Share

5. Hariz

Sera melihat jam dinding di rumahnya. Waktu akan terus berjalan, sementara Sera hanya diam di sofa ruang tamu. Sera ingin beranjak dari sofanya untuk mencari Ray, tapi bagaimana jika orangtuanya. pulang dan mendapati Sera tidak ada di rumah? Itu akan lebih rumit dan semuanya akan menjadi khawatir. Sera menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan diri. 

"Meow!"

Tiba-tiba terdengar suara kucing dari pintu depan. Sera buru-buru bangkit dari kasurnya dan berjalan ke pintu depan untuk membukanya. Ia mendapati orangtuanya juga di sana, Ibunya sedang menggendong Ray dan Ayahnya yang hanya tersenyum. Sera menghela nafas lega. 

"Ray! Aku khawatir sekali padamu!" Sera mengambil Ray dari gendongan Ibunya dengan perlahan kemudian memeluknya. Erta dalam hati bersemu, ia masih tidak terbiasa jika Sera memeluknya dengan mendadak. 

"Tadi Ibu temukan dia di depan pintu, seperti nya bingung bagaimana caranya masuk," cerita Ibu Sera. "Lain kali hati-hati ya. Sepertinya Ray tidak ada niatan untuk kabur kok, hanya bosan di dalam rumah."

Sera mengangguk. "Maafkan aku, Bu, tadi aku lupa menutup pintu jendela jadi Ray bisa keluar." Sera mengucapkannya dengan nada tulus penuh penyesalan. 

"Tidak apa-apa. Lain kali jangan diulangi ya, karena bisa saja yang terjadi bukan hanya Ray yang kabur, tapi pencuri bisa masuk rumah," ujar Ayah Sera dengan tegas. Sera mengangguk mengerti, sedikit merinding jika pencuri benar-benar masuk ke rumah karena kecerobohannya. 

"Ya sudah, ayo masuk. Ibu sama Ayah belikan nasi goreng kambing untuk makan malam hari ini." Suara sang Ibu memecahkan ketegangan karena kecerobohan sang putri semata wayangnya. 

Wajah Sera mendadak cerah. Ibu Sera yang melihat hal itu hanya tersenyum sambil mengangkat kantong plastik berwarna hitam yang mendadak memiliki aroma enak khas dari nasi goreng kambing. 

Mereka pun segera masuk ke dalam rumah dan mempersiapkan meja makan. Sera dengan semangat membuka bungkus kertas nasi dari nasi goreng tersebut dan senyumnya semakin cerah. 

Setelahnya, keluarga itu pun makan bersama dengan suasana yang hangat. Sejak Sera memberanikan diri untuk meminta kucing, saat itu pula Sera lebih terbuka dengan keluarganya, sehingga keluarga ini tidak sedingin dahulu. 

***

"Selamat tidur, Ayah, Ibu." Sera mengucapkannta sambil menggendong Erta dengan tangannya. Ia kemudian segera masuk ke dalam kamarnya. 

Sera menghela nafas. Sesungguhnya ia masih shock dengan kenyataan bahwa Ray sempat kabur lewat jendela tadi. Apalagi kamar Sera ada di lantai dua, bagaimana jika Ray tidak mendarat dengan apik dan malah mati? Sera menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menepis hal tersebut karena itu terlalu mengerikan. 

Erta dalam hati merasa bersalah. Ia bisa melihat wajah Sera yng tulus mengkhawatirkan dirinya, dan wajah sedih serta shock yang terlihat sekarang pun ia penyebabnya. Erta dalam hati meruntuki dirinya yang lupa waktu saat bercengkrama dengan keluarganya. Apa yang akan terjadi jika Ibunya tidak memperingatkan dirinya untuk pulang tadi? Sera akan menangis? Jika hal itu terjadi, Erta merasa lebih baik ia mati karena telah membuat gadis sebaik Sera mengkhawatirkan kecerobohannya. 

"Ray, jika kamu bosan di kamarku, beritahu saja," kata Sera dengan pelan, matanya menatap Erta dengan serius, "aku bicara apa sih? Jelas-jelas kucing tidak bisa bicara makanya tidak bisa memberitahuku."

Lidah Erta kelu, ia ingin mengucapkan sesuatu, membalas perkataan Sera, tapi ia tidak bisa, yang ada Sera akan shock dan mungkin menganggapnya aneh. Erta bingung, apakah dia sudah mulai jatuh hati dengan Sera? 

