Share

Part 3. Pembatalan Pernikahan

Malam itu juga, Rizal meminta Vier untuk datang ke rumahnya. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Semuanya harus diselesaikan segera. Mengambil keputusan seperti ini memang tidak mudah, tapi mereka harus tetap melakukannya. Ini demi nama baik keluarga, begitulah yang dikatakan oleh Violet. 

Menunggu hampir dua jam ketika Vier pada akhirnya datang. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah cukup malam untuk membahas masalah pekerjaan jika itu yang dipikirkan oleh Vier. Tapi, Vier tetap harus datang karena itu panggilan dari bosnya. 

“Menikahlah dengan Violet.” Lima menit setelah duduk di sofa ruang keluarga Rizal, Vier segera mendapatkan tembakan kalimat yang membuatnya sulit percaya dengan pendengarannya. Ini bukan tentang kalimat tersebut yang susah untuk dipahami. Tapi ini tentang situasi yang tak bisa diprediksi. Siang tadi, Vier masih menjadi lelaki dengan status sekretaris, asisten pribadi, atau apa pun itu sebutannya untuk seorang Rizal Bimantara. Lalu sekarang, secara tiba-tiba, bosnya memintanya untuk menikah dengan putri satu-satunya. Apakah semesta sedang mempermainkannya? 

Vier tak bisa segera menjawab. Kebingungan merayap di dalam hatinya. Yang Vier yakini adalah pasti ada alasan di balik keputusan yang dibuat oleh Rizal Bimantara. Pasalnya, dia tahu bagaimana hubungan Violet dengan kekasihnya. 

“Situasinya sangat mendesak, Vier. Saya tidak tahu siapa yang bisa membantu kami menghadapi semua ini. Evan tidak bisa dipercaya, tapi pernikahan harus tetap berjalan karena undangan sudah disebar dan akan dilakukan tiga hari lagi.” Rizal tidak mengatakan secara spesifik apa yang dilakukan oleh Evan karena itu adalah urusan keluarga mereka. “Kecuali meminta pertolongan kepadamu,” lanjut ayah Violet lagi. 

“Saya sudah punya kekasih, Pak. Saya akan menyakitinya kalau sampai saya menikah dengan orang lain.” Vier tak ingin terjebak. Hubungannya dengan perempuan itu sudah sangat lama sekali. Mungkin sepuluh atau sebelas tahun. Vier tidak begitu menghitungnya. 

“Hanya enam bulan.” Kini Violet yang bersuara. “Setelah itu, kita akan bercerai dan kamu bisa menikahinya.” Raut wajah Vier terlihat tak suka mendengar ucapan Violet yang terdengar meremehkan. “Saya tidak akan menuntut apa pun ke kamu. Ini hanya sebuah formalitas,” tegas Violet dengan suara yang cukup dingin. 

Vier merasa, Violet lebih tidak bersahabat dibandingkan hari-hari sebelumnya. Kali ini tidak ada senyum sedikit pun yang tercetak di bibirnya. 

“Maafkan saya, Pak, Bu. Untuk kali ini, saya tidak bisa membantu.” Vier menjawab dengan tegas. Urusan pekerjaan, dia bisa menjalankan dengan benar, tapi jika sudah menyangkut masalah seperti ini, Vier tak bisa melakukannya. 

“Biarkan saya yang berbicara dengannya.” Violet mendesak. “Saya yang akan memberikan pengertian kepadanya.”

“Saya sungguh tidak bisa, Bu,” putus Vier. 

“Jadi kamu memilih kehilangan semuanya?” Violet sedikit mengancam. Selama ini, apa pun yang diinginkan selalu didapatkan. Kali ini pun sama. Vier harus menerima permintaannya bagaimanapun caranya. 

“Apa maksud, Ibu? Ibu mengancam saya?” Tatapan Vier beradu dengan tatapan Violet. Tidak ada keraguan yang ditunjukkan oleh Violet. Perempuan itu seolah ingin menghancurkan Vier sampai menjadi debu jika lelaki itu tetap menolak. 

“Pikirkan saja dulu. Saya membutuhkan jawaban ‘iya’ esok hari. Tapi kalau tidak, bersiaplah untuk sesuatu yang buruk.” Violet berdiri dari sofa yang diduduki untuk pergi dari ruangan keluarga. “Aku ke kamar dulu,” lanjutnya dengan suara yang sangat dingin dan tidak bersahabat. Meninggalkan orang-orang yang sedang kebingungan karena masalah yang timbul secara tiba-tiba dan memporak-porandakkan semuanya.

