Share

Bab 5

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-01 14:13:27

Suara pintu kamar mandi terdengar dibuka oleh Mas Haris, aku segera meletakkan kembali ponselnya. Meskipun dada ini bergemuruh amarah, tapi aku harus tetap santai menyikapinya sambil mencari bukti lainnya yang lebih akurat lagi. 

Mas Haris menghampiriku lalu mengambil benda pipih yang barusan kuletakkan di atas meja. 

"Mas, maaf, Sisil mau masuk sekolah, aku harus mendaftarkan di sekolah bonafit, boleh minta uang dua puluh juta?" tanyaku sambil duduk dengan posisi kesepuluh jari ditautkan. 

"Dua puluh juta duit dari mana, Dek? Aku kan sudah pakai uang untuk DP mobil kemarin," timpal Mas Haris. Salahku juga tadi tidak melihat saldonya hanya mengecek mutasi saja. 

"Terus sekolah anakmu bagaimana, Mas?" tanyaku lagi. 

"Yang murah aja, yang masuknya lima juta ke bawah, ada kan?" tanya Mas Haris balik. Ia begitu perhitungan untuk anak istri, tapi tadi aku lihat transferan ke janda lebih banyak dari jatah bulananku.

'Tenang, Elena, jangan gegabah, dia santai, aku harus lebih elegan,' gumamku dalam hati. 

"Ya udah, Mas, lima juta nggak apa-apa," timpalku padanya. 

Kemudian, aku masuk ke dalam kamar melihat Sisil yang tengah tertidur lelap. Aku menatap wajah polosnya sendu, feelingku tidak enak dengan masa depan Sisil, mungkin ia akan kehilangan sosok ayah yang begitu ia kagumi saat ini. 

Kenapa aku berpikir seperti itu? Bukankah belum ada bukti akurat yang menyatakan suamiku ada hubungan gelap? 

Aku mondar-mandir di dekat jendela menghadap jalan ke arah luar jendela. Tiba-tiba ingat bahwa aku punya naskah nganggur di laptop. Ada satu judul novel yang belum aku publikasikan di jagat platform online. Akhirnya aku duduk dan meletakkan laptop di atas paha ini. 

"Aku coba peruntungan masukin naskah ini saja, siapa tahu menghasilkan uang banyak dan bisa membantuku untuk jadi wanita karir." Aku bicara sendirian sambil membuka laptop dan mengirimkan naskah satu persatu ke lima platform. 

"Selesai, semoga bisa menghasilkan uang, untuk pegangan aku jika Mas Haris memang ketahuan ada main belakang," cetusku sambil menutup laptop. 

Ketika aku merebahkan tubuh ini, Mas Haris masuk. Tiba-tiba ia mengambil kunci mobil dan berpamitan padaku. 

"Loh mau ke mana, Mas? Ini malam minggu loh." Aku bangkit sambil mengikat rambut yang tergerai. 

"Iya, ada mau jenguk teman yang tinggal di daerah Depok, katanya masuk rumah sakit karena kecelakaan, aku kan atasan, Dek, harus gerak cepat mengurus asuransi dan yang lainnya." Mas Haris mengulurkan tangannya sambil pamit. Lalu menggeser tubuhnya ke arah Sisil yang masih tertidur. 

Dadaku bergetar, perasaan buruk bermunculan, pikiran negatif lalu lalang di kepala. Entah kenapa aku merasa ada yang janggal dengan ucapan Mas Haris barusan. Namun, aku bisa apa? Hanya diam menjaga Sisil di rumah. 

"Ya udah hati-hati, Mas, siapa nama anak buahmu yang kecelakaan, Mas?" tanyaku sebelum ia melangkah ke luar pintu. 

Mas Haris terdiam sejenak, kemudian menyebutkan satu nama. "Arif!" teriaknya sambil membuka handle pintu. Aku pun mengekor sampai garasi mobil, 'Padahal itu mobil belum ada plat nomor, tapi ia berani membawanya ke lokasi Depok yang cukup jauh dari rumah kami, ini benar atau tidak sih?' tanyaku dalam hati sambil melambaikan tangan ke arah mobil Mas Haris. 

