewi melirik sinis jika madunya sedang dipuji.

Alena yang merasa gerah dengan kelakuan sombong suaminya memilih menghindar. Ia ingin menenangkan dirinya dengan pergi ke toilet. Ia terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada seseorang yang membungkam mulutnya saat keluar dari toilet. Orang tersebut kembali menyeret paksa Alena untuk kembali masuk dalam toilet.

"Jangan berisik! aku tahu kamu tipe wanita gampangan, bersenang-senanglah denganku maka akan kuberi kemewahan hidup untukmu melebihi yang suamimu berikan padamu selama ini!" lelaki itu dengan bringas mencoba mencumbu bibir Alena tapi gagal. Alena yang memberontak membuat bibir lelaki itu hanya mengenai rahang dan rambut Alena saja. Namun meskipun begitu, lelaki itu tak gentar terus berusaha mendapatkan ciuman Alena, bahkan menginginkan lebih dari itu.

Alena berjongkok sedikit dan meraih hig heels miliknya, kemudian ia berhasil memukulkan benda itu ke kepala teman suaminya. Spontan lelaki itu kesakitan dan melepaskan cengkramannya pada Alena.

"Jangan pikir karena penampilanku, kau jadi menganggapku wanita gampangan! Aku bukan perempuan murahan yang sudi tidur dengan lelaki yang tak kucintai apalagi lelaki yang baru kukenal!"

Alena benar-benar marah pada lelaki brandal itu. Lelaki itu pikir dengan kekayaannya bisa membeli harga diri Alena, namun ternyata ia salah.

"Munafik kamu Alena, akan kubuat kau berlutut padaku suatu hari nanti!" gumam lelaki itu seorang diri. Ia sungguh tergila-gila dengan istri sahabatnya. Kalau kali ini dia tak beruntung, lain kali dia akan berusaha lebih keras lagi mendapatkan Alena.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
kalau yudi bisa selingkuh dengan sahabat mu kenapa kamu tidak alena.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status