Pernikahan Sisilia dan Reno selama ini cukup hangat meski keduanya belum dikaruniai seorang anak. Tragedi berawal dari status WA yang diunggah oleh Reno. Dari itu akhirnya Sisilia tahu kalau ternyata Reno telah menikahi mantan kekasihnya, Bulan. Akankah pernikahan Sisilia dan Reno terselamatkan? Atau mereka akhirnya berpisah? Lalu benarkah Reno menikahi bulan tanpa ada hal lain di belakangnya? Karena ternyata saudara Reno ingin menyingkirkan Reno dari perusahaan orang tuanya.
View More[Ciee, suamimu romantis banget ya, Sil? Kayak pengantin baru aja.] Kubaca pesan dari Nana, temanku.
[Sil, kamu bajak hp Reno, ya?] Pesan masuk lagi dari Indira sepupu jauh Reno, suamiku.
Berikutnya beberapa pesan yang berkomentar tentang suamiku pun menyusul masuk. Aku jadi bingung. Ada apa dengan Mas Reno?
Aku memilih membalas pesan dari Indira. [Emang hp Mas Reno kenapa, In?]
Sejurus kemudian balasan dari Indira kuterima. Dikirimnya foto status WA Mas Reno.
Kedua alisku saling bertaut melihat foto itu. Terlihat di status WA Mas Reno, sepasang tangan berbeda jenis dilihat dari bentuk dan ukurannya saling menggenggam, dengan caption, "Terima kasih untuk hadiah terindah ini. Percayalah, akan kujaga sepenuh jiwa. Bertahanlah bersamaku!"
Segera kucari status itu di WAku. Aneh, aku tak menemukannya. Selama ini memang Mas Reno tidak pernah kulihat membuat status. Apalagi selebay itu. Lalu kenapa orang lain bisa melihatnya? Ada apa sebenarnya?
Perasaanku jadi tidak enak. Laptop yang sedang memutar drama korea pun akhirnya kumatikan. Aku jadi tidak fokus menonton drama yang sedang on going itu.
Apa mungkin Mas Reno selingkuh?
Namun, selama ini semuanya terlihat biasa saja. Tak ada yang aneh. Dia tetap bersikap manis di pernikahan kami yang sudah memasuki tahun ke delapan. Meskipun kami belum dipercaya memiliki momongan pun, ia tak pernah menuntut. Semua baik-baik saja. Lalau apa mungkin dia curang di belakangku?
Jarum jam rasanya begitu lambat berputar. Aku tak sabar menunggu Mas Reno pulang. Meskipun aku belum tahu harus bagaimana menanyakan perihal ini kepadanya, tetapi setidaknya aku ingin dia segera pulang.
Kualihkan perhatianku dengan membereskan rumah yang sebenarnya masih rapi. Aku menyapu, mengepel, mencuci baju tanpa mesin cuci. Agar ragaku lelah dan tak punya tenaga lagi untuk berpikir buruk pada Mas Reno.
Aku merasa tidak siap jika sampai Mas Reno mengkhianatiku. Aku harus bertindak seperti apa? Haruskah bercerai? Haruskah? Sedang aku sangat mencintainya. Selama ini pusat hidupku adalah dia. Bagaimana bisa semudah itu aku melepasnya?
Namun, jika benar Mas Reno berselingkuh, bisakah aku memaafkannya? Menerima dia yang sudah berdusta? Masihkah aku bisa percaya kepadanya? Lalu pernikahan seperti apa yang akan kami jalani kedepannya?
"Mas Reno, aku harus bagaimana?"
Tubuhku luruh, ikut berendam bersama selimut yang sedang kucuci. Aku tergugu sendiri di kamar mandi. Rasanya hatiku pedih sekali.
Setelah puas menangis, kulanjutkan aktifitas mencuci. Kemudian mandi. Saat aku mengambil baju ganti di lemari, aku terkejut melihat Mas Reno memasuki kamar.
"Loh, Mas sudah pulang?" tanyaku.
"Sudah, Dek. Tadi aku ketuk-ketuk pintu Adek enggak dengar, ya? Untung aku bawa kunci," jelasnya sambil berjalan mendekatiku. Diciumnya puncak kepalaku. Mas Reno semanis itu, bagaimana mungkin dia curang di belakangku?