"Ingin ikuti mobilnya, tapi Sisil tidak ada yang jaga," ujarku bicara sendirian. 

Kemudian, Bu Dara melintasi rumahku dengan menggunakan mobilnya dengan seorang laki-laki. Kacabya terbuka jadi ia berhenti dulu sejenak sekadar menyapa. 

"Mbak Elena kok malam-malam di luar?" tanyanya sambil menoleh dari sebelah laki-laki itu. 

"Oh, abis nganter suami ke luar, Bu, barusan pergi," jawabku agak menundukkan kepala dan menyunggingkan senyuman untuknya. 

"Oh ya sudah, saya permisi ya," tutur Bu Dara, mamanya Ondi yang sempat menonjok anakku. 

Aku duduk di depan televisi, merasa lemah tidak bisa melakukan apa-apa di rumah. Padahal hati ini penuh firasat buruk. Tangan ini mengepal sambil memukul sofa empuk yang kami beli sebulan setelah menikah. "Argh, ternyata aku butuh asisten rumah tangga untuk menjaga Sisil sewaktu-waktu jika aku ingin membuntuti Mas Haris," rutukku kesal. 

Aku mendengus kasar sambil bersandar dan menutupi seluruh wajah ini. Tiba-tiba suara deru mobil terparkir di depan rumah. Aku menoleh ke arah luar lalu bangkit untuk melihat siapa yang datang. Dari balik jendela aku mengintip ternyata orang tua angkatku yang datang berkunjung, dari Indramayu mereka datang tanpa menghubungi sebelumnya. 

Aku segera membuka pintu lebar-lebar dan menyambut kedatangannya. Mereka pun memelukku erat-erat. Aku memang sudah tidak memiliki orang tua, tapi mereka, Mama Tania dan Papa Dicky sangat baik, merawatku hingga tumbuh dewasa dan menikah. 

"Mama nggak bilang mau ke sini?" tanyaku padanya. 

"Sengaja, kami mampir setelah meresmikan hotel yang kami buka di dekat sini," terang mama membuatku tersenyum bangga. 

"Aku bangga loh mama dan papa masih saja sibuk launching hotel sana sini," ucapku sambil mempersilakan mereka masuk. "Mbak Fitri memang tidak ikut?" tanyaku menanyakan anak kandung mama. 

"Nggak, malah mama disuruh ke sini sama dia, suruh kamu bantu-bantu mama urus hotel itu," jelas mama. 

"Nggak, Mah. Aku sungkan pada Mbak Fitri, aku hanya anak angkat," cetusku menolak. 

"Gimana ya, ini Fitri kok yang nyuruh," ucap mama lagi. 

"Emang hotelnya di mana?" tanyaku lagi. 

"Di Bekasi, namanya Hotel FitLen, Mama sengaja memberi nama itu, kepanjangannya Fitri Elena," sambung mama lagi. 

Aku pun menganggukkan kepala. Lalu papa mengajak mama pulang. 

"Kita ke hotel sekarang, sudah malam, besok kamu datang ya, biar papa dan mama kenalkan kamu pada karyawan." 

Papa menggandeng tangan mama. "Salam sayang pada cucu Papa ya, Sisil ajak besok ke hotel, Papa kangen," ucap papa angkatku sambil menyalakan mesin mobil. 

Jasa mereka sudah cukup banyak, sejak kecil tinggal bersamanya sudah cukup merepotkan mereka, sekarang malah dipercaya mengurus usahanya. Padahal aku berharap Mbak Fitri aja yang jadi pewarisnya, karena aku pun tidak ingin membuat keluarganya yang lain iri. 

Mereka melambaikan tangan, Bekasi tidak jauh dari sini, hanya butuh waktu empat puluh lima menit tiba di lokasi. 

Aku masuk ke kamar, menarik selimut untuk tidur bersama Sisil, seketika aku coba melupakan kecurigaan ini pada Mas Haris. 

