“Anak? Renita hamil?”Bagai disambar petir di siang bolong, aku benar-benar tak menduga akan hal ini. Hatiku seperti sedang diremas oleh ribuan tangan, jantungku seperti ditusuk oleh ribuan jarum.Apa lagi ini?Bukankah kemarin mas Adnan bilang hanya terpaksa menikahi Renita dan tak pernah menyentuh wanita itu sama sekali. Lalu bagaimana ini bisa terjadi?Sekali lagi ia telah membohongiku.“Mas ....“Aku seperti kehilangan seluruh tenaga, bahkan untuk bicara pun aku tak mampu, leherku seperti dicekik oleh sesuatu yang begitu hebatnya. Ingin bertanya tentu percuma, hanya akan ada alibi–alibi selanjutnya.Beku. Sekujur tubuh ini rasanya beku, tak kuhiraukan berbagai alasan yang diutarakan mas Adnan. Bagiku sudah percuma. Kepercayaanku telah menguap seiring harapan bahagia yang pupus.Lamat–Lamat kulihat mama dan Lula kepayahan membopong Renita menuju mobil Lula, lalu mereka pergi entah ke mana.“Itu bukan, anakku!”“Zahira, percayalah!”“Zahira, dengarkan dulu!”Aku tak peduli, mas Adna
Hari ini kulewati seperti biasa, mengurus Tabitha serta menyiapkan sarapan dan makan siang untuk penghuni rumah ini.Aku sudah menghubungi Masli untuk melepas rindu dan mengajaknya pergi ke butikku. Aku harus melupakan masalah ini sejenak dan fokus terhadap perkembangan butikku setelah mengalami kerugian besar karena mama dan Lula. Aku sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian meski tanpa izin dari mas Adnan. Bagiku ini adalah urusanku, bukan urusan keluarga mereka. Apalagi, dendam ini semakin tebal sejak mengetahui siapa mama Sarmila sebenarnya, jadi aku tak perlu takut kualat dan dianggap sebagai menantu durhaka.Aku pergi tanpa mengajak siapa pun, hanya aku dan Tabitha saja. Mobilku berhenti di depan rumah Masli, lalu menunggunya beberapa menit untuk keluar dari rumah dengan mengenakan setelan kulot berwarna mocca dan sebuah kaca mata hitam.“Hai, bayi mungil, apa kabar?”Masli mencubit pipi gembul Tabitha yang sedang menggenggam mainan bergemerincing. Ia menggerakkan berulang dari
“Tentu, Bu. Istriku pasti percaya, aku sudah berjuang sejauh ini. Mana mungkin dia masih curiga padaku, ya kan sayang?”Mas Adnan begitu percaya diri, ia tak bisa menyembunyikan. Kebahagiaan atas bukti yang telah memperjelas alasannya.“Iya, Mas. Maafkan aku, aku percaya padamu,” ucapku tersenyum simpul. Mas Adnan begitu kegirangan, ia menggendong Tabitha ke atas berkali-kali, sampai bayi itu tertawa terbahak.“Terima kasih, Sayang. Ingat pesan Ibu, rumah tangga akan bertahan lama jika kita saling percaya pada pasangan, ya ‘kan, Bu?” Mas Adnan memelukku erat, ia menjawil hidungku lalu menarik pelan daguku. Diiringi tepuk tangan oleh Erika yang sedari tadi turut memperhatikan aktivitas di setiap durasi di video tersebut. Aku sadar pihak hotel tidak akan dengan mudah menyerahkan rekaman seperti itu jika tidak untuk kasus berat ataupun karena ada sangkut paut dari pihak pengelola hotel. Mas Adnan mungkin memang mempunyai relasi di sana, mengingat bahwa mas Adnan juga pengusaha di bidang
Aku berusaha menenangkannya dengan memberinya segelas air putih.Mengusap–usap lembut bahunya agar kesedihannya dapat berkurang.“Mbak …. “Lula melihatku dan ibu bergantian, mungkin ia masih mengumpulkan keyakinan tentang wanita yang mengaku sebagai ibu kandungnya.“Iya, Lul. Mama Sarmila bukanlah ibu kandungmu. Mama tidak merawat kalian dengan ikhlas, dia hanya mengincar harta peninggalan almarhum ayah Hajsa,” ucapku hati–hati, seakan paham makna tatapan mata Lula yang menyiratkan kesedihan mendalam. Saat ini ia merasa telah dikhianati dan dimanfaatkan. Mama Sarmila telah membuangnya begitu ia telah berhasil memiliki kalung itu.Lula menatap ibu sesaat, lalu menghambur ke pelukan ibu. Keduanya larut dalam tangis nan haru.“Ibu ... hu hu hu, maafkan aku karena sama sekali tak mengingatmu.”Lula masih menangis, air matanya tumpah membasahi bahu ibu.“Tidak apa-apa, Sayang. Waktu ibu pergi kamu masih sangat kecil, masih tertidur di ayunan,” hibur ibu pada Lula. Mereka berpelukan hingga
