Keadaan rumah sakit yang penuh jadwal membuat Jimmy tidak mempunyai waktu berbicara dengan Febby, jangankan berbicara dengan Febby yang jaraknya jauh. Danu saja yang berada dalam satu ruangan saat mengerjakan laporan tidak berbicara sama sekali, mereka sama-sama sibuk.
Visit ke pasien tidak hanya pada yang selesai operasi tapi juga belum operasi, Jimmy memastikan mereka melakukan apa yang dikatakannya dan perawat, memberikan kata-kata semangat pada mereka. Dokter inti atau kepala dokter hanya menemui pasien saat akan menjelang pulang, selebihnya adalah tugas dokter muda seperti Jimmy.“Kapan terakhir kita tugas bersama?” tanya Danu.Mereka berada di rooftop rumah sakit menikmati minuman dengan hembusan angin yang pastinya panas, menatap pemandangan rumah sakit dari atas memberikan suasana berbeda. Hembusan angin membuat Jimmy memejamkan matanya, tidak berbeda jauh dengan Danu yang ada disampingnya.“Empat pasien sebelum ini kayaknya.” Jimmy mencoba mengingatnya.“Sekarang kita bertugas terpisah.” Danu membuka suaranya yang diangguki Jimmy “Bulan depan kita jadi senior, anak koas akan datang dan belajar. Mereka akan memilih masuk kemana nantinya, itu berarti kita harus bersikap baik pada mereka.”“Bersikap baik? Kita saja nggak pernah berbicara santai.” Jimmy tersenyum kecil mendengar kata-kata Danu.Suara alarm membuat mereka saling menatap satu sama lain, Danu beranjak meninggalkan Jimmy yang masih setia berada di rooftop menikmati hembusan angin.“Enak juga ternyata disini.”Jimmy mengalihkan pandangan menatap Febby yang berjalan kearahnya dengan senyum tipisnya, memberikan roti pada Jimmy yang langsung diterimanya dengan kecupan lembut di bibir.“Apa yang dikatakan kakakku?” tanya Jimmy langsung.“Mereka hanya bertanya tentang keluargaku itu saja, aku balik karena ada panggilan darurat.” Febby menjawab dengan menatap kedua mata Jimmy.Tidak menemukan kebohongan disana membuat Jimmy mempercayainya, mengambil tangan Febby untuk digenggamnya erat. Mereka berdua menatap langit dan pemandangan yang ada dihadapannya tanpa mengeluarkan suara sama sekali, tidak banyak yang tahu hubungan mereka, Jimmy selalu menutupi dengan berita kencan bersama wanita lain.“Apa kita akhiri hubungan ini?” Febby membuka suaranya.Jimmy menatap kearah Febby dengan mengerutkan keningnya “Kamu mau mengakhirinya?”“Bukankah mudah buat kamu mengakhiri hubungan dengan wanita?” tanya Febby membuat Jimmy menatap tidak percaya.“Mudah jika itu bukan kamu.” Jimmy mengatakannya tepat dengan menatap kedua mata Febby menunjukkan apa yang dikatakannya adalah kebenaran.“Kita lihat saja nanti.” Febby mengalihkan pandangan kearah langit lagi “Aku nggak tahu apa yang terjadi dengan kedua orang tua kita.”Jimmy terdiam, dirinya tahu dan sangat tahu tentang semua rahasia itu. Orang tuanya sudah menceritakan tentang bagaimana pertemuan mereka, masalah rumah tangga dan banyak yang lain. Sejauh ini Jimmy selalu percaya jika prediksi papinya selalu benar, bukan tidak percaya Tuhan hanya saja papinya bisa menilai orang dengan sangat baik.“Kamu kemana sepulang rumah sakit?” Febby membuka suaranya.“Pulang kerumah, kamu? Bukannya jadwal kita sama? Mau aku antar pulang?”“Boleh?” tanya Febby dengan nada ragu.