Share

Spicy, Sweet Love
Spicy, Sweet Love
Penulis: nura0484

Rumah Sakit

“Tidur aja!”

Jimmy membuka matanya melihat keberadaan sahabatnya, Ruli. Menghembuskan nafas panjang, memilih tidak peduli dengan apa yang dilakukan Ruli. Baru saja selesai melakukan operasi, ralat bukan melakukan tapi menemani operasi jantung anak dan itu membuatnya lelah.

“Operasi berapa jam?” tanya Ruli.

“Sepuluh jam mungkin, nggak lihat jam juga.” Jimmy menjawab sambil lalu “Biarin aku tidur sepuluh menit lagi, habis ini aku mau cek kondisi dia.”

Suasana hening menyambutnya, Jimmy memejamkan matanya dan Ruli tidak banyak bicara. Tidak lama kemudian tepukan ringan dirasakan Jimmy membuatnya membuka mata, menatap pelaku yang menatapnya tanpa dosa.

“Kenapa lagi?” tanya Jimmy kesal pada Ruli.

“Pasien lo detaknya sempat hilang.” Ruli menjawab santai.

Jimmy membuka matanya langsung dan seketika rasa mengantuk hilang “Sejak kapan?”

“Beberapa menit yang lalu, buruan nanti telat sama professor.”

Jimmy langsung beranjak, masuk kedalam kamar mandi dengan mencuci wajahnya. Ruli memberikan jas dokter padanya, tidak mengucapkan kata hanya tepukan ringan sebagai ucapan terima kasih.

Melangkah dengan langkah cepat menuju ruang ICU, tempat orang-orang yang baru saja keluar dari ruang operasi. Kedatangan Jimmy langsung disambut oleh perawat yang biasa menemaninya selama di ruang ICU, Yani. Memberikan catatan rekam medis padanya, langsung melakukan pekerjaannya dengan melihat beberapa hasil dari operasi yang mereka lakukan.

“Tidak ada yang serius.” Jimmy membuka suaranya.

“Profesor Yudi tadi datang kesini bersama Professor Markus melihat anak ini, hasilnya sama dengan apa yang dokter katakan.” Yani mengatakan dengan nada santai.

“Mereka sudah datang?” tanya Jimmy dengan ekspresi terkejut.

Yani menganggukkan kepalanya “Mereka tidak bertanya tentang dokter.”

“Memang depan mbak nggak bertanya, tapi nanti....”

“Dokter selalu bisa menaklukkan mereka.” Yani menepuk lengan Jimmy pelan yang masih cemberut “Sini laporannya, dokter akan disini melihat perkembangannya atau bagaimana?”

Jimmy menatap pasien yang berbaring di ranjang pasien anak, pikirannya berjalan kemana-mana. Banyak yang harus dirinya lakukan terutama adalah istirahat atau lebih tepatnya tidur, tapi pastinya tidak bisa tidur dengan tenang.

“Aku ke cafe dulu, beli kopi.” Jimmy mengatakan pada Yani yang hanya menganggukkan kepalanya.

“Jangan kebanyakan kopi, lebih baik istirahat.” Yani memberikan peringatan.

Jimmy hanya menganggukkan kepalanya, melangkah keluar dari ruangan dan langsung menuju cafe. Badannya memang sudah sangat lelah dan membutuhkan istirahat, tapi tugasnya masih banyak yang harus dikerjakan.

“Belum istirahat?”

Jimmy mengalihkan pandangan kearah samping “Kamu sudah selesai?”

“Kebiasaan ditanya apa jawabnya apa.”

“Aku kan perhatian.” Jimmy mengangkat alisnya membuat Febby mengerucutkan bibirnya “Kekasih yang baik harus membuat kekasihnya nyaman.”

“Kekasih apaan? Playboy macam kamu mah...bikin ilfeel.”

“Aku bukan playboy, tapi belum menemukan wanita yang tepat.” Jimmy memberikan alasan yang masuk akal “Kalau kamu terima aku pasti beda cerita.”

“Kamu belum istirahat?” tanya Febby lagi dengan pertanyaan yang sama.

“Kamu tahu sendiri aku habis operasi sama siapa, bokap lo kalau udah di ruang operasi bikin merinding. Apalagi kalau nanti aku melamar kamu.” Jimmy mengedipkan matanya dan mendapat pukulan ringan di lengan.

“Kita udah sampai kantin, Ruli tu ada disana.” Febby memberi kode letak dimana Ruli.

“Kamu nggak ke cafe?” tanya Jimmy yang dijawab gelengan kepala Febby “Ada operasi lagi?”

