Mendadak saja Kevin merasakan kesedihan yang mendalam. Dadanya yang semula terasa ringan, tiba-tiba menjadi sesak dan penuh. Dia bahkan sampai tidak kuasa mengendarai motornya, Sepanjang jalan, dia hanya menatapi aspal yang terus tergilas roda motor kuningnya.
Pikirannya terbang pada Henry yang sekarang menghilang tanpa jejak. Ada rasa sakit yang menjalar di dadanya ketika dia ingat kenangan bersamanya. Tentang bagaimana mereka memulai semuanya, menjalani hari-hari sulit di tempat pelatihan, sampai menjadi sepasang kekasih yang singkat.
Ketika Audry mengajaknya bicara, Kevin tanpa sadar menitikan air matanya. Entah karena debu jalanan atau angin dari udara kota yang kotor, tapi matanya terasa sangat perih.
“Kamu yakin orang itu tahu sesuatu?” tanya Audry sambil menoleh pada kaca spion kiri, menatap Kevin yang masih saja melamun. Dia mengembuskan napasnya pelan, lalu menurunkan kecepatan motornya dan menepi.
Menyadari kendaraan yang dinaikinya
Percakapan mereka terhenti saat seseorang mendorong pintu kaca, membuat semua menoleh ke arah pintu dan mendapati seseorang berdiri di sana. Kevin mengernyit heran saat orang itu masuk.“Kirain kafenya tutup,” ucap orang itu sambil mendekat, lalu berdiri di depan mereka berempat. Orang itu adalah pelanggan yang datang sepulang kerja dan ingin menikmati minuman di kafe Steven.“Kafenya buka, Kak. Silakan pilih meja yang mana, pelayan kami akan menyiapkan semuanya,” balas Steven sambil menepuk tangannya satu kali, membuat seorang pelayan datang menyerahkan menu ke orang itu.Rendi, lelaki vokalis itu berdeham, membuat semua orang kembali menoleh kepadanya. “Jadi, kita bisa lanjut soal Henry?” tanyanya.“Bawa kami ke sana sekarang,” kata Steven, lalu berdiri dari duduknya untuk mendatangi salah satu pelayan dan memberitahukan sesuatu soal penjagaan kafe selama dirinya tidak ada.Audry dan Kevin ikut berd
Kepergian Kevin membuat semua orang yang ada di mobil itu terdiam. Mereka sama-sama kaget dengan reaksi Kevin setelah Henry mengatakan putus kepadanya. Sementara itu, Audry yang masih penasaran terus mendesak Henry untuk menjawab.“Itu karena gue bener-bener butuh duit. Sebenarnya hidup gue berantakan. Hutang gue di mana-mana. Selama ini gue cuma bisa lari dan minta waktu sama mereka, tapi belakangan ini penagih hutang itu enggak memberi gue kesempatan lagi.”“Buat apa lo ngutang ke mana-mana, Bro?” tanya Rendi, dia penasaran dengan kehidupan Henry yang baru saja diketahuinya itu. Dia mengira selama ini Henry baik-baik saja dengan kehidupannya.Untuk ukuran anak yang berbakat macam Henry, akan mudah menjalani hidup dengan semua kemampuannya, apalagi menjadi seorang pelatih karate di pusat pelatihan besar. Namun, semua perkiraan itu tidak membuktikan apa pun. Faktanya, Henry hidup sengsara.“Gue kena tipu. Selama ini,
Kevin baru saja turun dari mobilnya ketika tiba-tiba seorang anak lelaki mencengkram ujung kemeja kuningnya dengan kencang, membuatnya terkejut dan nyaris memarahi anak itu. Namun, ketika dia akan melakukannya, kedua matanya terhenti pada sosok lelaki yang sekarang berdiri di ujung jalan.“Om, Om, kata Ayah, Om teman sekolahnya Ayah dulu, ya?” tanya anak lelaki berumur lima tahun itu sambil menarik ujung kemeja Kevin terus-menerus. Kevin yang tadinya kesal menjadi melunak dan berjongkok di hadapannya.“Emang begitu, Dek? Siapa yang bilang kalau Om temen sekolahnya ayahmu?” tanya Kevin sambil mencubit pipi tembem anak itu dengan gemas.“Ayah. Tadi Ayah bilang, Om yang baru turun dari mobil kuning itu temannya. Apa emang bener?” balas si anak lelaki itu sambil menggaruk bawah dagunya karena bingung. Dia lalu menoleh pada mobil kuning di belakang Kevin dengan mata berbinar. “Itu Bumble Bee, kan, Om?”Kevin terb
Bandung adalah kota yang dingin dan asri. Dengan udara yang dingin dan menyejukkan seperti itu, membuat beberapa orang lebih memilih melakukan aktivitas agar merasa hangat. Namun, tidak untuk beberapa anak kelas dua belas yang sedang dalam mata pelajaran renang. Mereka rela telanjang dada dan hanya mengenakan celana dalam renang ketat yang membentuk jelas alat vital. Kevin, lelaki bermata empat dengan warna cokelat madu, tengah mengendap-endap di balik ruang bilas kolam renang. Lehernya yang panjang menampilkan tonjolan jakun yang terus naik-turun seiring ludahnya yang meluncur dengan cepat. Napasnya berderu kencang saat dia merasakan panas di pembuluh darah yang mengaliri jemarinya. Angin yang berembus kencang mengenai rambut hitam belah duanya, tidak cukup membuat dirinya tenang dan nyaman. Dia sengaja membolos hanya untuk datang ke area kolam renang di saat jam pelajarannya masih berlangsung. Sejak pagi, otaknya terus saja memikirkan tentang senior-senior tampan yang sedang telanj
