Share

1. Menjadi Kucing

Dahulu kala, ada seorang manusia yang sangat tampan. Namun, ia mencintai seekor kucing peliharaannya sendiri. Ia kemudian memikirkannya berkali-kali bagaimana caranya agar cintanya bisa berhasil. Ia pun akhirnya memutuskan untuk meminta Tuhan agar diubah menjadi kucing.

"Tuhan, saya mohon jadikan saya kucing. Saya tidak akan menyesal dan akan melakukan apapun untuk menjadi kucing!" Pria itu memohon dengan penuh ampunan.

Beberapa hari kemudian, pria tersebut memimpikan menjadi kucing dan saat bangun, ia  benar-benar menjadi kucing. Saat itu sang pria masih berumur 20 tahun. Dalam mimpi tersebut, sang pria diberitahukan bahwa keturunannya akan mendapat hadiah, yaitu bisa memilih pujaan hati mereka kucing maupun manusia. Namun, mereka harus memilih harus menjadi apa untuk kehidupan sampai akhir pada umur 20. Caranya yaitu dengan berdoa dengan memohon ampunan, namun mereka tidak boleh ragu dan harus yakin dengan pilihan mereka, jika tidak, mereka harus menjadi kucing selamanya. 

Itu adalah kisah dari keluarga Erta. Erta? Siapa itu? Erta adalah kucing dengan hidung mancung, berbulu pendek, dan memiliki bulu berwarna coklat. Ya, dia adalah kucing yang diberi nama Sera dengan nama Ray.

Beberapa hari sebelum Erta diberikan ke keluarga Sera.

"Ibu, katanya Erta nggak ingin menjadi manusia. Ia ingin menjadi kucing terus." Seorang perempuan dewasa merengek pada Ibunya, yang berwujud kucing dengan bulu panjang calico. 

"Benarkah itu, Erta?" Ibu Erta melangkah keempat kakinya secara bergantian dan mendekat menuju Erta. Erta mengangguk. "Kamu tidak ingin menjadi manusia seperti saudara-saudaramu? Hanya kamu yang tersisa yang belum menjadi manusia. Umurmu sudah 19 tahun."

Erta menggeleng, "Ibu, aku ingin melanjutkan ras kita. Tidak apa-apa jika hanya aku yang meneruskan keluarga kita menjadi kucing."

Ibu Erta duduk di samping Erta dan menjilati kepalanya. "Kamu tidak harus melanjutkan ras kita, Ibu tidak apa-apa jika nanti ras kita harus berakhir di sini. Yang terpenting adalah kamu menemukan cinta sejatimu."

Erta memiliki 3 saudara. Yang pertama adalah kakak perempuan pertamanya yang tadi merengek kepada Ibunya, yaitu Vani, ia memiliki rambut berwarna oranye sesuai dengan warna bulunya saat menjadi kucing dulu. Yang kedua adalah kakak laki-lakinya, namanya Indra, dengan rambut berwarna hitam. Yang ketiga adalah kakak perempuan keduanya, namanya adalah Yetha, warna rambutnya berwarna putih pirang. 

Ketiga saudara Erta sudah menjadi manusia secara permanen, yang artinya mereka telah memutuskan hal tersebut tanpa ragu. Sementara, Erta sebenarnya mendengar bahwa menjadi manusia sangat merepotkan. Ia perlu memiliki pendidikan, pekerjaan, rumah, membayar pajak, dan banyak hal lainnya. Erta ingin hidup menjadi kucing saja meski ia harus memakan makanan sampah. 

"Jika dia ingin menjadi kucing, biarkan saja dia menjadi kucing, Kak Vani," ucap Indra dengan cuek. Ia sibuk memainkan handphonenya. Vani menatap Indra dengan kesal.

"Menurutku lebih baik Erta kita coba dekatkan dengan seorang perempuan dulu," usul Yetha. Ia terlihat bersemangat. "Seperti di novel-novel, tentang majikan yang memiliki peliharaan kucing menjadi manusia dan kemudian mereka saling jatuh cinta dan kyaaaa~" Yetha memikirkannya saja pun sudah bersemangat untuk kehidupan percintaan adik laki-lakinya nanti. 

Vani terdiam, memikirkan usulan Yetha barusan. Adik perempuannya itu memang selalu cerdas dan bisa memikirkan ide-ide yang aneh. 

"Sepertinya kita bisa memakai cara itu ibu!" Vani memutuskan. Ibu mereka menggeleng-gelengkan kepalanya pasrah. 

"Semua itu terserah kepada Erta. Kalian jangan memutuskannya sendiri," kata Ibu mereka dengan bijak.

Vani, Yetha, dan sang Ibu menolehkan kepala mereka ke Erta. Sementara Indra terlihat tidak peduli dengan topik yang dibahas oleh keluarganya itu. Erta memutar bola matanya dengan bosan. 

"Terserah kalian deh." Erta mengucapkannya dengan tidak peduli. "Aku pasti akan tetap ingin menjadi kucing. Kalian tidak bisa menggoyahkanku," kata Erta dengan yakin.

