Share

Sayang!

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2022-09-23 12:41:46

"Ya ampun, Sil! Apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?" tanya Fani sambil mengguncang-guncang tubuhku yang luruh di trotoar.

Aku hanya terkulai lemah sambil menangis pilu. Membiarkan Fani merengkuhku. 

"Ya ampun, Sil. Maafkan aku! Maafkan aku, Sil!" Fani memelukku erat. Tangisku semakin pecah dalam pelukan Fani.

Fani, Reno .... Reno selingkuh! Reno sudah menikah lagi, Fan! Aku harus bagaimana?

Ingin kukatakan itu pada Fani, tetapi tenggorokanku tercekat sehingga tidak mampu berkata-kata. Kalimat itu hanya menggema di dada. Membuat batinku semakin tersiksa. 

"Fani ...."

"Iya, Sil. Maafin aku!" ucap Fani sambil mengeratkan pelukannya. "Menangislah, Sil! Keluarkan semua!"

Aku semakin kencang menangis. Tak peduli orang-orang yang menantap heran kepadaku. Hatiku sakit. Sakit sekali.

Sejak tadi aku berusaha kuat. Berusaha untuk tidak meratap. Namun, akhirnya hatiku tak mampu lagi menampung kepedihan ini sendiri.

Tuhan, ini sangat berat. Bahkan aku masih berharap kalau ini semua hanya mimpi. Aku ingin segera bangun dari mimpi ini. Kemudian kembali melalui hari yang manis bersama Mas Reno.

Ini begitu mendadak, Tuhan. Bahkan aku tak punya persiapan apapun. Bahkan sekedar untuk menata hati agar mampu menerima semua ini.

"Maafkan aku, Sil!" ucap Fani berkali-kali. 

Setelah cukup lama menangis, akhirnya aku sedikit lega. Aku merenggangkan pelukan Fani.

"Maafkan aku, Sil!" ucap Fani sambil menatap wajahku yang pasti sangat menyedihkan. Dihapusnya air mataku yang masih saja membasahi pipi.

"Ayo, kita ke mobil dulu!" ajaknya sambil memapah tubuh lemahku.

Melihat Fani kepayahan, Galang turun dari mobil dan membantu memapahku. Dibukanya pintu belakang mobilnya. Kemudian Fani ikut duduk di sampingku. Mobil mulai bergerak, perlahan membelah jalanan kota yang sudah mulai sepi.

"Kita kemana ini?" tanya Galang, suami Fani.

"Ke rumahku dulu gimana, Sil?" tawar Fani.

Aku mengangguk setuju. Aku belum bisa berkata-kata. Dadaku masih sesak. Bahkan masih sesenggukan karena tadi menangis cukup lama.

Sepanjang perjalanan tak ada yang bersuara. Fani hanya merangkulku dan mengusap-usap lenganku. Aku beruntung sekali memiliki teman sebaik dia. 

Tiba di rumah Fani, kembali sepasang suami istri ini memapahku masuk. Kali ini telapak kakiku berlipat-lipat lebih nyeri. Aku sampai berjinjit-jinjit saat melangkah.

"Sil, digendong Galang aja gimana?" usul Fani melihatku kesulitan melangkah.

"Enggak, Fan!" tolakku. Malu kalau harus digendong laki-laki yang bukan pasangan sendiri. "Kita jalan pelan-pelan aja, ya!" pintaku.

"Okey."

Setelah sampai ruang tamu aku duduk di sofa paling dekat dengan pintu. Badanku rasanya sakit semua.

"Sil, kaki kamu luka!" Galang tampak terkejut melihat darah tercecer di lantainya.

"Oh, iya!" sahut Fani. "Tolong ambil kotak P3K, Yah!"

Bergegas Galang masuk mengambil kotak P3K sementara Fani mengangkat kedua kakiku ke meja.

