Share

Aku Harus Pergi

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2022-09-23 12:42:29

"Mas, ngapain di sini?" tanyaku tak suka melihat Mas Reno di kursi sebelah ranjang.

"Mas nyariin kamu kemana-mana, Dek!" akunya.

"Mas, tolong, aku sudah enggak bisa meneruskan pernikahan kita! Biarkan aku pergi!" 

Kuambil kain basah yang menempel di keningku. Rupanya aku demam sehingga Mas Reno mengompresku. Hah, aku bahkan sampai tak memikirkan kondisi tubuhku sendiri.

"Dek, Mas mohon! Beri Mas kesempatan!"

"Enggak, aku enggak bisa!"

"Dek, Mas mohon!"

"Enggak, Mas!"

Mas Reno mengacak-acak rambutnya. Lelaki di depanku ini terlihat begitu frustasi. Kedua tangannya kini bertaut di kepala belakangnya. Beberapa saat, Mas Reno menunduk dalam.

Sedang aku berusaha tak peduli padanya. Hatiku terlanjur hancur oleh perbuatannya. Mungkin kalau kesalahan lain, aku bisa memaafkan. Namun, untuk kesalahan Mas Reno yang satu ini aku benar-benar tidak bisa mentolerir.

Mas Reno kembali menatapku dengan sorot memohon. "Dek, kita pulang, ya!" bujuknya. "Enggak mungkin, kan, kamu dalam kondisi begini ada di sini?"

Aku terdiam cukup lama. Mas Reno benar, tak mungkin aku merepotkan Fani dengan kondisi begini. Apalagi Fani rupanya kaki tangan Mas Reno. Tak mungkin aku ada di rumah orang yang tak memihakku.

"Besok aku mau pergi," ucapku.

"Pergi ke rumah kita, kan?" bujuknya. 

Aku memilih diam enggan menanggapi.

"Ya, sudah. Kamu tidur lagi ya, Dek. Mas ambil air panas lagi buat ngompres kamu," ucapnya.

Lelaki itu beranjak dari duduknya. Ketika menuju pintu, sekilas kulihat Mas Reno berjalan pincang. Apa dia terluka juga oleh pecahan kaca di kamar?

Ah, aku ingat. Tadi saat Mas Reno membopongku, sudah pasti kakinya juga terkena pecahan kaca. Apa lukanya juga separah aku?

Tak berselang lama Mas Reno kembali dengan baskom di tangannya. Kulirik telapak kakinya. Benar, kaki Mas Reno juga dibalut kain kasa. Aku jadi tak tega melihatnya.

Ah, tapi kenapa kamu harus mengkhianatiku, Mas? Bagaimanapun aku masih mencintaimu, aku tak bisa kembali lagi padamu. Aku tidak bisa!

"Kok, belum tidur lagi, Dek?" protesnya.

"Sudahlah, Mas! Aku baik-baik aja. Jangan berlebihan begini!" ucapku berusaha menunjukkan rasa tidak suka kepadanya. "Lebih baik sekarang kamu pulang! Besok pagi aku akan pergi."

"Dek, tolong jangan keras kepala begini!" bujuknya. "Emang kamu mau pergi kemana?"

"Bukan urusanmu!"

Mas Reno menghela nafas panjang. Kemudian menatapku sendu. Sedang aku selalu membuang muka. Rasanya enggan sekali menatapnya.

"Ya, sudah. Kamu tidur lagi aja, ya, Dek! Mas, bakal di sini jagain kamu."

Aku tak peduli. Aku berbaring, kemudian meringkuk membelakangi Mas Reno. Tak menunggu lama, aku langsung kembali tidur. Mungkin karena lelah dan demam sehingga aku merasa ngantuk sekali.

Entah berapa lama aku tertidur. Ketika aku terbangun, Mas Reno sudah tidak ada di kursinya semalam. Aku kira kedatangan Mas Reno semalam hanya memli, tetapi rupanya bukan. Kursi itu masih ada di samping ranjang.

Pagi ini aku merasa dingin sekali. Sampai badanku menggigil karena demam. Kupegang handuk kompres yang menempel di kening. Masih hangat. Berarti Mas Reno belum lama pergi.

Tiba-tiba pintu terbuka. Muncul Fani dari baliknya. 