“Apa yang nggak buat kamu.” Jimmy tersenyum kearah Febby.Menundukkan kepalanya membuat wajah mereka semakin dekat, bibir yang tidak berjarak semakin lama semakin dekat, memberi kecupan lembut sebelum akhirnya menjauhkan wajah mereka. Jimmy mengulurkan tangannya membelai pipi Febby tanpa melepaskan tatapan mata satu sama lain, melepaskan tangan dari wajah Febby dengan sedikit mundur ke belakang.“Aku kembali duluan, kalau memang waktunya pas kita pulang bersama.”Jimmy berjalan menjauh, melakukan pekerjaannya yang tersisa, berharap bisa pulang bersama dengan Febby. Harapan tinggal harapan dimana Febby secara tiba-tiba harus mengikuti operasi, mereka tidak bisa pulang bersama dan membuat Jimmy pulang sendirian menuju rumah orang tuanya.Kedatangan Jimmy disambut oleh keluarga dengan tangan terbuka, tidak hanya ketiga kakaknya tapi adiknya dan satu lagi sepupu dan pasangannya. Melihat mereka semua membuat Jimmy menatap malas, memilih membersihkan diri dan menuju kamar orang tuanya.“Kamu sudah datang?”“Papi gimana keadaannya?” tanya Jimmy mendekati papinya, Wijaya.“Bosan.” Wijaya menjawab singkat “Jantung papi seakan berdetak semakin tidak menentu.”“Papi sudah dipasang ring jadi harusnya baik-baik saja.” Jimmy meletakkan stetoskop di dada Wijaya “Semua normal, memang apa yang papi rasakan?”Wijaya menggelengkan kepalanya “Papi nggak tahu, apa mungkin waktu papi semakin cepat?” Jimmy hanya diam tidak tahu menjawab apa.Wijaya mengalami komplikasi, jantungnya sudah dipasang ring. Setelah operasi semua baik-baik saja, sekarang sudah jalan dua tahun penggunaan ring. Beberapa pasien ada yang operasi kembali masalah ring mereka, saat sudah dipasang ring tidak boleh melakukan aktivitas berat dan Wijaya sudah mengikutinya.“Tidak ada yang salah dengan pemandangan ini, aku hanya semakin tua dan sudah waktunya bertemu dengan Tuhan.” Wijaya membuka suaranya lagi.Jimmy menghembuskan nafas panjang setiap kali melihat keadaan papinya, kedua kali berada di posisi seperti ini. Sabi adalah pertama yang dilihatnya secara langsung bagaimana harus meninggalkan mereka setelah operasi, karena Sabi yang membuat Jimmy memutuskan menjadi dokter agar tidak ada Sabi yang lain, tapi Jimmy melupakan satu hal yaitu kuasa dan kehendak Tuhan.“Jim, mami mau kamu ketemu seseorang.”Jimmy menatap Tania dengan tatapan penuh selidik “Siapa?”“Udah ikut mami. Sayang, aku tinggal dulu.” Tania menatap lembut Wijaya yang hanya menganggukkan kepala.Tidak mau berdebat Jimmy mengikuti langkah Tania keluar dari kamarnya, mereka melangkah ke taman belakang yang semakin membuat Jimmy bertanya-tanya. Terdengar dari kejauhan suara tawa, tidak hanya satu orang tapi ada beberapa orang, langkah mereka berhenti membuat Jimmy melakukan hal yang sama dimana terdapat saudara-saudaranya dan satu wanita. Jimmy menatap dalam wanita yang ada diantara saudara-saudaranya.“Siapa dia, mi?” bisik Jimmy tepat di telinga Tania.“Siena.” Tania memanggil nama yang membuat Jimmy langsung mengalihkan pandangannya “Masih ingat Jimmy, anak tante?”Mata mereka bertemu, Jimmy semakin tidak bisa bergerak sama sekali, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Tatapannya tetap tertuju pada wanita bernama Siena, melihat perubahan yang tampak dalam diri Siena, banyak perubahan terjadi dalam penampilannya.“Kalian malah lihat-lihatan, kalau begitu pasti ingat.” Tania mengatakan lagi membuat Jimmy dan Siena mengalihkan perhatiannya.