Share

2. Ranking Try Out

Erta hanya duduk mengamati Sera yang sedang mondar-mandir mempersiapkan sekolahnya. Erta membuka mulutnya, menguap. Ia sangat mengantuk, dan ia juga berpikir inilah salah satu alasan ia tidak ingin menjadi manusia. Mereka harus bersekolah dan menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja. Bukankah menjadi kucing yang disayang atau dirawat lebih baik?

Sera menjinjing tasnya gang berwarna, ia nyaris saja keluar dari kamarnya jika ia tidak mendadak mengingat sesuatu. Ia menghampiri Erta, Erta mematung, terdiam. Erta memperhatikan apa yang akan gadis ini lakukan. 

"Dimakan ya. Aku harus merawatmu dengan baik agar tidak mengecewakan orangtuaku." Sera menatap Erta dengan pandangan tidak suka, masih membenci fisik dari kucing barunya ini.

Sera kemudian keluar dari kamarnya dan segera sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Erta hanya mendengus dalam wujud kucingnya kemudian memakan makanan kering yang diberikan Sera tadi.

***

Sera telah sampai di kelasnya. Ia duduk di bangkunya yang berada di depan kelas paling kanan di depan meja guru dengan muka masam.

"Sera!" Sapa salah satu temannya dengan rambut pendek hjngga tidak menyentuh bahu. Ia mengernyitkan dahinya saat melihat wajah Sera yang masam. "Kenapa, Ser?"

Sera menoleh ke arah temannya itu, "enggak, cuma... Ah tidak, aku kurang tidur karena terlalu lama bermain dengan kucingku, Nita." Sera berbohong. 

Mata Nita berbinar saat mendengar kata kucing. Ia sedikit menggebrak meja bangku Sera kemudian menatap Sera.

"Kucing?! Jadi kamu benar-benar dibelikan kucing oleh orangtuamu?! Astaga, andai ibuku memperbolehkanku membeli kucing juga." Nita berkata dengan sedikit nada kesal. 

Sera tertawa kecil. Dalam hati masih kesal dengan wujud kucingnya yang tidak sebagus punya temannya yang lain, Triya. Sera tersenyum.

"Coba bujuk sekali lagi deh. Bilang saja kalau kamu akan merawatnya sendiri, memandikannya sendiri. Dan oh iya, deskripsikan kucing yang kau mau dengan benar."

"Percuma sih, Ser. Ibuku sangat keras kepala dan tidak percaya padaku. Tapi, aku memang tidak serajin dan setelaten kamu sih. Wajar orangtuamu mengabulkan permintaanmu." Nita terkekeh, mengakui ketelatenan temannya. "Kalau begitu kapan-kapan aku boleh ke rumahmu 'kan? Aku ingin main dengan kucingmu."

Sera dengan reflek menggeleng. Mengingat ia tidak memiliki kucing yang pantas untuk dipamerkan. "Ah tidak, kucingku masih nakal. Dia suka menyakar hahahaha. Nanti jika dia sudah jinak nanti kamu bisa main ke rumahku."

Nita cemberut. "Astaga baiklah, aku mengerti. Omong-omong kamu sudah menyelesaikan tugas Fisika?"

Sera mengernyit. "Fisika ada tugas?"

Nita membelalak, menatap Sera tidak percaya. "Tugas yang 5 soal dan beranak itu lho. Astaga Sera, Fisika jam pertama kita."

Sera buru-buru mengecek tasnya dan mengeluarkan buku fisika. Ia membuka tiap lembar bukunya kemudian saat ia melihat halaman terakhirnya, ia menghela nafas lega.

"Aku lupa saat diberikan tugasnya langsung kukerjakan hehe. Jadi aku tidak ingat ada tugas ini." Sera menertawakan dirinya.

Nita menggeleng-gelengkan kepalanya, "rajin sekali kamu, Ser. Ya sudah. Aku kembali ke bangku ku dulu ya. Sudah maunya bel masuk."

"Okay." Sera tersenyum. Nita pun kembali ke bangkunya.

Sera kemudian menyiapkan segala.keperluan untuk jam pertama sekolah. Ia siap mengikuti pelajaran kali ini.

***

Erta berjalan-jalan di dalam kamar Sera. Ia bingung ingin melakukan apa. Kamar Sera terlihat membosankan. Catnya berwarna krem, ada lemari kayu, rak buku, meja belajar, dan kasur. Tidak ada poster-poster atau sesuatu yang terlihat seperti hobi di kamar Sera.

'Anak ini sepertinya tipe cewek cantik yang pintar idaman laki-laki. Bisa saja Kak Yetha dan Kak Vani kebetulan menemukan orangtua Sera. Kalau laki-laki selain aku, pasti akan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Sera.' Erta membatin sambil melompat ke kasur Sera.