"Ya ampun, Sil!" teriak Fani. Matanya seakan hendak keluar melihat telapak kakiku. "Ini kaki kamu kenapa?"

Aku kembali menangis teringat kejadian di rumah. Teringat kalau Mas Reno bukan milikku lagi.

Biasanya lelaki itu akan sangat khawatir jika aku sampai terluka. Dulu baginya aku seperti sesuatu yang begitu berharga, tak boleh terluka sedikit pun. Namun, sekarang justru dialah yang melukaiku paling dalam.

"Yah, kayaknya kita butuh dokter!" ucap Fani saat Galang kembali.

"Astaga!" Galang terperangah juga melihat telapak kakiku. "Aku telpon Dokter Liem dulu."

Aku pasrah saja atas perhatian mereka. Aku janji, suatu saat aku akan balas semua kebaikan mereka ini.

"Bi! Bi!" Fani berteriak memanggil ARTnya. Tak berselang lama, perempuan setengah baya datang ke ruang tamu.

"Iya, Bu!" ucapnya.

"Tolong buatkan teh panas, ya! Bawa makanan ringan juga!" perintah Fani sementara tangannya sibuk membersihkan telapak kakiku.

Beberapa saat kemudian dokter yang barusan ditelepon Galang datang. Dokter keluarga Fani itu membawa peralatan cukup lengkap. Aku pasrah saja saat dokter itu melakukan berbagai tindakan pada telapak kakiku.

"Tolong jangan dibawa jalan dulu, ya!" pesan dokter usai membalut telapak kakiku. "Lukanya lumayan parah, kalau dipakai jalan bisa pendarahan lagi."

Aku bingung mendengar pesan dokter tersebut. Lalu aku harus bagaimana? Tak mungkin aku merepotkan Fani seperti ini. Namun, untuk kembali ke rumah, itu lebih tidak mungkin.

Beberapa saat kemudian, dokter tersebut pamit. Fani membantuku meminum obat yang diberikan dokter.

"Sil, enggak apa-apa, ya, Galang gendong kamu ke kamar?" pinta Fani.

Aku menatap mata sahabatku cukup lama. Tak enak dengan semua kebaikan yang ia lakukan.

Akhirnya aku setuju juga. Daripada kakiku lebih parah lagi. "Tolong, jangan kasih tahu Reno kalau aku di sini, ya, Fan!" pintaku.

Meskipun aku belum cerita apapun pada Fani, sahabatku itu menyetujui. Dia pasti sebenarnya tahu apa yang sedang terjadi antara aku dan Reno.

Buktinya ia akhirnya mencariku. Dan aku percaya, kalau sebenarnya Fani berdusta saat berkata sedang di rumah mertuanya. Karena tak mungkin hanya dalam waktu kurang lebih satu jam sudah sampai di kota ini kembali.

Besok pagi, aku akan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Malam ini aku ingin istirahat dengan tenang. Tubuh dan pikiranku sudah terlalu lelah hari ini.

"Kamu istirahat dulu aja, ya, Sil?" pinta Fani setelah aku berbaring di kamar. Di tutupnya separuh tubuhku dengan selimut.

"Iya, Fan. Makasih, ya!" ucapku.

Usai Fani meninggalkan kamar yang kutempati. Tak lama aku langsung tertidur. Mungkin pengaruh obat yang baru saja aku minum juga.

Aku terbangun saat merasakan sesuatu menempel di kening. Kubuka kelopak mata yang masih terasa sangat berat. Samar-samar aku melihat seseorang terantuk di bibir ranjang. 

Aku mengerjapkan mata berkali-kali kemudian menguceknya. Aku tersentak saat melihat dengan jelas siapa yang tertidur dengan kepala di bibir ranjang. Seketika aku langsung beringsut duduk. Ternyata gerakanku justru membuatnya terbangun.

