Siang ini cuaca terasa hangat. 27°C menjadi yang paling panas di kota Meksiko. Jam makan siang telah tiba. Jack mendatangi sebuah toko ponsel. Memikirkan bagaimana nasib file-file penting yang tersimpan di ponselnya jika benda itu rusak. Belum lagi banyak kontak rekan bisnisnya di sana.
Bodoh, kenapa dia teledor dan tak mencadangkan semua berkas-berkas penting di dalam flashdisk? dan sekarang ia merasa makin bodoh sebab kecemburuannya kepada Davee atas Ammy membuatnya menghancurkan benda itu.
"Kau bisa memperbaiki ponsel ini? Kubayar berapa pun, lebih mahal dari harga asalnya tidak masalah. Aku butuh filenya," ucapnya bersungguh-sungguh.
Pegawai di toko yang sepertinya juga seorang teknisi itu memperhatikan ponsel Jack. Mengamati kerusakan yang tampak sangat parah. Mengernyitkan dahi dan berkata, "kelihatannya kerusakan cukup parah, Tuan. Membetulkannya butuh waktu lama. Harus ada banyak komponen yang diganti. Kenapa tak coba yang baru? Lagi pula ini ponsel model lama, ada keluaran baru dengan fitur lebih canggih," jawabnya panjang lebar.
"Jika aku hanya memiliki waktu beberapa jam saja tetapi aku mampu membayar lebih, apa kau tidak bisa membetulkannya? Please! Ada banyak file penting di sana. Tak peduli model dan fiturnya, aku mau ponsel ini!" tukasnya sedikit kesal.
"Sepertinya sulit, Tuan. Jika anda memiliki banyak uang, anda bisa membeli yang baru bukan? Untuk apa membetulkan rongsokan seperti ini! Bukankah untuk orang kaya waktu adalah uang?" ucap perempuan itu dengan aksen Spanyol yang khas. Jack melebarkan bola mata, gadis ini ikut-ikutan menyebalkan dan kembali membuatnya mengingat Ammy. Kenapa gadis pemberontak itu menempel terus di kepalanya. Rasanya ia ingin sekali berteriak.
"Bisa aku bicara dengan atasanmu?"
"Atasanku sedang sibuk. Mohon maaf Anda bisa kembali lagi besok."
"Bajingan! HEY, PEMILIK TOKO! apa kau mempekerjakan gadis sialan idiot ini?" Tunjuknya pada gadis berkulit putih pucat itu berambut brunnete itu. Tak ada yang menyahut teriakannya, hanya terlihat mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing dan itu membuatnya semakin kesal.
Prang....!
Jack melemparkan sepatu pantofelnya hingga memecahkan sebuah etalase kaca. Mendengar ada keributan, sang pemilik toko menghampiri.
"ADA APA INI?!"
Jack menatap pemilik toko dengan mata elangnya yang begitu tajam menusuk, begitu mematikan. Mengintimidasi tanpa ada pengampunan.
"Kau tahu siapa aku?" Ia menyeringai. Namun wajahnya datar tak berekspresi.
"Tuan muda Graham, maafkan kelancangan karyawan saya." Pemilik toko menunduk hormat. Tampak raut penuh tekanan karena rasa takut.
"Pecat dia sekarang! Atau kau ingin tempat ini akan menjadi sesepi kuburan. Aku, Jack Wiliams Graham, salah satu pria paling berpengaruh di seluruh penjuru kota Meksiko. Dan pegawaimu, berani macam-macam padaku!" tegasnya.
"Akan kulakukan, Tuan Muda. Tapi tolong, jangan pernah membuat statemen pada media mengenai buruknya pelayanan di sini, saya mohon." Pemilik toko berwajah Chinese itu memandang karyawannya. Dengan suara berat, ia berkata,
"Maafkan aku, tapi, kau dipecat saat ini juga, Clara."
Gadis itu menangis, meminta maaf tetapi permintaan maafnya tidak bisa merubah apa-apa. Gadis itu akhirnya menyerah, tak ada gunanya memohon. Ia kemudian mohon diri, sementara Jack tersenyum menang.
"Bagaimana dengan ponselku?"