"Tumben jam segini Adek baru mandi?" komentarnya.
"Iya, Mas. Tadi aku bersih-bersih rumah dulu. Terus nyuci selimut juga," jelasku.
"Oh," sahutnya.
Lelaki itu berdiri di sisiku. Membuka dasi dan kemeja kerjanya. Aku menatapnya di pantulan cermin lemari.
Ingin kutanyakan mengenai status WAnya, tetapi bagaimana aku menanyakannya? Kalimat seperti apa yang paling tepat? Dan yang paling penting bisa membuatnya mengatakan yang sebenarnya.
"Mas!" panggilku.
"Iya, Dek. Kenapa?" Dia menatapku sambil tersenyum manis melalui pantulan cermin di depan kami.
Tiba-tiba saja aku kehilangan kata-kata. Akhirnya aku hanya menunduk tak jadi bertanya.
Nanti saja, Sil! Sekarang Mas Reno baru sampai rumah. Dia masih cape. Nanti dia bisa emosi dan kalian bertengkar. Tak ada kebaikan yang akan kamu dapat. Sabar, Sil!
"Kamu mandi dulu, gih!" Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutku.
"Siap, Nyonya!" sahutnya masih sambil tersenyum manis. Sebelum berlalu menuju kamar mandi, sekali lagi dia mengecup puncak kepalaku.
Mencium puncakku sudah menjadi kebiasaan yang sangat suka ia lakukan. Apapun yang sedang aku lakukan. Bahkan kadang di tempat umum pun ia tidak segan. Dengan sikap semanis itu, mungkinkah sebenarnya ia curang?
Aku menatap punggung Mas Reno dengan mata berkaca-kaca.
Benarkah kamu mengkhianatiku, Mas? Tegakah kamu melakukan itu kepadaku?
Aku menghela nafas panjang. Berusaha meredam sesak yang membuat dadaku nyeri. Kuambil daster dan memakainya. Melihat kemeja dan celana Mas Reno yang teronggok di lantai, membuatku ingin melihat ponselnya.
Kupandangi pintu kamar mandi sekejap, lalu berjongkok, mencari ponsel itu di saku celananya. Tanganku gemetar memegang ponsel itu. Aku takut. Sangat takut. Aku takut menemukan apa yang tidak ingin aku lihat.
Kupejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Aku harus melihatnya.
Kuusap layar ponsel Mas Reno. Tak ada sandi atau apapun. Mungkinkah Mas Reno selingkuh?
Hal pertama yang kulihat adalah status WAnya. Kosong. Tak ada status apa-apa. Lalu pengaturan privasi statusnya. Nihil. Aku tak menemukan apapun. Pasti Mas Reno sudah menghapusnya sebelum pulang.
Berikutnya, aku melihat orang-orang yang berkirim pesan dengan Mas Reno. Tak ada pesan aneh. Hanya menyangkut pekerjaan, bercanda dengan teman, dan pesan dari keluarga serta saudaranya.
Tak puas disitu, aku melihat daftar kontaknya. Adakah nama yang aneh, atau nama wanita yang tidak aku kenal di kontaknya? Sedang lingkaran pertemanan kami selama ini kebanyakan sama. Karena kami pacaran sejak SMA, meski dulu putus nyambung. Bahkan kuliah pun di kampus dan jurusan yang sama. Rekan kerja Mas Reno pun aku hampir kenal semuanya, berikut istri ataupun suaminya. Namun, lagi-lagi aku tak menemukan nama yang asing.
"Lagi liat-liat apa, sih, Sayang?"
Aku terkejut saat mendengar suara Mas Reno tepat di sampingku. Saking fokusnya, sampai aku tidak menyadari kalau dia sudah selesai mandi.
"Oh, eh, ini, Mas. Aku-aku lagi cari nomor Vita," dustaku.
Mas Reno pasti tahu kalau aku berbohong. Biarlah.
"Oh," sahutnya. Kemudian berdiri dari posisi jongkoknya.
Aku sendiri masih terpekur memandangi ponsel Mas Reno. Aku merasa tidak enak hati sudah kepergok membuka ponselnya. Meskipun selama ini aku terbiasa membuka-buka ponselnya, tetapi itu kulakukan di depan Mas Reno.