Tepat pukul 21.00 WIB, dimana Mas Haris sudah beranjak pergi sekitar empat puluh lima menit lamanya. Tiba-tiba ponselku bergetar, ada notifikasi masuk dari Bu Dara. Dahi ini mengkerut ketika melihat kontak yang mengirim pesan. 'Tumben Bu Dara mengirim pesan?' Aku bertanya dalam hati sambil mengusap dan melihat isi pesan. Ternyata ia mengirimkan video pendek. 

[Maaf, aku wanita yang pernah diselingkuhi, jadi merasa teriris melihat ini.] tulis Bu Dara setelah berhasil mengirimkan video pendek yang berisikan suamiku tengah merangkul seorang wanita dari belakang. 

[Terima kasih, kalau boleh tahu ini di mana?]

Aku menunggu hanya hitungan detik, ia sudah langsung membalas pesan. 

[Hotel FitLen, Bekasi.]

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 26

    "Maaf Bu Elena, kami permisi dulu, kami harus menginterogasi tersangka," ucap polisi sambil menarik lengan Tiara dan Mas Haris.Keduanya tidak berontak, hanya saja tepat di hadapanku, Mas Haris berhenti."Aku titip Sisil, Elena, sudah puas kan kamu memporak-porandakan hidupku?" Mas Haris berkata dengan nada pelan. Kemudian disusul oleh Tiara di belakangnya. Ia pun sengaja berhenti di hadapanku."Aku belum kalah, Elena, lihat saja nanti," ancam Tiara dengan mata menyipit. Aku tak menjawab apalagi meladeninya, justru membiarkan keduanya pergi dengan iringan polisi.Tangan ini masih berada dalam gandengan Mbak Fitri. Ia menatapku sambil memberikan senyuman. Kedipan mata Mbak Fitri membuatku merasa tenang, tiba-tiba ada orang yang muncul dari balik vas bunga. Dia Pak Danu, kemudian beranjak ke arahku berdiri."Sudah tenang ya sekarang, berati bisa fokus nulis novel lagi, dan segera jadi penulis terkenal yang naskahnya dipinang dan difilmkan," tutur Pak Danu ternyata masih ada di hotel in

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 25

    "Dia bohong, ini semua fitnah. Saya bisa laporkan kalian atas tuduhan pencemaran nama baik!" Mas Haris mulai membalikkan fakta lagi. Ia tidak sadar bahwa kesalahannya lebih banyak daripada istrinya. Begitulah manusia, kesalahan orang terus dikoreksi, sedangkan kesalahan sendiri tidak ia pedulikan.Mbak Fitri terkekeh, ia seakan puas mewakili perasaanku, menghancurkan Mas Haris dengan cara sadis sekalian, bukan dengan kekerasan, tapi mempermalukan.Seketika ruangan jadi ramai, beberapa orang berdebat dan berdiskusi mencari yang salah. Ada sebagian yang datang mendadak bubar, mungkin mereka tidak ingin ikut campur urusan beginian.Sekarang di ruangan tidak sebanyak tadi, hanya tersisa beberapa kepala saja, orang yang memiliki banyak waktu tetap di sini, tapi orang yang tidak mau membuang waktunya memilih pergi ketimbang hanya untuk pengumuman masalah rumah tangga.Tiba-tiba saja Mas Haris menarik lengan jas hitam yang ia kenakan, lalu menunjuk ke arah Pak Danu. Kini pandangan semua oran

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 24

    "Ya, dia adikku, Pak, bisa jadi referensi untuk jadi calon istri nanti, aku pastikan dia akan bercerai dari suaminya," ucap Mbak Fitri sambil terkekeh. "Mbak ih," celetukku malu. Kemudian, Pak Danu menoleh dan menatapku tajam."Kok nggak mirip ya?" tanya Pak Danu."Kami hanya saudara angkat, Pak. Tapi Mbak Fitri dan orang tuanya sangat baik padaku," timpalku membuat Pak Danu mengangguk. Kemudian mata Mbak Fitri terlihat mencari sesuatu. Ternyata ia langsung menghampiri Sisil dan memeluknya."Ponakan Tante, cantik banget sih! Oh ya, nanti Sisil sama Tante cantik itu ya, di play ground main di sana!" seru Mbak Fitri. Ia langsung melambaikan tangan seraya memanggil wanita yang berseragam coklat, seragam yang dikenakan semua pegawai hotel.Pegawai itu menghampiri dan membawa Sisil. Aku tahu pasti ia tidak mau anakku tahu tentang ayahnya."Mereka sudah di dalam, aku ingin kamu buat laporan dulu, terserah kamu mau lapor masalah pernikahan mereka atau pura-pura matinya Tiara, atau kalau per

