Share

Part 2. Mencari Calon Pengganti

“Di kamar 503, saya baru saja memecahkan lampu tidur. Ambil ini sebagai tanggung jawab saja dan ganti rugi.” Violet meletakkan satu bundel uang pecahan seratus ribu di atas meja resepsionis sebelum dia pergi. Tak memberi kesempatan kepada petugas resepsionis untuk menjawab ucapannya. Violet tidak memiliki banyak waktu berdiam diri di sana. Bahkan dia tak menghiraukan Raya. 

Kini dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Tidak peduli jika barangkali dia akan mendapatkan sumpah serapah dari pengguna jalan lainnya. Yang terpenting baginya adalah dia harus segera sampai di kantor dan mengatakan semua ini kepada ayahnya. Violet adalah putri satu-satunya dan tentu kesayangan keluarganya. Entah bagaimana reaksi ayahnya saat tahu Evan mengkhianati Violet. 

Sedikit berlari untuk masuk ke dalam gedung kantor, Violet mengabaikan siapa pun yang menyapanya. Raut wajahnya lebih dingin dari biasa. Perasaan kalut yang ditutupi rapat di dalam hatinya seolah membakar jiwa dan pikiran. 

“Bapak sedang ada pertemuan, Bu.” Violet yang baru saja sampai di ruangan sekretaris ayahnya sudah dihadang oleh informasi yang menjengkelkan. 

“Abang tidak ikut?” tanyanya. 

“Bapak memerintahkan saya untuk mengerjakan yang lain.”

“Masih lama?”

“Saya tidak bisa memastikan.” Kesabaran Violet sedang dipertaruhkan. Di saat dia membutuhkan ayahnya segera, tapi beliau tak bisa ditemui cepat. 

“Baiklah!” Violet segera berbalik dan pergi meninggalkan ruangan sekretaris ayahnya. Pergi ke ruangan pribadinya dan berdiam diri di sana tanpa melakukan apa pun. Hatinya sedang hancur. Tapi dia bukan tipe perempuan yang akan menangis meraung untuk menunjukkan betapa hancur perasaannya. 

Waktu seolah berjalan lambat dari biasanya. Violet mencoba untuk tetap tenang meskipun bayangan masa lalu seolah mengeroyoknya. Bagaimana Evan memperlakukan dirinya begitu baik seolah tidak ada perempuan lain yang sanggup menggantikan posisi Violet di dalam hatinya. Tapi ternyata semua itu hanya sebuah kamuflase. Kebaikan Evan hanyalah kebohongan. Hari ini semua terungkap dengan mata kepalanya sendiri. 

“Apa yang terjadi, Violet? Vier mengatakan kamu mencari Papa siang tadi.” Malam sudah berkuasa menenggelamkan siang. Violet dan kedua orang tuanya sudah berkumpul di ruang keluarga selepas makan malam. 

“Evan selingkuh,” ucap Violet tanpa basa-basi, “aku memergokinya tadi siang di kamar hotel.” Berat sebenarnya mengungkapkan kebenaran, tapi tidak ada yang perlu disembunyikan. Keburukan Evan harus dibeberkan meskipun hanya kepada orang tuanya. Dada Violet semakin sesak hanya karena mengingat bagaimana dulu ayahnya pernah menolak Evan untuk menjadi kekasih Violet. Tapi dengan gigihnya Violet meyakinkan ayahnya jika Evan benar-benar lelaki baik. 

“Aku minta maaf, Pa, Ma. Aku dulu kukuh untuk membawa Evan masuk ke dalam keluarga kita,” sesalnya. Violet dulu bukannya tidak peduli dengan ucapan ayahnya, tapi dia merasa benar-benar tidak bisa meninggalkan Evan, lelaki yang begitu dicintainya dan sudah memberikan banyak cinta untuknya. 

Kedua orang tua Violet hanya sanggup diam seolah masih mengartikan maksud dari kalimat yang terlontar dari bibir putrinya. 

“Tapi kalian tiga hari lagi akan menikah.” Ibu Violet akhirnya lebih dulu bersuara setelah beberapa saat terlihat membeku. Kekhawatiran menggantung pada tatapan perempuan paruh baya tersebut. “Mama siang tadi baru saja melihat persiapannya. Dekorasi gedung hampir selesai dan finishing. Lalu bagaimana….” Ibu Violet tak lagi bisa melanjutkan ucapannya. 