"Dek, baju Mas mana?" tanyanya.
Astaga! Aku sampai lupa tak menyiapkan pakaian gantinya.
"Oh, iya, sebentar, Mas."
Bergegas aku membuka lemari mengambil baju santai untuk Mas Reno. Aku jadi salah tingkah.
"Terima kasih, Dek," ucapnya sambil mengambil kaos yang kupilihkan dari tanganku.
Setelah mengenakan kaos dan celana pendek, Mas Reno menyisir rambutnya dan memakai minyak wangi. Mas Reno memang selalu rapi dan wangi. Walaupun cuma berada di rumah.
"Makan, yuk, Dek! Mas Lapar!" ajaknya. Kemudian merangkul bahuku.
Usai makan, kami memilih menonton televisi di kamar. Meskipun seringnya televisi yang menonton kami. Karena kami selalu asyik berbincang membahas apapun. Mulai dari pekerjaan Mas Reno sampai gosip yang kudapat dari ibu-ibu.
Kali ini suasananya lain. Aku masih canggung setelah kepergok membuka ponselnya sembunyi-sembunyi. Apalagi pikiranku masih kusut oleh pesan yang Indira kirim.
Disela-sela Mas Reno bercerita tentang Tedi yang baru saja punya anak, akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Kamu ingin punya anak juga, Mas?" tanyaku.
Biasanya ia akan menjawab, "punya kamu aja aku sudah sangat bersyukur, Dek." Namun, kali ini ia diam sambil menatapku dalam. Aku jadi merasa gelisah.
"Dek?" panggilnya.
"Hem?" sahutku.
"Kamu mau janji?" tanyanya.
"Apa?" Perasaanku semakin tidak enak.
"Kamu janji ya, apapun yang terjadi kamu tetap di sisiku! Jadi istriku!" pintanya.
"Kenapa aku harus janji?" Aku tak mau terjebak.
"Karena aku ingin selamanya bersama kamu. Bagaimanapun ujian yang menerpa rumah tangga kita."
Aku hanya diam tak tahu harus menimpali apa. Kerena aku perasaanku masih tidak enak. Pikiranku masih tentang status WAnya.
"Kok, diam sih, Dek?" protesnya. "Janji, ya!"
Aku hanya mengangguk. Mas Reno meraih jemariku. Menggenggamnya erat kemudian dicium dengan mesra.
"Dek, beberapa bulan lalu aku ketemu Bulan," akunya. Bulan merupakan mantan pacar Mas Reno saat kami kuliah. Waktu itu kami sempat putus. Aku pacaran dengan orang lain begitupun Mas Reno. Ia pacaran dengan Bulan. Kemudian kami nyambung lagi setelah Bulan pindah ke luar kota dan aku putus dengan Andika.
Mendengar itu dadaku berdenyut nyeri. Mataku mendadak panas dan berembun.
Bulankah yang dimaksud Mas Reno dalam statusnya?
"Lalu?" tanyaku.
"Dia kasian sekali, Dek."
"Kenapa?"
"Suaminya selingkuh dan suka main tangan. Anaknya sampai meninggal saat mereka bertengkar di jalan dan mobil mereka kecelakaan," kisah Mas Reno.
Mas Reno tahu sedetail itu, itu artinya mereka selama ini berhubungan cukup dekat. Aku jadi kembali teringat status WA Mas Reno. "Terima kasih untuk hadiah terindah ini. Percayalah, akan kujaga sepenuh jiwa. Bertahanlah bersamaku!"
Apa Bulan memberinya hadiah? Hadiah apa? Lalu mungkinkah Mas Reno akan melindungi Bulan dari suami jahatnya? Itukah maksud status Mas Reno? Atau lebih dari itu?
"Lalu?" Aku tak kuasa berkomentar panjang.
"Setelah peristiwa kecelakaan itu, suaminya pergi tanpa kabar. Akhirnya Bulan menggugat cerai."
"Oh, jadi Bulan sudah janda," sahutku. Aku cemburu. Tak suka Mas Reno membahasnya seperti ini.