"Teknisi kami akan membetulkannya, mungkin butuh waktu sekitar dua jam dari sekarang, Tuan muda. Jika tidak sabar menunggu, Anda boleh meninggalkannya di sini nanti biar orang-orang kami yang mengantarnya ke Tuan muda."
"Terima kasih, sepertinya aku akan menunggunya." Jack duduk sembari membuka surat kabar di kursi tunggu. Informasi tentang National company dan kesuksesannya menjadi halaman paling depan. Ia menyeringi tipis, apakah tidak ada kabar yang lebih menarik yang bisa di tulis di surat kabar? Demi Tuhan, Bisnis itu membosankan.
Dua jam berlalu, ponsel Jack dapat beroperasi kembali dengan keadaan mulus seperti baru. Ia tersenyum puas, meninggalkan selembar cek diatas meja kasir dan pergi begitu saja sambil berkata, "lebihnya untuk mengganti etalase kaca, lebih yang lain untuk mengganti pekerjamu yang kau pecat, lebih yang lain lagi untuk memberi bonus karena telah menyelamatkan file kantorku."
******
Davee menyesap secangkir kopi yang tersedia di hadapannya, menatap kepada Hans dan berbicara dengan nada datar. Sebenarnya ia malas berurusan dengan orang ini. Namun apa mau dikata. Demi mendiang ibunya, ia harus berusaha mendapatkan apa yang telah ibunya perjuangkan
"Jangan sentuh wanita itu, Hans. Ammy tidak boleh ada di list orang yang akan kau hancurkan. Atau kuhancurkan semua yang kau miliki dan kita tidak akan mendapat apa-apa. Aku tidak mendapatkan hartamu, dan kau juga tidak mendapatkan ambisimu." Davee menyeringai kepada lelaki yang telah menampakkan beberapa helai rambut yang mulai memutih itu. Laki-laki yang seharusnya ia benci, laki-laki yang telah mengambil nyawa ibunya. Laki-laki sialan yang celakanya adalah ayah kandungnya.
"Bukankah sebaiknya kau memanggilku ayah, Davee?" Hans meniupkan asap rokoknya dengan perlahan. Mengepulkan asap tipis memenuhi ruangan. Dave mengibaskan tangan di depan hidung, agak risi dengan asap rokok itu tetapi berusaha menahan diri.
"Jangan mengajariku bersikap baik, bagaimana bisa aku memanggil ayah lelaki bajingan yang telah membunuh ibuku hanya karena ibuku berasal dari kelas bawah? Kau menjijikkan." Davee mengarahkan manik abu-abunya pada jendela. Memutar beberapa kali kursi hidroliknya dan memunggungi laki-laki tua itu.
"Jangan memunggungiku saat kita sedang berbicara, Davee!" tegurnya.
"Cerutumu membuatku terganggu, Hans!" ucapnya.
Hans mematikan cigarettenya. Kemudian menyanggah. "Kau tidak bisa membedakan mana cerutu mana cigarette. Aku tidak pernah menghisap cerutu," protesnya.
"Aku tak peduli, kalaupun kau menghisap racun, itu pun bukan urusanku, Hans."
"Aku memberi ibumu imbalan yang cukup sepadan. Menjadikanmu pewarisku. Karena kaulah pewarisku yang sesungguhnya. Mengatur supaya kau bisa memegang perusahan, mengelolanya dan memilikinya kelak setelah misiku selesai. Kau juga tahu mengenai itu, Davee." Ia kembali pada topik utama.
"Misimu tidak akan berhasil, Hans. Aku adalah orang pertama yang akan menjadi alasan kegagalanmu."
"Kau putraku, Davee. Kau harus ada dipihakku."
"Persetan dengan itu. Aku benci kenyataan bahwa aku putramu. Kau licik, aku tidak akan pernah memihakmu. Jika aku bertahan di dekatmu, itu hanya karena hak ibuku. Janjimu yang harus kau penuhi. Yaitu memberikan semua saham yang kau miliki atas National Company, Meghan Medica Hospital dan juga The Graham's Kingdom. Aku tidak berminat apa pun atasmu kecuali apa yang kau janjikan pada ibuku."
Davee mengerutkan Dahi. Mengingat sejarah yang menceritakan bagaimana Ibunya diambil paksa oleh si berengsek Hans Ferdinand Graham untuk melakukan inseminasi hanya agar ia memiliki keturunan.