“Memang ada apa Siena disini?” tanya Jimmy penasaran.“Siena balik tinggal disini, dia keterima di rumah sakit kita.” Tania menjawab santai.“Rumah sakit Wijaya?” tanya Jimmy dengan memastikan yang diangguki Tania “Bukannya masuk kesana sulit?”“Kamu meragukan kemampuan dari sahabtmu?” Tania menatap Jimmy dengan tatapan tidak percaya.“Bukan gitu, tapi kan...” Jimmy tidak tahu harus berkata apa.“Kamu nggak terkejut Siena ada disini?” tanya Tania lagi yang membuat Jimmy tidak bisa mengeluarkan kata-kata.Jimmy menatap Siena yang kembali berbicara dengan saudara-saudaranya, mencoba mengingat tentang pendidikan yang ditempuh Siena setelah mereka tidak saling berhubungan.“Mami pastinya bukan hanya memberikan kejutan begini saja, pasti ada rencana yang berhubungan dengan kami.”"Kamu bukannya harus sudah cuti?" tanya Jimmy saat melihat Siena ikut masuk kedalam ruangannya"Aku bosan, kamu kerja terus Jeno sekolah full." Siena menjawab sambil mengerucutkan bibirnya "Dokter Tomo bilang kalau dia baik-baik saja dan lagian perkiraan melahirkan juga masih lama.""Terserah, kerjanya tetap di ruangan ini!" Jimmy mengatakan dengan nada tegas yang diangguki Siena.Hasil keputusan atau sidang sudah keluar, bahkan permintaan mereka terkait dengan kondisi kejiwaan dengan hasil tidak sesuai keinginan mereka membuat semua mendapatkan hukuman sesuai perbuatannya. Febby juga mendapatkan hukuman dari ikatan dokter dimana semua gelarnya dicabut, dengan begitu pendidikan yang dilaluinya menjadi sia-sia tanpa adanya gelar. Jimmy sebenarnya tidak mau mendengar kabar apapun tentang Febby, tapi ketiga sahabatnya selalu memberi kabar yang tidak tahu dapat darimana. Mendengar kabar mereka tidak satupun yang Jimmy ingat karena memang tidak penting, walaupun begitu Endi dan juga ketig
"Puas sama hasilnya?" tanya Jimmy tepat di telinga Endi."Lumayan," jawab Endi tanpa mengalihkan pandangan dari jalannya sidang.Keputusan yang dibacakan tampaknya kurang membuat keluarganya puas, Jimmy menatap istri Yudi yang terlihat santai saat hasil pembacaan hukuman. Mengikuti langkah Endi yang keluar dari ruang sidang, meninggalkan tim lawyer mereka yang masih diskusi.Endi membawa langkah mereka menuju mobil yang menjadi alat transportasi mereka berdua sejak pertama, hembusan napas panjang dikeluarkan mereka berdua saat sudah berada didalam mobil. Supir membawa mereka keluar dari pengadilan, tidak ada yang membuka pembicaraan seakan sibuk dengan pikiran masing-masing."Apa reaksi nenek dan adik Febby waktu kamu kasih tahu?" tanya Endi memulai pembicaraan mereka."Terkejut, mereka terdiam beberapa saat. Neneknya yang langsung menangis dan meminta maaf, mereka berdua juga minta bertemu sama keluarga Arkan. Aku menolak ide mereka kare
"Aku lihat Prof Yudi kemarin, berantakan dan nggak seperti biasanya."Jimmy memilih diam mendengarkan informasi yang Danu berikan, saat mendengarnya sudah tidak ada rasa kasihan sedikitpun dan tampaknya hati Jimmy sudah mati rasa mendengar informasi tentang mereka."Febby di hukum berat, benar?" Jimmy menganggukkan kepalanya "Gelar dokternya juga dicabut, tapi Prof Yudi sedang berusaha agar tidak terjadi. Aku tahu gimana perasaannya secara Febby itu anak kebanggaannya." Danu melanjutkan ceritanya dengan memberikan tambahan tentang keadaan mereka "Kamu nggak ketemu Febby?""Buat apa? Nggak penting juga." Jimmy menjawab langsung.Danu mengangguk "Benar, lagian dia yang mencelakai kamu. Aku sampai sekarang nggak nyangka kalau mereka begitu, Febby yang baik dan manja sama kamu ditambah Prof Yudi yang tegas setiap kita belajar, walaupun kalau suruh milih mending sama Prof Marcus.""Kamu kan sempat mau membantu Prof Yudi," ucap Jimmy dengan tat