"Sayang!" ucapnya terkejut melihatku terbangun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
JIN STAR
Lah? sayang? pasti itu sih Reno bangsatt
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kenapa kmu g ngomong k Fani tentang kmu dn Reno .pasti Galang ngasi tau bhw kmu ada d rmh Fani .jadi Reno dtng kesana k rmh Fani
goodnovel comment avatar
Yuez Rama
greget banget. lanjut thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Ending

    "Siapa, Sil, yang meninggal?" tanya Dokter Rahardian sembari menepikan mobilnya.Aku menoleh ke arah laki-laki itu dengan lelehan air mata di pipi. Bibirku seperti membeku sehingga tidak bisa langsung menjawab pertanyaan calon suamiku itu.Tak banyak bertanya lagi, Dokter Rahardian langsung memelukku. Memang hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Cukup lama aku menangis di pelukan Dokter Rahardian sampai akhirnya aku sedikit tenang dan bisa berbicara."Mami meninggal .... Mami udah meninggal ...." Tangisku kembali pecah dan Dokter Rahardian kembali memelukku.Bagiku Mami bukan cuma ibu mertua yang teramat baik. Mami adalah pengganti ibuku yang entah berada dimana. Dari Mami aku merasakan kasih sayang seorang ibu. Dan sekarang aku mendengar kabar kalau wanita berhati mulia itu telah tiada."Udah, kita ke sana sekarang?" tawar lelaki beraroma wangi maskulin tersebut.Aku mengangguk sembari mengusap pipiku yang basah.Begitu tiba di kediaman Papi, hampir semua sanak keluarga sudah berkump

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Kabar

    "Dokter Nafisa?" gumamku nyaris tak terdengar. Bahkan oleh diriku sendiri. Saat mata dokter cantik itu terpaku ke menatapku, aku mengangguk kecil sembari tersenyum kaku. Sorot matanya menunjukkan keterkejutan saat melihat keberadaanku. Padahal jelas kudengar tadi dia bertanya tentang Dokter Rahardian.Apa dia tidak tahu kalau Dokter Rahardian akan ke sini bersamaku?Aku menoleh ke arah Dokter Rahardian. Lelaki itu juga sepertinya sangat terkejut melihat keberadaan gadis yang pernah dijodohkan oleh orang tuanya dengan dirinya. Mungkin dia tidak menyangka, di saat ia ingin memperkenalkanku pada orang tuanya, justru ada gadis yang pernah dijodohkan dengannya itu di sana.Sejurus kemudian, aku melihat Dokter Rahardian menoleh ke arah ibu tirinya dengan tatapan tidak suka. Setelah itu ia menghela napas dan bersikap seperti tidak ada apa-apa. Ia kembali menatap Dokter Nafisa."Udah dari tadi, Sa?" sapa Dokter Rahardian."U-udah." Dokter Nafisa kemudian berjalan perlahan ke arah kami dan du

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Perempuan Cantik

    "Siap ketemu calon mertua?" canda Dokter Rahardian begitu aku membukakan pintu. Bibirnya tersenyum lebar dengan kedua bola mata berbinar terang. Aku tidak tahu sejak kapan dokter itu jadi seceria ini."Aku takut, nih." Aku memang takut kalau-kalau orang tua Dokter Rahardian tidak menerimaku dengan baik. Apalagi mengingat status kesehatanku."Kenapa?" Binar di matanya kini menghangat."Aku takut mereka enggak suka sama aku. Kamu tahu sendiri gimana kondisiku." Aku memajukan bibir bawah. Hatiku risau memikirkan itu.Dokter Rahardian mengambil jemariku dan menempelkan ke dadanya. "Dengarkan aku!" pintanya dengan wajah serius. "Kita ketemu mereka bukan untuk meminta mereka untuk suka sama kamu atau enggak. Apalagi meminta persetujuan. Aku cuma ingin ngenalin calon istriku ke mereka. Itu doang."Perasaanku kini semakin campur aduk. Antara terharu dan kasihan kepada calon suamiku itu. Aku terharu karena lelaki itu tidak menyimpan keraguan sedikitpun untuk menikahiku, tetapi aku juga kasihan