Setelah keinginannya terpenuhi, ketika Davee berusia lima tahun, ibunya ditembak oleh orang suruhan Hans. Biadab, betapa kejam laki-laki itu memperlakukan ibunya. Dia hanya bocah polos ketika sang Ibu bersimbah darah di depan matanya. Lalu mengambilnya seperti seekor anjing dan memberikan pengasuhannya kepada Antonie La Santa Graham, saudara Hans. Dan dia fokus mengurus ambisi balas dendamnya.
Lalu sekarang apa yang membuat Davee harus memihak Hans dengan rekam jejak yang begitu menggelikan? Ia sudah lama mengetahui bahwa Hans berniat menghancurkan keluarga Bob Martin, tidak begitu paham apa benang merahnya. Yang ia tahu, Bob Martin dan keluarganya adalah target utama rencana besar si tua itu saat ini.
Seandainya saja dirinya tak pernah tahu bahwa Bob adalah ayah Ammy Lawrence, seandainya saja Ammy Lawrence bukan wanita yang membuatnya jatuh cinta. Belum lagi tentang Jack. Apa yang akan ia katakan nanti padanya jika suatu hari nanti Jack tahu yang sebenarnya. meskipun menjengkelkan atau apa pun itu, Jack adalah sahabat baiknya. Davee selalu merasa bersalah, sebab hanya bisa mendiamkan semua skenario Hans tanpa bisa melakukan apa-apa.
"Jika kau menginginkan aku bersikap selayaknya kepadamu, setidaknya hentikan obsesimu itu, Hans. Hanya semudah itu jika kau mau."
"Oh ya, lain kali aku tidak suka kau menemuiku di kantor, ada Jack di sini. Kau bisa meneleponku lalu aku akan menemuimu di mana pun, asal jangan di kantor, atau kediamanmu. Sekarang keluarlah, Hans. Aku banyak pekerjaan." Davee memilih membuka beberapa dokumen yang tersusun di mejanya. Malas jika harus berhadapan dengan si tua ambisius itu, pekerjaan rasanya lebih menarik untuknya.
Hans tertegun memandangi Davee, membuang puntung rokoknya sembarangan, lalu menginjak puntung rokok yang masih menyala itu hingga aroma residunya menguar ke udara.
"Lain kali jangan merokok di kantorku, Hans."
"Kantorku?" Hans mencebik. Di bawah kepemilikan siapa sebenarnya National Company? Apakah Davee, Hans, atau Jack? Bodoh, dialah pemilik sesungguhnya kantor itu dan Davee berani bersikap tak sopan padanya. Jika dia bukan putranya, ia pasti sangat berminat untuk menembaknya hingga isi kepalanya terburai seketika.
Seandainya kau bisa sekali saja memanggilku ayah, Davee. Kau hanya tak tahu bagaimana sakitnya hatiku saat si keparat Bob itu menghabisi Meghan. Istri yang kucintai. Aku hanya ingin Bob membayarnya. Mata dengan mata, gigi dengan gigi, nyawa dengan nyawa.
Sayup-sayup Jack mendengarkan sejenak percakapan Hans dan Davee ketika akan masuk ke ruangan pria itu. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke sana, terpaku di depan pintu.
Sedikit pertanyaan menggantung di pikirannya, kenapa Davee tampak begitu berani kepada Hans, bahkan memanggil ayahnya hanya dengan menyebut nama, bukankah selama ini Davee begitu hormat kepada lelaki yang sering disapa Om Hans itu, apa yang sebenarnya terjadi? Lain kali jangan menemuinya di kantor karena ada Jack, apa maksud ucapan itu? Dan apa yang mereka sembunyikan?
Sesaat kemudian ia menjauh dari pintu, menimang ponselnya dan Menelpon seseorang.
"Hallo Mattew, aku butuh bantuanmu, gali informasi apa pun tentang Davee dan ayahku. Kau bisa?" ucapnya sambil bergerak menjauh dari ruangan Davee.
"Selalu, Jack. Tapi sepertinya aku butuh partner. Aku tidak akan berhasil jika mengerjakannya sendiri, apalagi jika yang harus kuselidiki adalah ayahmu," jawab Mattew di ujung sambungan telepon.
"Kau bisa bekerja sama dengan Jalion Montenegro, 'kan?"