"Apa aku kurang tegas?" Siena mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Jimmy ketika mereka akan tidur."Tegas yang bagaimana? Kamu ke aku dan Jeno tegas, memang kamu merasa kurang tegas?" Siena mencoba bertanya untuk mengetahui maksud Jimmy.Mendengar jawaban Siena seketika Jimmy terdiam, tatapannya kosong dan memikirkan kata-kata Zee pada saat di rooftop rumah sakit. Zee benar saat menilai dirinya yang tidak jauh berbeda dengan Lucas dulu, tapi pada saat itu papi membantu Lucas keluar dari permasalahannya. "Memikirkan apa?" suara Siena membuyarkan lamunan Jimmy, tangan Siena membelai wajah Jimmy tanpa melepaskan tatapannya "Apa ada hubungannya dengan hasil dakwaan dari Febby?" tembak Siena yang membuat Jimmy menelan saliva kasar "Maksud pertanyaan kamu tadi itu ada hubungannya sama Febby?"Jimmy tahu tidak mungkin menutupi permasalahan ini dari Siena, apalagi komitmen dirinya dalam pernikahan dengan Siena adalah saling terbuka. Banyaknya kejad
"Mereka tiba-tiba datang minta kita mencabut laporan," ucap Billy yang diangguku Zee dan keluarga Fira."Kalian tanda tangan?" Endi menatap Fira dan keluarganya yang menggelengkan kepalanya "Bagus! Mereka nggak melukai kamu, kan?" "Kita semua baik-baik saja, pengawal bekerja dengan baik dimana langsung masuk saat kita mengirim pesan." Billy menjawab pertanyaan Endi "Aku justru khawatir sama Fira bukan kita sendiri.""Kami baik-baik saja," ucap Bian menenangkan mereka "Bagaimana hasil sidangnya?""Dua puluh tahun penjara yang diikuti pencabutan gelar dokter," jawab Endi yang diangguki mereka.Jimmy hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka dengan tatapannya tidak lepas dari Zee dan Fira, perasaan bersalah kembali hadir setiap kali melihat orang terdekatnya harus menghadapi permasalahannya. Jimmy baru merasakan perasaan Zee dulu, hanya saja bedanya Billy memiliki keinginan berubah, tapi tidak dengan Febby yang tetap dengan tujuannya.
"Terdakwa diputuskan bersalah dengan menjalani hukuman selama dua puluh tahun atas kasus pembunuhan....."Jimmy fokus menatap Febby yang menundukkan kepalanya, tapi bukan tanda-tanda penyesalan melainkan ketakutan. Jimmy sangat mengenal Febby dengan sangat baik, bahasa tubuhnya bisa terbaca dan terlihat jelas dimana Jimmy bisa melihat secara jelas."Sayang harusnya hukuman mati, kita sedang diskusi untuk mengajukan banding agar hukumannya lebih berat." Jimmy mengalihkan pandangan kearah Endi yang berbisik padanya."Apa tidak keterlaluan?" Endi menatap Jimmy tajam "Bagian mana yang keterlaluan? Hukumannya? Kamu masih punya hati ternyata sama dia."Jimmy terkejut melihat reaksi Endi, menatap saudaranya yang beranjak dari tempat duduk dengan mendekati tim lawyer. Mencerna kata-kata Endi dan sedikit bingung tentang masih memiliki hati, sedangkan hatinya sudah selesai dan berpindah ke Siena, tidak hanya itu sedetik saja tidak ada membayangkan