Mas Reno diam beberapa saat. Mengeratkan genggaman tangannya. "Suaminya enggak terima Bulan menggugat cerai, Dek. Meskipun hakim sudah memutuskan. Karena suaminya sudah pergi lebih dari tiga tahun tanpa kabar apalagi nafkah."
"Kok gitu?"
"Iya, akhirnya bulan dan keluarganya melarikan diri ke kota ini. Karena suaminya selalu mengancam dan menyakiti dia."
"Kenapa enggak lapor polisi aja?" usulku. Lebih baik polisi yang melindungi Bulan daripada suamiku. Aku tak mau cinta lama mereka bersemi kembali.
"Orang tua mantan suaminya pejabat yang punya pengaruh, Dek. Dulu Bulan pernah lapor untuk kasus KDRT yang dialaminya, tetapi enggak ditindak," jelas Mas Reno.
"Kok kamu tahu detail sekali, Mas?" tanyaku tak suka.
"Maaf, Dek," ucapnya. Mas Reno terdengar menghela nafas panjang. "Kami sudah menikah dan Bulan sedang hamil."
"Siapa, Sil, yang meninggal?" tanya Dokter Rahardian sembari menepikan mobilnya.Aku menoleh ke arah laki-laki itu dengan lelehan air mata di pipi. Bibirku seperti membeku sehingga tidak bisa langsung menjawab pertanyaan calon suamiku itu.Tak banyak bertanya lagi, Dokter Rahardian langsung memelukku. Memang hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Cukup lama aku menangis di pelukan Dokter Rahardian sampai akhirnya aku sedikit tenang dan bisa berbicara."Mami meninggal .... Mami udah meninggal ...." Tangisku kembali pecah dan Dokter Rahardian kembali memelukku.Bagiku Mami bukan cuma ibu mertua yang teramat baik. Mami adalah pengganti ibuku yang entah berada dimana. Dari Mami aku merasakan kasih sayang seorang ibu. Dan sekarang aku mendengar kabar kalau wanita berhati mulia itu telah tiada."Udah, kita ke sana sekarang?" tawar lelaki beraroma wangi maskulin tersebut.Aku mengangguk sembari mengusap pipiku yang basah.Begitu tiba di kediaman Papi, hampir semua sanak keluarga sudah berkump
"Dokter Nafisa?" gumamku nyaris tak terdengar. Bahkan oleh diriku sendiri. Saat mata dokter cantik itu terpaku ke menatapku, aku mengangguk kecil sembari tersenyum kaku. Sorot matanya menunjukkan keterkejutan saat melihat keberadaanku. Padahal jelas kudengar tadi dia bertanya tentang Dokter Rahardian.Apa dia tidak tahu kalau Dokter Rahardian akan ke sini bersamaku?Aku menoleh ke arah Dokter Rahardian. Lelaki itu juga sepertinya sangat terkejut melihat keberadaan gadis yang pernah dijodohkan oleh orang tuanya dengan dirinya. Mungkin dia tidak menyangka, di saat ia ingin memperkenalkanku pada orang tuanya, justru ada gadis yang pernah dijodohkan dengannya itu di sana.Sejurus kemudian, aku melihat Dokter Rahardian menoleh ke arah ibu tirinya dengan tatapan tidak suka. Setelah itu ia menghela napas dan bersikap seperti tidak ada apa-apa. Ia kembali menatap Dokter Nafisa."Udah dari tadi, Sa?" sapa Dokter Rahardian."U-udah." Dokter Nafisa kemudian berjalan perlahan ke arah kami dan du
"Siap ketemu calon mertua?" canda Dokter Rahardian begitu aku membukakan pintu. Bibirnya tersenyum lebar dengan kedua bola mata berbinar terang. Aku tidak tahu sejak kapan dokter itu jadi seceria ini."Aku takut, nih." Aku memang takut kalau-kalau orang tua Dokter Rahardian tidak menerimaku dengan baik. Apalagi mengingat status kesehatanku."Kenapa?" Binar di matanya kini menghangat."Aku takut mereka enggak suka sama aku. Kamu tahu sendiri gimana kondisiku." Aku memajukan bibir bawah. Hatiku risau memikirkan itu.Dokter Rahardian mengambil jemariku dan menempelkan ke dadanya. "Dengarkan aku!" pintanya dengan wajah serius. "Kita ketemu mereka bukan untuk meminta mereka untuk suka sama kamu atau enggak. Apalagi meminta persetujuan. Aku cuma ingin ngenalin calon istriku ke mereka. Itu doang."Perasaanku kini semakin campur aduk. Antara terharu dan kasihan kepada calon suamiku itu. Aku terharu karena lelaki itu tidak menyimpan keraguan sedikitpun untuk menikahiku, tetapi aku juga kasihan