“Aku tetap akan menikah tiga hari lagi. Tapi tidak dengan Evan,” tegas Violet. “Itulah sebabnya aku mencari Papa siang tadi. Papa, aku membutuhkan pengganti Evan untuk pernikahanku nanti.” Rizal Bimantara – ayah Violet – terkejut mendengar ucapan putrinya. 

“Violet, kamu bercanda, ‘kan?” 

“Aku serius, Papa.” Tak tampak keraguan pada tatapan Violet. “Akan sangat memalukan ketika kita menggagalkan pernikahan di detik-detik terakhir seperti ini.” Violet tidak sudi dipermalukan. “Kita akan memutus hubungan dengan Evan dan keluarganya besok, tapi pernikahan tidak boleh gagal.” Tatapan Violet berapi-api penuh dengan kesungguhan. Menunjukkan kepada  orang tuanya jika keputusannya mutlak dan harus terjadi. 

“Tapi ini tentang kebahagiaanmu, Violet.” Ibu Violet kembali bersuara. “Menikah dengan calon pengganti itu sangat tidak masuk akal. Lebih baik kita kehilangan semuanya daripada kamu kehilangan kebahagiaanmu.”

“Mama, aku bahkan tidak tahu bisa bahagia atau tidak setelah melihat Evan berpaling dengan cara seperti ini. Sekarang, menikah dengan siapa pun akan sama saja bagiku. Ini hanya untuk formalitas. Hanya enam bulan. Setelah itu aku akan memberikan kebebasan kepada lelaki itu.”

“Apa maksud kamu?” Rizal Bimantara kini memicingkan matanya mendengar ucapan putrinya yang terdengar ambigu.

“Aku akan menceraikannya setelah enam bulan. Untuk kali ini aku hanya perlu meminjam lelaki itu agar dia bisa menyelamatkanku. Tidak lebih.”

“Violet!” Raut wajah ayah Violet sudah merah padam mendengar ucapan putrinya yang sudah ngalor-ngidul tak karuan. Lelaki itu memijat kepalanya karena tiba-tiba saja kepalanya terasa berdenyut sakit. Mungkin di dalam benaknya bertanya, bagaimana bisa putrinya memiliki pikiran sampai sejauh itu. 

“Kalau kita membatalkan pernikahan, keluarga kita akan malu, Pa. Dan aku nggak mau mendapatkan cibiran itu di kemudian hari.” Violet ngotot. “Violet mohon agar Mama dan Papa bisa mengabulkan permintaan Violet. Siapa saja lelaki yang Papa pilih untuk mengganti Evan, Violet akan menerimanya tanpa negosiasi.”

Ruang keluarga itu kini terasa semakin dingin sehingga membekukan suasana. Tidak ada lagi yang sanggup berbicara untuk menjawab keras kepala Violet. Rizal pastilah tahu jika putrinya akan tetap melakukan semua itu meskipun dia menolaknya mati-matian. 

“Baiklah,” putus ayah Violet setelah itu. “Ayah akan memikirkan siapa orang yang bisa membantu kita.” Anggukan Violet terlihat, tapi ibu Violet justru menolak. 

“Tidak. Mama tidak setuju,” tolak ibu Violet, “kamu hanya akan membuat hatimu sakit Violet. Lebih baik acara itu batal daripada harus mengorbankan dirimu sendiri.” 

“Kita urus itu nanti, Ma. Itu bukan poin pentingnya.” Violet terlihat tak bisa diajak kompromi oleh siapapun untuk saat ini. Karena yang terpenting baginya adalah mencapai tujuannya terlebih dulu. Tak peduli apa, dia harus mampu membuktikan kepada Evan, jika lelaki itu tidak akan sanggup membuat dirinya kalah hanya karena diselingkuhi. 

Ibu Violet terdiam. Pun, dengan ayahnya. Mereka sedang kalut dan dirundung masalah yang begitu menyakitkan. Yang menjadi keberuntungannya adalah tidak ada dari mereka yang menangis meskipun rasa sakit di hati mereka sangat luar biasa. Untuk beberapa waktu hanya diam, ayah Violet akhirnya bersuara kembali.

“Bagaimana dengan Vier? Papa belum bisa menemukan lelaki baik selain lelaki itu di dalam pikiran Papa.” Segera, bayangan Violet tentang Vier tercetak dengan jelas di kepalanya. Yang dikatakan oleh ayahnya memang benar. Vier adalah orang kepercayaan Rizal Bimantara sejak sepuluh tahun yang lalu. Tapi yang Violet ketahui, Vier memiliki kekasih dan hubungan mereka sudah cukup lama.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status