"Eh, Sil, kamu sudah bangun?" sapanya.

Aku tersenyum kaku. Sungguh aku kecewa kepadanya. Kalau aku tahu dia bekerja sama dengan Mas Reno untuk menolongku, aku pasti tak mau diajak ke rumahnya.

"Sil, kamu jangan salah paham!" ucap Fani setelah posisi kami sudah dekat. Seolah ia tahu apa yang sedang aku pikirkan. Wanita dengan setelan baju tidur banana itu duduk di kursi tempat Mas Reno semalam.

"Semalam, Reno telpon. Dia pesan, kalau kamu menghubungiku, aku diminta untuk berbohong kalau aku sedang enggak di rumah," akunya. "Dia bilang, kalian sedang bertengkar. Aku setuju, karena enggak ingin ikut campur masalah kalian," jelasnya.

"Lalu?" kejarku.

"Seperti yang kamu tahu, sesuai perkiraan Reno, kamu telpon aku."

Ah, bodohnya aku! Terlalu mudah Mas Reno menebakku.

"Setelah kamu nurut sama dia buat bohong, kenapa akhirnya kamu cari aku?" kejarku.

"Enggak lama setelah kamu telpon, dia telpon lagi," sahutnya. "Dia minta tolong buat bantu cari kamu."

"Terus setelah aku di sini kamu kasih tahu dia?" tebakku sambil tersenyum getir.

"Enggak!" bantahnya. "Dia memang telpon berkali-kali. Tapi sesuai pesanmu, aku enggak bilang," akunya. "Terus hampir tengah malam dia menggedor-gedor pintu."

"Terus kamu ngaku?" tebakku lagi.

"Dia brutal, maksa masuk cari kamu."

"Ck!"

"Aku enggak tau masalah kalian apa, Sil. Tapi saranku, selesaikan dulu baik-baik!" sarannya. "Kalau kalian enggak bisa selesaiin berdua, bisa cari orang buat penengah. Jangan gegabah, Sil!"

Meskipun aku tahu yang Fani bilang ada benarnya, tetapi itu tak mudah untuk kulakukan. Hatiku terlalu sakit. Pengkhianatan Mas Reno apapun alasannya tidak bisa aku terima. Kalaupun Reno mau berpisah dengan Bulan, aku tetap tidak bisa meneruskan pernikahan kami. 

Tak mudah kembali bersama orang yang sudah berkhianat. Seumur hidup aku pasti akan dihantui rasa curiga. Pernikahan seperti apa yang akan kujalani?

Bagaimana kalau ternyata Mas Reno tak mau melepas Bulan? Bulan sedang hamil, pasti bagaimanapun Mas Reno akan mempertahankannya.

Bagaimana sakitnya hatiku ketika nanti harus mendengar itu? Aku mungkin tidak akan mampu.

Melihat aku hanya diam, Fani beranjak dari duduknya. "Ya, sudah, Sil. Aku ambil bubur buat kamu dulu, ya! Setelahnya kamu baru minum obat."

Aku mengangguk. Rasanya tak enak sekali merepotkan Fani.

Kutarik selimut karena tubuhku semakin menggigil. Mungkin karena aku stres sehingga sampai sakit begini. Aku bingung harus bagaimana. Aku enggan kembali ke rumah Mas Reno. Aku tetap ingin pergi, tetapi bagaimana? Aku sakit seperti ini dan tak punya apa-apa. Bagaimana aku bertahan hidup di luar?

Tak berselang lama, muncul Mas Reno dengan mangkuk yang asapnya mengepul. Dia tersenyum manis menatapku. Aku memilih membuang muka.

"Sarapan dulu, ya, Dek!" ucapnya.

Mas Reno duduk, lalu bersiap menyuapiku.

"A, Sayang!" pintanya.

Aku masih membuang muka. Melihat dia seperti ini justru rasaku semakin perih. Bisa jadi dia juga semanis ini dengan Bulan.

"Sayang, ayo, kamu harus makan dulu biar cepat sehat!" bujuknya. "Setelah ini kita pulang."

Mas Reno benar. Aku harus makan biar cepat sehat. Aku harus sehat biar bisa bertahan di luar.

"Aku makan sendiri saja," ucapku kemudian mengambil mangkuk bubur dari Mas Reno.