"Hahh..." Sera sekali lagi menghela nafasnya. "Setiap weekend aku pasti akan mengajakmu jalan-jalan, agar kamu tidak bosan, okay? Jadi kuharap kamu tidak hilang tiba-tiba seperti tadi." Sera tersenyum kemudian mengelus Erta. "Aku harap kamu mengerti perkataanku. Tapi, jika aku memang sangat buruk saat merawatmu, kamu boleh kabur, aku juga tidak akan suka jika ada yang merawatku dengan tidak baik."

'Tidak, kamu sangat peduli padaku malah. Mana mungkin aku kabur darimu,' batin Erta ingin mengucapkan hal tersebut pada Sera namun tidak bisa. 

"Okay! Sekarang, aku ingin kamu mencoba jajan ini!" Sera mengeluarkan makanan kucing yang berbentuk persegi panjang itu dengan bangga. "Kucing temanku suka sekali dengan ini. Ya meski menurutku harganya mahal, tapi aku ingin kamu mencobanya."

Wajah Erta tidak terlihat seperti ingin mencobanya. Dalam hati, ia lebih memolih diberikan ayam goreng sebagai makanannya daripada makanan khusus kucing. Rasanya tidak sekaya makanan buatan manusia dan juga rasanya selalu sama setiap hari. Namun, karena Erta masih merasa bersalah tentang ia yang telat pulang tadi, Erta berjalan mendekati Sera, menunjukkan seakan ia tertarik dengan jajan kucing itu. 

Sera tersenyum senang, merobek bungkus jajan tersebut dan mendekatkannya dengan mulut Erta. Erta pun menjilat-jilatnya, memakannya dengan senang hati. Sera sekali lagi merasa lega karena Ray tidak benar-benar kabur darinya. 

***

"Sera, sekelompok denganku yuk!" Ajak Nita. Sera mengangguk. 

Saat ini mereka sedang pembelajaran biologi di jam pertama. Masih pagi, namun sang guru sudah bersemangat dan menginstruksikan untuk membuat kelompok masing-masing. Tujuan kelompok itu adalah untuk percobaan yang akan dibuat di rumah, yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan biji kecambah. 

Sera sekelompok dengan Nita, Hariz, dan Kezia. 

"Beruntung banget kita bisa dapat Hariz yang rajin dan tampan," bisik Nita pada Sera. Sera hanya tersenyum membalas sahabatnya itu. 

Dalam hati, Sera mengakui hal tersebut. Hariz termasuk murid teladan di kelasnya, aktif dan pintar. Tidak ada guru yang tidak menyukai Hariz. Bukan hanya pintar, ia juga memiliki wakahnyang tampan dan seragamnya selalu rapi. Tipe idaman semua perempuan. 

Sera tidak terlalu dekat dengan Hariz, mereka hanya sesekali saling menyapa saat tidak sengaja bertemu hanya sebatas teman sekelas. Sementara itu, Kezia hanyalah gadis biasa yang ceria dan netral di kelasnya. Ia bisa berbaur dengan siapa saja dan nilainya juga cukup bagus. Ia pintar berdebat dan pengetahuannya luas. 

'Kelompok sempurna,' batin Sera lega. Ia sempat takut tidak mendapatkan kelompok yang bagus, namun Nita yang memiliki banyak teman bisa mewujudkan kelompok sempurna ini. 

"Baiklah, karena kita sudah menentukan bagian-bagiannya. Sekarang kita akan kelompokan di rumah siapa?" tanya Kezia. 

"Sera! Sera! Rumahnya luas dan orangtuanya kerja, jadi kita bisa lebih bebas di sana!" Usul Nita dengan semangat. Sontak Kezia dan Hariz menoleh ke Sera, seakan meminta konfirmasi atas pernyataan itu. 

Sera mengangguk kaku, "juga dekat dari sekolah. Rumahku bebas kok, nggak papa kalau mau di rumahku." Sera menyetujui. 

Hariz dan Kezia mengangguk setuju.

"Yey! Akhirnya aku bisa melihat kucingmu, Ser!"

"Ah." Sera baru ingat ia punya kucing sekarang. Tetapi, Sera sudah memutuskan untuk berubah, ia akan dengan percaya diri memamerkan Ray. Sera mengangguk. "Kucingku sangat lucu dan penurut, kamu pasti suka bermain dengannya." 

Setelahnya, mereka melanjutkan pembahasan lain mengenai kelompok kali ini. Tanpa Sera sadari, tatapan Hariz yang hangat selalu tertuju pada Sera. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status