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Pilihanmu

    Lama aku menjawab permintaan Mami. Karena bagiku itu tidak mudah. Meski aku tahu, Mas Reno saat ini seperti apa. Namun, lelaki itu hanya masa lalu bagiku. Bahkan dia adalah orang yang menghancurkan hidupku, membunuh anakku, dan merampas masa depanku. Sudah cukup aku berurusan dengan Mas Reno. Aku ingin melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang masa lalu, seperti saat-saat terakhir ini."Mas Reno harus punya semangat hidup, dengan atau tidak adanya aku, Mi. Karena seperti apapun, kami berdua sudah punya kehidupan masing-masing. Ini juga dulu yang Mas Reno mau, kan, Mi?"Sebenarnya aku tidak tega mengatakan itu kepada Mami, hanya saja aku tidak mau memberi harapan palsu pada Mami. Perpisahan ini keputusan bersama. Bahkan dulu Mas Reno yang menginginkannya. Toh, hidup dan mati bukan di tangan manusia.Ah, aku jadi teringat Cilla. Bagaimana aku menanti kehadiran anak itu selama delapan tahun pernikahan. Bagaimana bahagianya aku saat tahu ternyata di rahimku bersemayam sebuah janin yang aku ri

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Perasaan

    Dokter Rahardian menepati janjinya. Ia menjemputku setelah acara selesai, menjelang magrib. Mami dan Papi mengantarku sampai teras. Mami terlihat begitu berat melepasku, berkali-kali dia memelukku dan menangis."Mami harus sehat. Besok-besok aku ke sini lagi. Pokoknya Mami harus sehat, oke?" Aku berusaha memberi semangat pada mantan ibu mertuaku itu."Kalau kamu ada apa-apa, hubungi Mami, Sil! Mami selalu ada buat kamu," ucap wanita yang masih memegang lenganku dengan erat itu."Iya, Mi, pasti. Aku akan sering main ke sini nanti."Mami mengangguk kemudian sekali lagi memelukku. Setelahnya aku berpamitan pada Papi. Lelaki itu tampak lebih tegar daripada Mami. Ia menepuk punggungku dengan sayang, kemudian berkata, "Jaga diri kamu baik-baik, Sil!""Iya, Pi," jawabku. Dan pada saat itu, aku bisa melihat Mas Reno. Laki-laki itu tampak sedang menatap ke arahku dari balik jendela kaca yang ada di kamarnya. Saat menyadari aku melihat dirinya, ia pergi dan tidak bisa aku lihat lagi.Ah, Mas Re

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Rindu

    "Mas, apa yang kamu lakukan?" Aku membekap mulutku sendiri. Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku lihat ini.Seluruh dinding kamar Mas Reno dipenuhi dengan foto-foto kami berdua di berbagai momen dan berbagai ukuran. Setiap sudut ruang berukuran 6x5 meter itu juga dipenuhi dengan barang-barang kenangan kami berdua sejak pacaran. Bahkan beberapa dari barang-barang itu sebelumnya sudah aku simpan di gudang rumah kami dulu karena tidak terpakai. Namun, sekarang semua itu terpajang dengan rapi di kamar ini.Ada dua buah manekin yang ditaruh tak jauh dari ranjang, dipakaikan kaos couple pertama yang kami beli saat ke Bali. Selain itu, dua manekin itu juga dililit dengan syal rajut couple yang kami beli saat ke Dieng, Wonosobo. Dan bagian bawahnya dililit dengan kain songket couple milik kami.Maksud kamu apa, Mas? Maksud kamu apa? Bukannya kamu menceraikanku karena ingin bisa bersatu dengan Bulan? Terus kenapa dengan ini semua? Maksudnya apa?Aku berjalan mendekati Mas Reno, me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status