Vani dan Yetha saling bertatapan, lalu mangangguk dengan yakin.

***

"Kami tadi bertemu pasangan yang perlu kucing untuk anak perempuannya dan kami menawarkanmu, Ertaaa~" Yetha datang dengan berita bahagia.

Yetha dan Vani tadi sedang berbelanja bulanan bersama, dan tidak sengaja mendengar percakapan Ayah dan Ibu Sera tentang tempat membeli kucing. Dengan sigap Yetha menanyakan apakah mereka benar-benar membutuhkan kucing dan apakah anak mereka perempuan. Setelah pasangan itu mengangguk, Yetha merasa ini takdir dan segera menawarkan kucingnya, yaitu Erta.

"Hah?! Kak Yetha serius ingin memberikanku ke keluarga lain?" tanya Erta dengan tidak percaya. Ia kira yang kemarin hanya bercanda dan tidak akan pernah terjadi selama hidupnya.

"Kamu kira kami bercanda? Tentu saja tidak." Vani berkata dengan tegas. "Lagipula pasangan tersebut sudah datang ke rumah kita, ada di ruang tamu tuh." 

Erta mengedipkan matanya tidak percaya. Ia menoleh kepada kakak laki-lakinya, Indra, yang terlihat sibuk memainkan handphone nya. 

"Kak Indra, tolong aku! Masa Kak Indra tega adiknya diberikan ke keluarga lain?" Erta memelas. 

Indra hanya melirik sebentar ke arah Erta, kemudian kembali memainkan permainan di handphone nya. Erta memandang kakak laki-lakinya tidak percaya. 

"Aku sudah membeli kandang untukmu, Erta." Yetha menunjukkan kandang besi berwarna hijau muda.

"Aku tidak suka kandang besi! Tidak enak, alasnya tidak empuk," erang Erta. 

"Sudah, sudah, kita sudah ditunggu oleh pasangan itu. Cepat masuk ke dalam kadang Erta." Vani berkata sambil membuka pintu dari kandang tadi. 

Erta terdiam kemudian akhirnya tetap menuruti kakaknya. Ia berjalan masuk ke dalam kandang. Ia harus mempertanggungjawabkan semua perkataannya, dan Erta yakin ia tidak akan digoyahkan oleh perempuan manusia. 

Yetha pun mengangkat kandang tersebut dan menuju ruang tamu. Erta bisa melihat pasangan dengan umur kisaran tiga puluh tujuhan sedang duduk dengan gugup di sofa ruang tamu. 

"Wah bagus sekali kucingnya," puji Ibu Sera. Ayah Sera mangangguk.

Yetha terkekeh, ia meletakkan kandang kucing tersebut di meja ruang tamu. Ibu dan Ayah Sera nampak takjud dengan keindahan Erta. Vani sedikit menahan tawanya karena ia selalu merasa Erta adalah satu-satunya yang tidak mendapat gen bulu panjang dari keluarganya dan ternyata masih ada orang biasa yang merasa bahwa Erta cantik, Vani sedikit bangga akan hal itu. Menandakan bahwa pasangan tersebut sepertinya memang bisa menjaga Erta dengan baik.

"Ini untuk putri saya yang berumur 18 tahun, dia pertama kali minta sesuatu pada kami. Jadi kami merasa harus mengabulkannya. Dia selalu sendiri di rumah, dan kucing ini pasti akan bisa menemaninya belajar. Karena ia sedang mengejar universitas terbaik," cerita Ibu Sera. "Aduh, saya berterimakasih sekali. Benar ini diberikan kepada kami? Apa tidak lebih baik kami beli saja?" tawar Ibu Sera. Ayah Sera mengangguk setuju. 

Yetha menahan tawanya saat Erta menatap kakak-kakaknya dengan tatapan tajam. Erta tidak ingin dijual hanya dengan harga ratusan rupiah itu. 

"Nggak usah, Bu. Beneran kami nggak papa memberikan kucing kami kepada Ibu, karena di keluarga ini sudha tidak tau siapa yang akan merawatnya," ujar Vani, diangguki oleh Yetha.

Akhirnya setelah beberapa menit, Ibu dan Ayah Sera setuju untuk mengambil kucing tersebut tanpa biaya apapun. 

"Ya sudah, terima kasih ya, Nak." Ibu Sera pamit.

"Iya, Bu. Hati-hati di jalan!" Yetha melambaikan tangannya.

Setelah Ayah dan Ibu Sera sudah menjauh dari pandangan, Yetha dan Vani menghela nafas lega. Sekarang mereka hanya bisa berharap bahwa pasangan tadi benar-benar bisa menjaga adik mereka dengan baik.

***

Dan di sinilah Erta. Di kamar seorang gadis remaja yang Erta akui, sangat cantik. Erta hanya menjilat-jilat badannya sambil memandangi si gadis yang bernama Sera itu.

'Aku tidak akan jatuh cinta padamu, Sera,' batin Erta dengan yakin. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status