Kepergian Violet membuat Rizal memijat pelipisnya dengan pelan. Kepalanya tiba-tiba saja berdenyut sakit. Violet benar-benar tak bisa dilarang. Padahal, Rizal bahkan tidak masalah jika pernikahan putrinya batal. Orang di luar sana mungkin hanya akan menggunjingnya sebentar kemudian akan melupakannya setelahnya. Sayangnya, Violet memiliki pemikirannya sendiri. Dia tak ingin harga dirinya digores oleh sebuah kegagalan menyedihkan seperti itu. 

Selepas subuh, ketukan di kamar Violet terdengar. Saat pintu kamar itu dibuka, ayah dan ibunya muncul. Mengatakan kepada Violet jika Vier pada akhirnya akan membantunya. Kelegaan tak bisa dihindari. Ini adalah jawaban yang diinginkan. Lalu, saat dia sudah berada di kantor, pembicaraan dengan Vier dilakukan. 

“Terima kasih sebelumnya,” ucap Violet. “Abang sudah bersedia menikah dengan saya.” Vier tidak menjawab. Terlihat jelas di mata lelaki itu jika dia sangat keberatan dengan permintaan bosnya tersebut. Tapi apalah daya, Rizal Bimantara terus mendesaknya sampai akhir. 

“Saya berharap, saya tidak akan terlibat masalah dengan kekasih Ibu di masa mendatang. Saya kali ini benar-benar membantu dengan mengorbankan hati banyak orang.” Vier akhirnya bersuara. “Hubungan kita akan berakhir setelah enam bulan. Kita akan membuat perjanjian hitam di atas putih.” Seolah tidak ingin rugi dalam hal apa pun, Vier mengatakan itu dengan tegas. 

“Tentu saja. Masalah saya adalah masalah saya. Saya tidak akan melibatkan Abang dalam hal itu.”

“Tapi meskipun tidak secara langsung, masalah ini tetap akan menyeret saya,” peringat Vier.

“Saya yang akan melindungi Abang. Tak perlu khawatir tentang itu.” Violet tak kalah tegasnya. Memberikan keyakinan penuh kepada Vier jika dia hanya perlu menikahinya. Selebihnya, akan menjadi urusan Violet. Maka perjanjian hitam di atas putih disepakati dan Vier tidak bisa mundur lagi. 

Masalah pengganti calon suami telah selesai dan sekarang tinggal mengurus Evan dan keluarganya. 

Saat malam tiba, Violet dan kedua orang tuanya datang ke rumah keluarga Evan untuk membatalkan pernikahan. Setelah kejadian siang itu, Evan bahkan sama sekali tak memiliki itikad baik dengan datang menemui Violet untuk meminta maaf. Bagi Violet, itu lebih baik karena dia akan lebih mudah menyingkirkan Evan dari hidupnya. 

Ketika Violet bersama kedua orang tuanya datang ke rumah Evan, Evan terlihat sangat terkejut. Raut wajahnya sangat ketakutan meskipun berusaha disembunyikan. Senyum yang biasanya selalu Violet berikan kepada lelaki itu hilang entah ke mana. Perempuan itu seperti bongkahan es yang dingin dan tak tersentuh. 

“Kami datang ke rumah Bapak dan Ibu untuk membatalkan pernikahan anak-anak kita.” Rizal berucap langsung tanpa basa-basi. 

Raut terkejut muncul di wajah Evan dan kedua orang tuanya. “Pak Rizal, ada apa ini? kenapa tiba-tiba membatalkan pernikahan? Mereka akan menikah sebentar lagi.” Ayah Evan yang menanggapi lebih dulu. Tampak tak terima dengan keputusan sepihak yang dilakukan oleh besannya.

“Violet memergoki Evan bersama dengan seorang perempuan di kamar hotel.” Rizal dengan gamblang menjawab. “Saya rasa, itu adalah alasan yang cukup untuk membatalkan perrnikahan mereka.” 

Evan meneguk ludahnya dengan susah payah ketika Rizal sendiri yang mengungkap semuanya di depan orang tuanya. Violet sejak tadi belum berbicara sepatah kata pun. Gadis itu seolah menunggu di waktu yang pas untuk mengeluarkan ultimatumnya. Dan itu cukup membuat Evan pucat pasi tak karuan. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status