Kusuap sedikit demi sedikit. Di lidahku bubur ini rasanya pahit. Biarpun begitu, aku tetap berusaha memakannya. 

Saat bubur tersisa setengah mangkok, kuangsurkan pada Mas Reno.

"Sudah?" tanya Mas Reno.

Aku mengangguk.

Mas Reno tersenyum manis. "Mas taruh mangkuknya ke belakang dulu, ya!"

Aku tak menanggapi. 

Lelaki itu beranjak meninggalkan kamar. Aku terpaku pada ponsel dan dompet Mas Reno di nakas. 

"Maaf, Mas. Aku butuh ini untuk hidup."

Kuambil beberapa lembar uang berwarna merah serta satu kartu debit Mas Reno.

Aku harus pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
JIN STAR
Dia aja bisa curang kok, cuma berapa lembar doang gak buat dia miskin uda ambil aja abis itu pergi ...
goodnovel comment avatar
Yuez Rama
bagus, pergi sil
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Ending

    "Siapa, Sil, yang meninggal?" tanya Dokter Rahardian sembari menepikan mobilnya.Aku menoleh ke arah laki-laki itu dengan lelehan air mata di pipi. Bibirku seperti membeku sehingga tidak bisa langsung menjawab pertanyaan calon suamiku itu.Tak banyak bertanya lagi, Dokter Rahardian langsung memelukku. Memang hanya itu yang aku butuhkan saat ini. Cukup lama aku menangis di pelukan Dokter Rahardian sampai akhirnya aku sedikit tenang dan bisa berbicara."Mami meninggal .... Mami udah meninggal ...." Tangisku kembali pecah dan Dokter Rahardian kembali memelukku.Bagiku Mami bukan cuma ibu mertua yang teramat baik. Mami adalah pengganti ibuku yang entah berada dimana. Dari Mami aku merasakan kasih sayang seorang ibu. Dan sekarang aku mendengar kabar kalau wanita berhati mulia itu telah tiada."Udah, kita ke sana sekarang?" tawar lelaki beraroma wangi maskulin tersebut.Aku mengangguk sembari mengusap pipiku yang basah.Begitu tiba di kediaman Papi, hampir semua sanak keluarga sudah berkump

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Kabar

    "Dokter Nafisa?" gumamku nyaris tak terdengar. Bahkan oleh diriku sendiri. Saat mata dokter cantik itu terpaku ke menatapku, aku mengangguk kecil sembari tersenyum kaku. Sorot matanya menunjukkan keterkejutan saat melihat keberadaanku. Padahal jelas kudengar tadi dia bertanya tentang Dokter Rahardian.Apa dia tidak tahu kalau Dokter Rahardian akan ke sini bersamaku?Aku menoleh ke arah Dokter Rahardian. Lelaki itu juga sepertinya sangat terkejut melihat keberadaan gadis yang pernah dijodohkan oleh orang tuanya dengan dirinya. Mungkin dia tidak menyangka, di saat ia ingin memperkenalkanku pada orang tuanya, justru ada gadis yang pernah dijodohkan dengannya itu di sana.Sejurus kemudian, aku melihat Dokter Rahardian menoleh ke arah ibu tirinya dengan tatapan tidak suka. Setelah itu ia menghela napas dan bersikap seperti tidak ada apa-apa. Ia kembali menatap Dokter Nafisa."Udah dari tadi, Sa?" sapa Dokter Rahardian."U-udah." Dokter Nafisa kemudian berjalan perlahan ke arah kami dan du

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Perempuan Cantik

    "Siap ketemu calon mertua?" canda Dokter Rahardian begitu aku membukakan pintu. Bibirnya tersenyum lebar dengan kedua bola mata berbinar terang. Aku tidak tahu sejak kapan dokter itu jadi seceria ini."Aku takut, nih." Aku memang takut kalau-kalau orang tua Dokter Rahardian tidak menerimaku dengan baik. Apalagi mengingat status kesehatanku."Kenapa?" Binar di matanya kini menghangat."Aku takut mereka enggak suka sama aku. Kamu tahu sendiri gimana kondisiku." Aku memajukan bibir bawah. Hatiku risau memikirkan itu.Dokter Rahardian mengambil jemariku dan menempelkan ke dadanya. "Dengarkan aku!" pintanya dengan wajah serius. "Kita ketemu mereka bukan untuk meminta mereka untuk suka sama kamu atau enggak. Apalagi meminta persetujuan. Aku cuma ingin ngenalin calon istriku ke mereka. Itu doang."Perasaanku kini semakin campur aduk. Antara terharu dan kasihan kepada calon suamiku itu. Aku terharu karena lelaki itu tidak menyimpan keraguan sedikitpun untuk menikahiku, tetapi aku juga kasihan