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 23

    "Ya udah, aku berangkat bareng Mbok Wati, asisten rumah tangga di sini," ucapku pertanda mengakhiri telepon.Setelah sambungan telepon sudah terputus, akhirnya aku panggil Mbok Wati untuk bersiap ke hotel, sambil lihat jam yang melingkar di tangan, aku memerintahkannya dengan cepat. Mbok Wati paham, ia langsung ke kamar Sisil merapikan anakku.Di depan kaca rias, aku memoles wajah ini dengan bedak. Jadi teringat saat perias pengantin berkata padaku untuk selalu jaga penampilan di hadapan suami. Itu semua sudah kulakukan, tapi tetap saja Mas Haris tergoda rayuan Tiara. Namun, karena hal itu aku pun mengulang kembali kata-kata yang dilontarkan Tiara semalam."Dia bilang menanti belasan tahun, dan baru tiga tahun ini berhasil mendapatkan apa yang diinginkan olehnya." Aku bicara sendirian. "Ah nggak usah diingat kata-kata itu, merusak moodku aja," tambahku sambil menutup tempat make up yang kupakai. Lipstik sudah kuoles dengan warna peach, aku suka warna yang tidak mencolok, natural dan

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 22

    "Len, Mbak telepon polisi ya!" teriak Mbak Fitri kemudian telepon sengaja aku putus.Plak!Tamparan keras melayang di pipiku. Ini kesempatan emasku untuk menjebak Mas Haris, agar ia tak lagi main-main denganku.Aku ambil tangannya sekali lagi dan memukul wajahku. Namun, tiba-tiba ada yang datang berkunjung.'Sial, siapa yang datang? Aku belum bonyok dan cukup bukti untuk menjebloskan Mas Haris, mukaku harus bonyok dan memar supaya ia bisa dituntut," batinku."Buka sana pintunya!" suruh Mas Haris."Kamu aja, paling istri siri kamu," ucapku agak ketus.Mas Haris terdiam, lalu melangkahkan kakinya ke depan. Ia membuka pintu kemudian aku menunggu di depan televisi. "Kok lama ya, kenapa Mas Haris tidak muncul lagi?" tanyaku bicara sendirian. Akhirnya aku menyusul untuk melihat siapa yang datang. Sebab, sudah hampir dua menit Mas Haris tidak bersuara dan balik ke ruangan keluarga.Aku lihat ke depan, mobilnya masih terparkir, tapi Mas Haris tidak ada di rumah."Ke mana dia?" Aku bertanya-t

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 21

    "Sudahlah, Mas. Memang kedokmu sudah seharusnya terbongkar. Aku hanya mempermudah saja," kata Gea sambil menghindar pergi. Ia pun sengaja mengejarnya, dan tidak peduli denganku. Akhirnya aku ke arah parkiran tempat Pak Danu menunggu, mobilnya masih tampak di depan. Namun, tiba-tiba Mas Haris memanggilku dengan nada tinggi. "Heh! Perempuan nggak diuntung! Anak yatim piatu yang sudah kuurus 12 tahun, kenapa kamu malah tega menghancurkan karirku?" Pertanyaan Mas Haris terdengar melengking dari belakangku dan membuat badanku terpaksa menoleh ke arahnya. Ternyata ia tidak mengejar Gea, justru kembali mengejarku. "Masih ada lagi yang ingin kamu katakan, Mas? Silakan umpat sepuasnya, setelah itu kamu pergi dari sini!" sentakku. "Ini tempat aku kerja, seharusnya dari tadi kamu tidak injak kakimu itu ke sini!" Mas Haris balik mencaci. "Aku nggak ada niat buruk, Mas, hanya ingin mempermudah perusahaan mengeluarkan benalu seperti kamu. Sekarang perusahaan tahu bahwa anak buahnya tidaklah p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status