Lama aku menjawab permintaan Mami. Karena bagiku itu tidak mudah. Meski aku tahu, Mas Reno saat ini seperti apa. Namun, lelaki itu hanya masa lalu bagiku. Bahkan dia adalah orang yang menghancurkan hidupku, membunuh anakku, dan merampas masa depanku. Sudah cukup aku berurusan dengan Mas Reno. Aku ingin melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang masa lalu, seperti saat-saat terakhir ini."Mas Reno harus punya semangat hidup, dengan atau tidak adanya aku, Mi. Karena seperti apapun, kami berdua sudah punya kehidupan masing-masing. Ini juga dulu yang Mas Reno mau, kan, Mi?"Sebenarnya aku tidak tega mengatakan itu kepada Mami, hanya saja aku tidak mau memberi harapan palsu pada Mami. Perpisahan ini keputusan bersama. Bahkan dulu Mas Reno yang menginginkannya. Toh, hidup dan mati bukan di tangan manusia.Ah, aku jadi teringat Cilla. Bagaimana aku menanti kehadiran anak itu selama delapan tahun pernikahan. Bagaimana bahagianya aku saat tahu ternyata di rahimku bersemayam sebuah janin yang aku ri
Dokter Rahardian menepati janjinya. Ia menjemputku setelah acara selesai, menjelang magrib. Mami dan Papi mengantarku sampai teras. Mami terlihat begitu berat melepasku, berkali-kali dia memelukku dan menangis."Mami harus sehat. Besok-besok aku ke sini lagi. Pokoknya Mami harus sehat, oke?" Aku berusaha memberi semangat pada mantan ibu mertuaku itu."Kalau kamu ada apa-apa, hubungi Mami, Sil! Mami selalu ada buat kamu," ucap wanita yang masih memegang lenganku dengan erat itu."Iya, Mi, pasti. Aku akan sering main ke sini nanti."Mami mengangguk kemudian sekali lagi memelukku. Setelahnya aku berpamitan pada Papi. Lelaki itu tampak lebih tegar daripada Mami. Ia menepuk punggungku dengan sayang, kemudian berkata, "Jaga diri kamu baik-baik, Sil!""Iya, Pi," jawabku. Dan pada saat itu, aku bisa melihat Mas Reno. Laki-laki itu tampak sedang menatap ke arahku dari balik jendela kaca yang ada di kamarnya. Saat menyadari aku melihat dirinya, ia pergi dan tidak bisa aku lihat lagi.Ah, Mas Re
"Mas, apa yang kamu lakukan?" Aku membekap mulutku sendiri. Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku lihat ini.Seluruh dinding kamar Mas Reno dipenuhi dengan foto-foto kami berdua di berbagai momen dan berbagai ukuran. Setiap sudut ruang berukuran 6x5 meter itu juga dipenuhi dengan barang-barang kenangan kami berdua sejak pacaran. Bahkan beberapa dari barang-barang itu sebelumnya sudah aku simpan di gudang rumah kami dulu karena tidak terpakai. Namun, sekarang semua itu terpajang dengan rapi di kamar ini.Ada dua buah manekin yang ditaruh tak jauh dari ranjang, dipakaikan kaos couple pertama yang kami beli saat ke Bali. Selain itu, dua manekin itu juga dililit dengan syal rajut couple yang kami beli saat ke Dieng, Wonosobo. Dan bagian bawahnya dililit dengan kain songket couple milik kami.Maksud kamu apa, Mas? Maksud kamu apa? Bukannya kamu menceraikanku karena ingin bisa bersatu dengan Bulan? Terus kenapa dengan ini semua? Maksudnya apa?Aku berjalan mendekati Mas Reno, me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments