"Dokter Nafisa?" gumamku nyaris tak terdengar. Bahkan oleh diriku sendiri. Saat mata dokter cantik itu terpaku ke menatapku, aku mengangguk kecil sembari tersenyum kaku. Sorot matanya menunjukkan keterkejutan saat melihat keberadaanku. Padahal jelas kudengar tadi dia bertanya tentang Dokter Rahardian.Apa dia tidak tahu kalau Dokter Rahardian akan ke sini bersamaku?Aku menoleh ke arah Dokter Rahardian. Lelaki itu juga sepertinya sangat terkejut melihat keberadaan gadis yang pernah dijodohkan oleh orang tuanya dengan dirinya. Mungkin dia tidak menyangka, di saat ia ingin memperkenalkanku pada orang tuanya, justru ada gadis yang pernah dijodohkan dengannya itu di sana.Sejurus kemudian, aku melihat Dokter Rahardian menoleh ke arah ibu tirinya dengan tatapan tidak suka. Setelah itu ia menghela napas dan bersikap seperti tidak ada apa-apa. Ia kembali menatap Dokter Nafisa."Udah dari tadi, Sa?" sapa Dokter Rahardian."U-udah." Dokter Nafisa kemudian berjalan perlahan ke arah kami dan du
"Siapa, Sil, yang meninggal?" tanya Dokter Rahardian sembari menepikan mobilnya.Aku menoleh ke arah laki-laki itu dengan lelehan air mata di pipi. Bibirku seperti membeku sehingga tidak bisa langsung menjawab pertanyaan calon suamiku itu.Tak banyak bertanya lagi, Dokter Rahardian langsung memelukku. Memang hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Cukup lama aku menangis di pelukan Dokter Rahardian sampai akhirnya aku sedikit tenang dan bisa berbicara."Mami meninggal .... Mami udah meninggal ...." Tangisku kembali pecah dan Dokter Rahardian kembali memelukku.Bagiku Mami bukan cuma ibu mertua yang teramat baik. Mami adalah pengganti ibuku yang entah berada dimana. Dari Mami aku merasakan kasih sayang seorang ibu. Dan sekarang aku mendengar kabar kalau wanita berhati mulia itu telah tiada."Udah, kita ke sana sekarang?" tawar lelaki beraroma wangi maskulin tersebut.Aku mengangguk sembari mengusap pipiku yang basah.Begitu tiba di kediaman Papi, hampir semua sanak keluarga sudah berkump
[Ciee, suamimu romantis banget ya, Sil? Kayak pengantin baru aja.] Kubaca pesan dari Nana, temanku.[Sil, kamu bajak hp Reno, ya?] Pesan masuk lagi dari Indira sepupu jauh Reno, suamiku.Berikutnya beberapa pesan yang berkomentar tentang suamiku pun menyusul masuk. Aku jadi bingung. Ada apa dengan Mas Reno?Aku memilih membalas pesan dari Indira. [Emang hp Mas Reno kenapa, In?]Sejurus kemudian balasan dari Indira kuterima. Dikirimnya foto status WA Mas Reno.Kedua alisku saling bertaut melihat foto itu. Terlihat di status WA Mas Reno, sepasang tangan berbeda jenis dilihat dari bentuk dan ukurannya saling menggenggam, dengan caption, "Terima kasih untuk hadiah terindah ini. Percayalah, akan kujaga sepenuh jiwa. Bertahanlah bersamaku!"Segera kucari status itu di WAku. Aneh, aku tak menemukannya. Selama ini memang Mas Reno tidak pernah kulihat membuat status. Apalagi selebay itu. Lalu kenapa orang lain bisa melihatnya? Ada apa sebenarnya?Perasaanku jadi tidak enak. Laptop yang sedang
Bumi serasa berhenti berputar saat kudengar pengakuan Mas Reno. Kemudian semua planet bertabrakan menciptakan kehancuran yang membinasakan alam semesta. Setelah tubuhku membeku beberapa saat, aku menoleh menatap Mas Reno yang sedari tadi bergeming menatapku. Lebih tepatnya seperti menunggu responku. "Kalian sudah menikah?" tanyaku tak percaya.Mas Reno tak langsung menjawab. Mata yang sebelumnya tampak berbinar, pelan-pelan meredup. Dia terlihat menyesal. Meskipun aku tak tahu apa yang disesalinya. Karena telah mengkhianatiku atau terlanjur memberitahu."Maaf," gumamnya dengan tatapan kosong.Aku berdecak sambil tersenyum miris. Kupalingkan wajah dari Mas Reno. Memandang televisi yang entah sedang menayangkan acara apa. Kuhirup udara banyak-banyak. Dadaku rasanya sesak sekali, sampai-sampai sulit untuk bernafas."Apa kamu enggak mikir gimana perasaanku?" tanyaku dengan suara bergetar. Satu persatu bulir bening berjejalan keluar dari pelupuk mata.Melihatku menangis, Mas Reno langsun