“Nyonya, tolong aku, Nyonya, biarkan aku pergi dari sini. Kasihan anak di perut ini jika harus lahir di dalam penjara, aku mohon!” tangisnya semakin pecah, ia berpindah ke kaki Ibu. Tak sadar pada perbuatannya barusan yang hampir saja mengancam nyawa Ibu.“Aku akan menyerahkan semua kasus pada polisi, termasuk percobaan pembunuhan yang dilakukan Sarmila kepadaku waktu itu serta penggelapan uang butik Zahira. Kalian harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan kalian,” ucap Ibu acuh, ia sama sekali tak menghiraukan wanita yang meminta belas kasihnya. Ini memang pantas diterima oleh kedua wanita serakah itu, meskipun tak setimpal dengan sakit lahir maupun batin yang diterima Ibu.Suasana semakin riuh ketika mobil polisi dan ambulance datang beriringan, beberapa perawat mengangkat tubuh pak Hamid yang masih tak sadarkan diri. Semoga lelaki baik itu segera pulih dan sadar.Empat orang polisi masuk dan langsung meringkus kedua wanita yang sedari tadi meringkuk di ujung ruangan, mereka tak
POV FriskaAku tak menyangka hari itu akan bertemu dengan Adnan, putraku. Setelah sekian tahun tak berjumpa dengannya, bahkan aku tak ingat lagi bagaimana rupanya.Ia mengunjungi hotel ini untuk pertama kali, hotel peninggalan sang Ayah di mana aku bersembunyi di sini, tepatnya disembunyikan. Karena, Sarmila, wanita licik itu selalu mengincar kematianku.Mungkin orang lain tak menyangka, bahwa aku di sini demi Hajsa, lelaki yang telah mengkhianati cintaku.Aku tak ubahnya permata yang disia-siakan demi kerikil tak berharga, kemudian ia pungut kembali setelah sadar kerikil itu tajam dan melukai.Hajsa tahu bahwa Sarmila itu licik, ia lah yang selalu menjadi malaikat penolongku agar aku tetap hidup. Bahkan ia merelakan nyawanya demi kebahagiaanku dan ketiga buah hatiku.“Friska, maafkan aku. Mari kita mulai lagi, aku tak tahan hidup dengan wanita licik itu.” Ia memohon berulang kali sampai aku muak mendengarnya. Meskipun dalam hatiku masih ada cinta untuknya, tapi rasa takutku lebih me
“Nyonya, tolong aku, Nyonya, biarkan aku pergi dari sini. Kasihan anak di perut ini jika harus lahir di dalam penjara, aku mohon!” Ia berlutut di kakiku, sambil menangis hebat. Saat itu pula memori-ku melayang pada kejadian berpuluh tahun silam, ketika lelaki yang kucintai berlutut mengharap maaf dariku karena lebih memilih wanita lain untuk menjadi pendamping hidupnya. Duma, wanita kaya yang telah merebut Haris dariku.“Aku akan menyerahkan semua kasus pada polisi, termasuk percobaan pembunuhan yang dilakukan Sarmila kepadaku waktu itu serta penggelapan uang butik Zahira. Kalian harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan kalian,” ucapku acuh.Namun aku tak bisa menyembunyikan rasa penasaranku terhadap wanita muda yang hampir merusak rumah tangga anakku.Hingga suara riuh sirine ambulance dan polisi datang lalu menarik paksa Renita dari hadapanku, ia menjerit dan menangis bersama Sarmila, wanita licik yang memanfaatkan hidupnya untuk ambisi dan ketamakannya.Malam setelah kejadian m
POV RenitaBukan keinginanku untuk menjadi wanita hina seperti ini, menjadi duri di rumah tangga orang lain. Namun, kemalangan hidup memaksaku berbuat demikian. Setelah aku kehilangan harapan dan masa depan.Aku tak menyangka harus menjalani hidup sepahit ini di usia yang masih muda. Namaku Renita Clara, gadis berambut pirang yang harus diusir oleh ayahku sendiri ketika mendengar kabar yang menghancurkan seluruh angan dan harapannya.Lelaki yang rambutnya sudah memutih itu harus menerima kenyataan pahit bahwa anak gadis yang selalu dibanggakannya tengah hamil tanpa suami. Ayahku tak menyangka jika putri semata wayangnya ini akan menorehkan luka sepahit ini di usia senjanya. Padahal, ia telah menggantungkan harapan besar kepadaku yang bercita–cita untuk menjadi seorang pengacara.Aku tahu, hidup menduda selama belasan tahun lalu membesarkan putri seorang diri bukanlah hal mudah bagi Ayah. Apalagi kami selalu hidup terkukung dalam kekurangan. Ia pun sadar untuk tidak mungkin menikah lag