Erta merebahkan badannya, ia lelah tidur di lantai. Selama ini di keluarganya iancukup dimanjakan dengan memiki kasur yang empuk dan makanan yang enak. Erta baru pertama kali memakan makanan kering kucing seperti tadi, rasanya tidak buruk, tetapi tetap saja tidak seenak makanan rumahan.

Erta menguap. Ia memang selalu mengantuk, namun kali ini ia merasa harus mengenali sesyatu tentang Sera, sesuatu yang buruk, agar ia memiliki alasan kabur dari rumah ini.

Erta bisa saja kabur dan berbohong. Namun, sayangnya Erta memiliki.kebiasaan telinga kucingnya agar bergerak saat ia berbohong. Yang ada ia akan diamuk kakak-kakak perempuannya dan disuruh kembali ke rumah ini.

Erta menghela nafas. Merasa bahwa majikannya ini terlalu sempurna hingga ia tidak menemukan apapun yang bisa dianggap buruk. 

***

Sera merenggangkan tangannya. Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, ia tidak sabar untuk merebahkan diri di kasur kesayangannya. 

"Ser! Ser!" 

Sera refleks menoleh saat ia dipanggil. Ternyata itu Nita lagi, ja memanggil Sera dengan sedikit tergesa dan tangannya yang memegang handphone dengan keadaan menyala. 

"Hasil try outnya sudah keluar!"

Sera berbinar. Dua minggu yang lalu ia mengikuti try out online dan jujur saja ia sangat menantikan hasilnya. Nita pun mendekat ke bangku Sera kemudian menunjukkan handphone nya. 

"Gimana?" tanya Nita. 

Wajah Sera yang awalnya cerah tiba-tiba sedikit meredup. Ia merasa terlalu berekspetasi tinggi. Nita yang melihatnya mengernyit bingung, ia pun melihat lagi ke arah handphonenya. Sera masuk 40 besar dari 300 peserta. Nita tau Sera tipe yang terlalu ingin masuk 10 besar, tetapi 40 besar untuk try out pertama di kelas 12 cukup bagus bukan? 

Nita menepuk bahu Sera, "gapapa, kan masih awal. Ayo semangat!" Nita mengepalkan tangannya dan meninjunya ke udara. Sera tersenyum. 

"Terima kasih, Nit." Sera mengucapkannya dengan tulus. 

Nita balas tersenyum, "ya sudah, ayo kita pulang dan istirahat!"

Sera mengangguk dan segera membawa tasnya lalu mengikuti Nita menuju gerbang sekolah. 

***

"Aku pulang." Sera menutup pintu rumahnya, ia cepat-cepat menuju kamarnya yang berada di lantai dua dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur. 

Dadanya sesak, sebenarnya sedari tadi ia menahan tangis. Sera menangkupkan tangannya dan menutupi wajahnya. Air matanya mulai menetes dan membasahi seprei kasurnya. Ia menangis dengan sesegukan. 

Tiba-tiba Erta melompat ke atas kasur dan menghampiri Sera. Membuat Sera sedikit terkejut, namun kemudian Sera memeluk Erta dengan erat. Sebenarnha sedari tadi Erta sudah mengamati Sera, namun Erta tidak menyangka Sera akan menangis hari ini. 

'Apakah sekolah memang seberat ini hingga ia menangis?' batin Erta dengan bingung. 

"Ray," panggil Sera dengan suaranya sengau karena habis menangis, lebih tepatnya ia masih sedikit menangis. "Aku ranking 40."

Erta hanya diam, mendengarkan. 

"Aku yakin setidaknga untuk try out pertama ini aku akan mendapatkan 20 besar. Tetapi, ternyata usahaku belum sekeras itu hingga mewujudkan hal itu." Sera mengusap matanya. "Aku bodoh sekali, padahal itu dari 300 anak. Bukankah seharusnya aku bersyukur?"

Erta masih terdiam. 

"Tetapi, hatiku tetap kecewa hahaha. " Sera tertawa kecil, menertawakan dirinya sendiri. "Ah ternyata aku sudah gila bicara ke kucing."

Erta dalam hati membenarkan hal tersebut. 

"Tetapi, ternyata melegakan juga ya, " Sera tersenyum lebar, "terima kasih, Ray."

Erta terpana. Ini pertama kalinya ia melihat senyuman Sera, karena selama ini Sera menatapnya dengan tatapan benci. Erta pun mengerti karena ia yang paling memiliki fisik seperti kucing jalanan, wajar jika gadis secantik Sera pasti menginginkan kucing ras seperti anggora atau persia. Erta menggeleng-gelengkan dirinya dalam hati. 

'Apakah aku baru saja terpana dengan gadis yang jelas-jelas menilai dari fisik ini?' batin Erta tidak percaya. 

Setelahnya, Sera melanjutkan mengobrol pada Erta. Sera merasa seperti mendapat sebuah teman yang akan selalu ada di dekatnya. Sementara Erta hanya diam dan sesekali mengeong untuk menjawan si gadis tersebut. Hal itu terus terjadi hingga mereka berdua tertidur bersama di atas kasur Sera. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status