Aku tertegun begitu mendengar perintah berisi ancaman dari Mas Reno. Kemudian aku berbalik menghadap lelaki itu. Seperti itukah watak asli Mas Reno? Lelaki yang selama ini begitu royal, memberikan semua fasilitas terbaik. Tak membiarkanku ikut mencari nafkah. Karena dia ingin bertanggung jawab atas segalanya. Sekalinya aku tak mau menurutinya, dengan congkak meminta kembali semua yang sudah dia berikan."Baik, Mas," ucapku tegas.Kubuka dompet, mengambil semua uang tunai, kartu debet dan kontak mobil berserta STNKnya. Kemudian kulempar ke arah lelaki itu. "Ambil semuanya!" geramku.Sekarang isi dompetku hanya tersisa kartu identitas dan kartu lainnya. Tak ada sepeserpun uang. Melihat cincin kawin yang masih melingkar di jariku pun, segera aku melepasnya. "Ini, satu lagi!" Kulempar cincin kawin kami. Benda kecil melingkar itu berdenting kemudian menggelinding dan berhenti di antara aku dan Mas Reno. "Dek!" Mas Reno terperangah melihat apa yang aku lakukan. Sebenarnya berat, bahkan
"Ya ampun, Sil! Apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?" tanya Fani sambil mengguncang-guncang tubuhku yang luruh di trotoar.Aku hanya terkulai lemah sambil menangis pilu. Membiarkan Fani merengkuhku. "Ya ampun, Sil. Maafkan aku! Maafkan aku, Sil!" Fani memelukku erat. Tangisku semakin pecah dalam pelukan Fani.Fani, Reno .... Reno selingkuh! Reno sudah menikah lagi, Fan! Aku harus bagaimana?Ingin kukatakan itu pada Fani, tetapi tenggorokanku tercekat sehingga tidak mampu berkata-kata. Kalimat itu hanya menggema di dada. Membuat batinku semakin tersiksa. "Fani ....""Iya, Sil. Maafin aku!" ucap Fani sambil mengeratkan pelukannya. "Menangislah, Sil! Keluarkan semua!"Aku semakin kencang menangis. Tak peduli orang-orang yang menantap heran kepadaku. Hatiku sakit. Sakit sekali.Sejak tadi aku berusaha kuat. Berusaha untuk tidak meratap. Namun, akhirnya hatiku tak mampu lagi menampung kepedihan ini sendiri.Tuhan, ini sangat berat. Bahkan aku masih berharap kalau ini semua hanya mimpi.
"Mas, ngapain di sini?" tanyaku tak suka melihat Mas Reno di kursi sebelah ranjang."Mas nyariin kamu kemana-mana, Dek!" akunya."Mas, tolong, aku sudah enggak bisa meneruskan pernikahan kita! Biarkan aku pergi!" Kuambil kain basah yang menempel di keningku. Rupanya aku demam sehingga Mas Reno mengompresku. Hah, aku bahkan sampai tak memikirkan kondisi tubuhku sendiri."Dek, Mas mohon! Beri Mas kesempatan!""Enggak, aku enggak bisa!""Dek, Mas mohon!""Enggak, Mas!"Mas Reno mengacak-acak rambutnya. Lelaki di depanku ini terlihat begitu frustasi. Kedua tangannya kini bertaut di kepala belakangnya. Beberapa saat, Mas Reno menunduk dalam.Sedang aku berusaha tak peduli padanya. Hatiku terlanjur hancur oleh perbuatannya. Mungkin kalau kesalahan lain, aku bisa memaafkan. Namun, untuk kesalahan Mas Reno yang satu ini aku benar-benar tidak bisa mentolerir.Mas Reno kembali menatapku dengan sorot memohon. "Dek, kita pulang, ya!" bujuknya. "Enggak mungkin, kan, kamu dalam kondisi begini ada
Beberapa lembar uang dan kartu debet kumasukkan ke dalam saku. Perlahan, kusingkap selimut dan turun dari ranjang. Begitu telapak kaki menapak tanah, rasa sakit menyerang sampai terasa ke ubun-ubun."Ah, aku belum minum obat," gumamku.Segera kuambil obat di nakas dan meminumnya dengan air putih di sampingnya.Kuhela nafas panjang kemudian bergumam, "aku harus kuat!"Aku tak bisa kembali bersama Mas Reno, karena tahu hatiku tak akan mampu untuk berbagi. Apalagi dengan Bulan. Dia salah satu alasan dulu aku sempat putus dengan Mas Reno saat masih kuliah. Ternyata setelah putus mereka benar pacaran. Lalu sekarang, wanita itu kembali masuk dalam kehidupan kami."Loh, Sayang?" Aku terkejut saat tiba-tiba Mas Reno berdiri di depan pintu."Mau ngapain?" tanyanya.Meskipun jantungku berdegup kencang, sebisa mungkin kubuat semua terlihat biasa saja. Aku tak mau lelaki itu mengetahui rencanaku."Minum obat," jawabku ketus."Oh, kenapa enggak nunggu Mas dulu?" protesnya. "Harusnya kamu tiduran