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Pilihanmu

    Lama aku menjawab permintaan Mami. Karena bagiku itu tidak mudah. Meski aku tahu, Mas Reno saat ini seperti apa. Namun, lelaki itu hanya masa lalu bagiku. Bahkan dia adalah orang yang menghancurkan hidupku, membunuh anakku, dan merampas masa depanku. Sudah cukup aku berurusan dengan Mas Reno. Aku ingin melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang masa lalu, seperti saat-saat terakhir ini."Mas Reno harus punya semangat hidup, dengan atau tidak adanya aku, Mi. Karena seperti apapun, kami berdua sudah punya kehidupan masing-masing. Ini juga dulu yang Mas Reno mau, kan, Mi?"Sebenarnya aku tidak tega mengatakan itu kepada Mami, hanya saja aku tidak mau memberi harapan palsu pada Mami. Perpisahan ini keputusan bersama. Bahkan dulu Mas Reno yang menginginkannya. Toh, hidup dan mati bukan di tangan manusia.Ah, aku jadi teringat Cilla. Bagaimana aku menanti kehadiran anak itu selama delapan tahun pernikahan. Bagaimana bahagianya aku saat tahu ternyata di rahimku bersemayam sebuah janin yang aku ri

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Perasaan

    Dokter Rahardian menepati janjinya. Ia menjemputku setelah acara selesai, menjelang magrib. Mami dan Papi mengantarku sampai teras. Mami terlihat begitu berat melepasku, berkali-kali dia memelukku dan menangis."Mami harus sehat. Besok-besok aku ke sini lagi. Pokoknya Mami harus sehat, oke?" Aku berusaha memberi semangat pada mantan ibu mertuaku itu."Kalau kamu ada apa-apa, hubungi Mami, Sil! Mami selalu ada buat kamu," ucap wanita yang masih memegang lenganku dengan erat itu."Iya, Mi, pasti. Aku akan sering main ke sini nanti."Mami mengangguk kemudian sekali lagi memelukku. Setelahnya aku berpamitan pada Papi. Lelaki itu tampak lebih tegar daripada Mami. Ia menepuk punggungku dengan sayang, kemudian berkata, "Jaga diri kamu baik-baik, Sil!""Iya, Pi," jawabku. Dan pada saat itu, aku bisa melihat Mas Reno. Laki-laki itu tampak sedang menatap ke arahku dari balik jendela kaca yang ada di kamarnya. Saat menyadari aku melihat dirinya, ia pergi dan tidak bisa aku lihat lagi.Ah, Mas Re

  • Status WA Suamiku yang Disembunyikan   Rindu

    "Mas, apa yang kamu lakukan?" Aku membekap mulutku sendiri. Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku lihat ini.Seluruh dinding kamar Mas Reno dipenuhi dengan foto-foto kami berdua di berbagai momen dan berbagai ukuran. Setiap sudut ruang berukuran 6x5 meter itu juga dipenuhi dengan barang-barang kenangan kami berdua sejak pacaran. Bahkan beberapa dari barang-barang itu sebelumnya sudah aku simpan di gudang rumah kami dulu karena tidak terpakai. Namun, sekarang semua itu terpajang dengan rapi di kamar ini.Ada dua buah manekin yang ditaruh tak jauh dari ranjang, dipakaikan kaos couple pertama yang kami beli saat ke Bali. Selain itu, dua manekin itu juga dililit dengan syal rajut couple yang kami beli saat ke Dieng, Wonosobo. Dan bagian bawahnya dililit dengan kain songket couple milik kami.Maksud kamu apa, Mas? Maksud kamu apa? Bukannya kamu menceraikanku karena ingin bisa bersatu dengan Bulan? Terus kenapa dengan ini semua? Maksudnya apa?Aku berjalan mendekati Mas Reno, me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status