"Well, aku suka tantangan yang kau berikan. Akan kukabari jika aku menemukan sesuatu."
Ia memutuskan sambungan teleponnya. Mattew dan Jalion Montenegro adalah detektif dengan reputasi yang baik, Jack yakin mereka mampu menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Rasa penasarannya memuncak, ada yang tak beres sepertinya.
****
Jack mulai bergerak menuju ruangannya. Ketika sampai di ambang pintu sebelum sempat menarik gagang, ponselnya berdering."Hai Jack, pesananmu sudah jadi, apakah kau akan mengambilnya, ataukah orangku saja yang mengantarkannya padamu.""Chloe, satu minggu. On time sekali. Aku suka! Biar orangmu saja yang mengantarkannya, kau punya gambarnya? Aku ingin melihatnya.""Of course, Anyway, kemana harus kuantar?""Kirim saja ke Avenida Presidente Masary real estate nomor sebelas. Jangan lupa sertakan namaku di kotaknya. Nanti kau bisa kabari aku, aku akan mentransfer biaya pengganti pembuatannya.""Ok, Jack. Aku melakukannya dengan baik. Kuharap kau menyukai hasilnya."Chloe mematikan sambungan teleponnya, kemudian mengirimk
Sepeninggal Jack, tak lama berselang, Ammy mendapatkan panggilan dari sambungan interkomnya."Ammy. Bisa kau antarkan surat kontrak dengan ELS Group? Aku akan mempelajarinya.""Masih belum selesai, Davee. Segera kuurus.""Lakukan dengan teliti, Ammy. Kalau sudah selesai antarkan ke ruanganku.""Apakah kau sudah mengcopy laporan terakhir meeting kemarin, filenya ada pada Mrs. Howard, tanyakan saja padanya apa saja yang kau tak tahu saat kau tak masuk kemarin? jika sudah aku akan mengambilnya, jadi aku berubah pikiran untuk mengambilnya ke ruanganmu saja.""Perlu aku yang antar?""Tidak, tidak ... biar aku saja ke ruanganmu. Sepertinya aku butuh udara yang sama seperti yang kau hirup." Davee sedikit berimprovisasi d
Jack yang sudah berada di parking place kembali masuk ke gedung National Company. Menghampiri Ammy yang masih sibuk bergelut dengan komputernya.Ia menarik tangan Ammy. "Ayo ikut denganku!""Tapi, Jack. Pekerjaanku belum selesai."Ia tetap menarik lengan Ammy tapi kali ini dengan lembut." Aku bossnya, aku yang memberimu pekerjaan."Jack menekan tombol elevator menuju basement. Mereka terdiam sejenak bersamaan dengan elevator yang perlahan bergerak ke bawah. Jack bergeser, menggenggam jemari Ammy kemudian menariknya dan membuatnya tersudut pada kunkungan kedua lengannya."Kau cantik, dan saat dekat denganmu rasanya kau mengambil alih seluruh kewarasanku."Tatapan mereka saling mengunci, tangannya lincah menelusuri leher jenjang Ammy, menarik tengkuknya kemudian menghisap bibir mungilnya dalam-dalam. Ammy tak memberontak, membiark
Jack mengendurkan simpul dasinya. Percakapannya dengan Ammy sejenak membuat adrenalinnya terpacu. Ia tak ingin terlihat buruk di mata gadis itu."Aku mencintaimu Ammy, dan aku akan mempertanggung jawabkan perasaanku padamu, juga pada diriku sendiri. Aku janji akan berubah menjadi lebih baik, untukmu. mengenai perusahaan, aku akan mengurusnya dengan semestinya, tidak seharusnya aku bermalas-malasan dan membebankan semua pekerjaan pada Davee.""Kau bisa menangani perusahaan? Davee bilang kau payah dalam berbisnis, kau diktator yang cuma bisa main perintah-perintah.""Aku lulusan Harvard. Mendapat nilai cum laude dan lulus dalam dua tahun. Apakah kau tidak berpikir itu keren?""Cukup keren selama otak mesummu tidak sedang bereaksi.""Kau tahu, aku sebenarnya tidak pernah berminat pada perusahaan. Aku mengarang cerita jika aku memutuskan berhe
Ammy bergerak impulsif, hatinya tak tenang. Entahlah, dia pikir tak masalah membuat Jack marah. Namun ternyata ia tidak menyukai hal itu. Perasaan yang tumbuh, mengikis semua niat buruk Ammy untuk membalas sikap arogan Jack."Maafkan aku, Jack,"Wajar jika kau marah, aku memang keterlaluan." Ammy terpekur, siap menerima amukan Jack jika memang itu mampu membuatnya memaafkan kesalahan bodohnya.Pria jangkung itu melirik ke arah Ammy sekilas."Baiklah aku akan pulang, kau pantas marah padaku. maafkan aku, dankotak musik itu milikmu, Jack. Aku tidak berhak atasnya.simpan saja seperti aku menyimpan milik ibuku. Setidaknya saat kau melihatnya kau akan mengingatku.""Mengingat bahwa kau membohongiku?""Tidak, Jack. Kau tahu aku tidak bermaksud begitu." Ammy menjinjing tasnya. Melihat Jack seperti diselimuti rasa marah, tak ada alasan agar ia tetap bersiam di sana.