Kevin baru saja akan memunguti pecahan gelas di hadapannya, saat tiba-tiba dia terhenti karena kedatangan seseorang bersepatu hitam polos. Sosok itu berdiri tepat di hadapannya sambil berkacak pinggang. Kevin yang merasa bersalah, lalu mendongak dengan perlahan. Rasa bersalah menggerogoti dirinya begitu saja.“Bagus. Lo pecahin gelas-gelas di kafe gue,” kata si lelaki sambil menurunkan kedua tangannya dari pinggang, lalu melipatnya di dada dengan tatapan sinis. Kevin meneguk ludahnya sekencang dia bisa sambil berusaha untuk tenang. “Dan, sekarang apa lo bakal tanggung jawab?” tanyanya. Ada senyum mengejek yang timbul di bibir merah tipisnya.Gawat! Masalah lagi, batin Kevin sambil mencoba berdiri di hadapan lelaki itu. Dia sedikit mendongak karena perbedaan tinggi tubuh di antara keduanya.“Maafkan saya,” ucap Kevin, kemudian dia menunduk. Sekarang, Kevin tidak berani menatap mata hitam arang lelaki itu. “Saya a
Dua hari sudah berlalu sejak ayah Kevin memberitahu soal sekolah futsal kepadanya. Setelah hari itu, Kevin jadi banyak melamun. Bukan hanya karena beasiswa yang ditawarkan sahabat ayahnya itu, tapi juga karena ketidakjelasan orientasi seksualnya. Ternyata, ketidaksukaanya pada bidang olahraga ada kaitannya dengan rasa suka kepada sejenisnya. Itu yang dia asumsikan beberapa hari ini.Kevin merasa, kecenderungan suka pada sesamanya, membuat dia menjadi lelaki yang tidak wajar. Dia menjadi lebih banyak diam, tidak senang bergaul dengan teman lelakinya dan menjauhi hal-hal yang membuatnya berkeringat. Mungkin memang wajar jika ada segelintir lelaki yang tidak suka main futsal. Namun, tidak banyak lelaki yang tidak menyukai olahraga.Siang ini, dia sedang duduk di depan perpustakaan sambil membaca buku yang dia beli di toko buku beberapa waktu lalu. Jaket kuning kedodorannya tampak cerah di bawah cahaya matahari yang merambat melalui celah daun pohon mangga. Kevin anteng me
“Anak kurang ajar! Enggak tahu terima kasih!” Galang menyeret Kevin ke kamarnya, lalu mendorongnya kencang hingga tubuh Kevin terjerembab di dekat ranjang. Kacamatanya jatuh, tapi tidak sampai pecah.“Ayah enggak pernah denger apa yang saya mau. Tapi, Ayah mau saya denger apa yang Ayah mau. Itu enggak adil!” ucap Kevin dengan nada tinggi. Dia tidak sadar sudah membentak ayahnya sendiri karena sudah kesal dengan sikap ayahnya yang selalu saja mengaturnya.“Tutup mulutmu!” Galang mondar-mandir di pintu masuk, sesekali mengurut batang hidungnya sambil tangan satunya ditaruh di pinggangnya. “Kamu jadi cowok terlalu lembek. Masa maen futsal aja enggak bisa? Kamu udah nolak kesempatan dan bikin malu. Jangan malu-maluin Ayah begitu. Mau ditaruh di mana muka Ayah?” tanyanya.Kevin menarik napas dalam-dalam. Ada rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya saat Galang mengatainya ‘cowok lembek’. Dia memang sadar d
Kevin datang sendiri ke tempat pelatihan di hari pertamanya. Awalnya Galang ingin menemaninya, tapi dia masih harus ke luar kota untuk mengurusi sesuatu. Jadi, sore ini setelah pulang sekolah, dia melakukan latihan pertamanya sendirian.“Makin banyak aja cowok ganteng di sini,” ucap Kevin sambil berjalan di koridor. Tempat latihan itu berupa gedung olahraga serbaguna. Kevin mengendap-endap di balik pilar hijau sepanjang koridor sambil melihat satu-dua lelaki sepulang dari ruang latihan.Di sisi kanan koridor terdapat lapangan hijau yang luas, di sana terdapat banyak anak yang sedang latihan. Mungkin karena terlalu banyak murid, jadi mereka latihan di luar ruangan. Itu yang Kevin pikirkan saat pertama kali melihatnya.Dia tersentak saat melihat pemandangan yang tidak disangka-sangka di depannya. Darah di tubuhnya kembali memanas saat melihat laki-laki yang datang melewatinya hanya mengenakan celana boxer tanpa pakaian, menampilkan tubuh indah penuh ot