Febby menggelengkan kepalanya “Aku baru datang, ini mau ke UGD ambil catatan orang yang masuk kemarin. Rencananya mau operasi besok, makanya mau dibaca dulu gimana hasil yang dokter UGD dapat.”

“Dokter spesialis penyakit dalam memang rumit.” Jimmy membuka suaranya “Kamu spesialis dalam sedangkan aku jantung anak-anak, kita bersatu didalam tubuh agar manusia tetap hidup dengan menjadi satu kesatuan.”

“Apaan sih? Rayunya nggak banget. Aku tinggal ya, jangan telat makan. Sana sama Ruli.” Febby menepuk lengan Jimmy pelan.

“Kamu juga, aku tunggu di apartemen.” Jimmy membelai pipi Febby sebelum meninggalkan tempat mereka.

Jimmy menatap Febby yang berjalan menjauhinya, mengalihkan pandangan kearah Ruli yang duduk dengan teman-teman satu bagian, mereka mengambil profesi yang berbeda. Ruli memilih mengambil bedah urologi, walaupun mereka berakhir di rumah sakit yang sama.

“Ngopi aja.”

Jimmy mengangkat alisnya melihat teman satu profesinya, Danu. “Habis darimana?”

“Dipanggil dokter Markus, laporan beberapa hari lalu yang habis operasi. Anaknya sudah keluar dari ICU dan kondisinya baik-baik saja, tapi pagi tadi ngalamin serangan jantung. Hasil yang aku cek anak itu baik-baik saja, belum tahu kenapa ngalamin serangan itu.” Danu menjelaskan dengan rinci.

“Sudah cek semuanya?” tanya Jimmy penasaran.

“Sudah, semua normal.” Danu menjawab penuh keyakinan.

“Obat yang diminum? Biasanya pasien yang sudah berada didalam kamar suka merasa jika dirinya sudah sehat total dan tidak konsumsi obat yang diresepkan. Kamu tahu bagaimana bahayanya jika telat minum, apalagi tidak minum sama sekali.” Jimny memberikan pendapatnya membuat Danu terdiam.

“Kenapa nggak kepikiran.” Danu memukul pelan keningnya.

Jimmy hanya menggelengkan kepalanya menatap kepergian Danu dengan membawa minumannya, kondisi mereka yang ada disini tidak jauh berbeda. Markus dan Yudi adalah professor yang memiliki ketegasan tapi juga perhatian, tidak ada yang tahu jika Yudi adalah mantan suami maminya, Tania. Yudi juga ayah dari Febby, wanita yang mengajak bicara Jimmy tadi.

Hubungan mereka? Teman tapi mesra, bisa dikatakan begitu. Pastinya hubungan mereka sudah seperti pasangan kekasih, tapi Jimmy tidak mengatakan kalimat cinta pada Febby, semua berjalan begitu saja secara naluri. Febby, berbeda dengan wanita-wanita yang bersama dengannya.

Para wanita itu tidak ada yang tahu tentang latar belakang keluarga Jimmy, nama belakang yang ada di namanya sering kali Jimmy beralasan, lebih tepatnya mencari alasan yang masuk akal.

“Jangan terlalu sering melamun, lo tahu kan kalau disini ada penunggunya?”

Jimmy memutar bola matanya mendengar kata-kata Ruli “Udah selesai sama mereka?”

“Sudah, pembagian jadwal baru buat bulan depan.” Ruli menjawab malas “Lo shift apa?”

“Gue belum bisa pulang, masih harus lihat kondisi anak tadi.”

“Jangan kaya Bang Toyib yang suka lupa pulang, lo masih ingat keluarga lo kan?”

“SIALAN! Gue cabut aja.”

Jimmy berdiri dengan membawa minuman yang dipesannya meninggalkan Ruli sendirian di cafe, tapi nyatanya tidak karena Ruli mengikutinya dari belakang. Jimny tahu dan sangat tahu jika sahabatnya ini membutuhkan uang.

“Gue tidur di apartemen lo ya.” Ruli membuka suaranya yang hanya diangguki Jimmy.

Mereka berpisah dengan berjalan kearah yang berbeda, Jimmy melangkah kearah dokter jantung anak sedangkan Ruli ke bedah onkologi. Mereka memiliki pekerjaan berbeda, Jimmy harus menyelesaikan pekerjaannya yang akan dilaporkan ke Markus.

“Jimmy.”

Menghentikan langkah, menatap sumber suara yang memanggilnya. Yudi, professor yang menangani anak. Yudi berjalan kearah Jimmy yang membuatnya mengerutkan kening, tempat mereka memang berhubungan dan biasanya tidak pernah berbicara langsung tanpa adanya Markus.

“Datang ke ruangan saya, membahas hasil operasi yang kamu lakukan dengan dokter Markus.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status