Akhir pekan begitu cepat datang, seperti kayu yang dimakan api, melalapnya hebat lalu meninggalkannya menjadi abu kemudian hilang tertiup angin. Tak ada yang spesial bagi Jack, meskipun ini adalah hari kelahirannya.Hari ulang tahun adalah momen paling menyakitkan baginya. Entahlah, dia tidak tahu kenapa tak satu pun manusia di dunia ini mengingat hari kelahirannya, dan Ia merasa benar-benar sendirian dan kesepian.Ia mendengkus. Membuang asap rokok yang mengalir ke udara bersama tiupan angin di balkon samping kamarnya menikmati udara pagi. Jack bukanlah seorang perokok, tetapi saat hatinya sedang diamuk rasa gelisah, hal itu sedikit membantu. Ia mengamati telepon pintar yang bertengger di tangan kanannya sementara tangan kirinya masih memainkan sebatang rokok lalu menyesapnya lagi dan lagi. berpikir sejenak lalu menemukan sesuatu di kepalanya, bukankah Ia memiliki Ammy sekarang? Ya, kenapa tidak terlintas tentang itu.
Matahari mulai merangkak naik, cuaca kota Meksiko tak pernah lebih panas dari dua puluh tujuh derajat celcius saja. Tetapi kemacetan, juga pulosi yang tinggi membuat Jack malas jika harus keluar rumah."Jack, ayo kita makan siang di luar," ajak Ammy ketika jarum jam dinding menunjuk angka satu."Aku sebenarnya lebih tertarik masakanmu. Kau bisa memasak?" tanyanya antusias."Tentu saja." Wajah Ammy berubah masam. Ia menunduk, "tidak." imbuhnya."Selama ini aku hanya selalu membeli makanan dari luar, atau sengaja makan di luar. Ayah jarang di rumah jadi asisten rumah tanggaku juga jarang memasak.""Tapi, aku suka membuat makanan saat emergency.""Emergency?""Ya, saat perutku menuntut haknya padahal sudah kuisi. Cacing nakal di dalamnya suka berunjuk rasa," katanya sambil tersenyum kecil.Ammy masuk ke dapur. Se
Davee bersandar dengan santai saat si tua Hans masuk kedalam mobilnya malam itu. Tanpa berkata apa-apa Hans duduk di sampingnya lalu Davee melajukan mobil. "Kau keterlaluan, Davee. Ini pukul satu dini hari dan kau memaksaku untuk ikut denganmu.""Aku tidak bisa menunggu, Hans.""Kau bisa menjemputku besok pagi, 'kan?""Cecurut peliharaanmu itu membahayakan, mana mungkin aku membawamu siang hari. Kau mau kita ketahuan?" Davee menelan paksa ludahnya. Tampak jelas ada perasaan tak tenang menyelimutinya."Pewaris palsu bodohmu itu berulah lagi. Aku khawatir dia mencium hubungan kita, jadi sebelum kita ketahuan, apa tidak sebaiknya kita buka saja?"Hans memperhatikan mobil di belakangnya yang terlihat dari pantulan kaca spion."Kita diikuti, Davee.""Shit ... kau tahu siapa mereka?"Hans menyipitkan mata"Anak itu, pasti itu orang-orang suruhannya."