Share

El dan Kuda Hitam

Rafael pernah dimarahi oleh Daddynya karena ingin pindah rumah. Namun kali ini dia akan membawa Ayah mertuanya dalam masalah ini karena dia yakin Thomas akan berpihak padanya.

"Kau boleh pindah tetapi jangan bawa Serena dari rumah!" geram Gabriel sembari menatap Rafael dengan marah. Dia batal ke Paris hanya karena masalah ini.

Gabriel sangat takut Rafael membawa kabur Serena. Sebenarnya itu fine-fine saja, toh Serena adalah istri dari putranya ini. Namun, Gabriel takut jika Rafael tak bisa menjaga Serena dengan baik. Rafael lebih bastard darinya dan Gabriel mengkhawatirkan itu.

"Daddy, ayolah. Aku dan Serena hanya ingin hidup mandiri, tanpa pengawasan kalian." Rafael berucap lelah. "Rasanya aku hanya menikahi nama Serena saja. Untuk sepenuhnya menjadi suaminya aku tidak bisa. Itu karena kalian!" desis Rafael setengah marah dan frustasi.

"Kau ini brengsek!" Gabriel berucap sarkas.

"See? Bahkan Daddy tidak percaya padaku. Jadi kenapa Daddy dan Papa mengotot menjodohkan ku dengan Serena jika kami tidak boleh punya hidup sendiri?"

"Kau mau kubunuh, hah?!" Gabriel menggeram marah, maniknya menggelap dan menyorot tajam ke arah Rafael. Dia tidak main-main mengenai keluarganya! Serena bukan hanya menantunya, tetapi dia juga putri dari sahabat Gabriel.

"Tenang, Geb." Thomas menahan tubuh Gabriel yang bersiap-siap akan menghajar putranya sendiri. "Tenangkan dirimu," tambahnya setelah berhasil mendudukkan Gabriel kembali ke sopa.

"Tuan Gabriel, kurasa El benar. Dia dan Serena berhak punya kehidupan sendiri tanpa campur tangan kita." Setelah melihat tuannya lebih tenang, Thomas mengutarakan pendapatnya sendiri.

"Kau-- sialan!" Gabriel mengumpat karena kesal. Thomas terhasut omongan Rafael. "Pindah rumah hanya akal-akalannya saja supaya dia bisa semena-mena pada Serena. Apa kau membiarkan putrimu sendiri menderita karena ulah brengseknya?!" Gabriel menggeram rendah dengan menatap tajam ke arah Thomas.

"Jangan terhasut oleh anak setan it --" Gabriel langsung menghentikan ucapannya. Dia memegang kening lalu mengusap wajah dengan frustasi dan tertekan. Shit! Dia salah bicara. "Maksudku dengan anak nakal ini," ralat Gabriel sembari melirik sinis ke arah Rafael yang diam-diam tersenyum tipis dan gelik. 

Cih. Jika dia anak setan berati Daddynya …? Daddynya setan itu!!

Thomas juga diam-diam terkekeh pelan. Namun ketika Gabriel menatapnya, dia langsung memasang wajah serius dan datar.

"Maksudku kita sebagai orang tua mereka … hanya bisa menasehati dan mengarahkan. Kita jangan terlalu jauh dengan mencampuri urusan rumah tangga mereka, Tuan. Itu sama saja kita tidak percaya pada mereka."

"Aku memang tidak percaya padanya." Gabriel bergumam pelan, menatap Rafael masih sinis dan penuh dendam kusumat.

"Biar El dan Serena hidup bersama, Tuan. Dengan begitu mereka bisa belajar memahami kehidupan dan bisa menyelesaikan masalah masing-masing. Jika kita terus ikut campur, sampai tua pun merasa tidak akan bisa saling memahami hati pasangan masing-masing."

Gabriel berdecak kesal. "Cik."

Sedangkan Rafael sudah terlihat senang dan bahagia di tempat duduknya. Ini tanda-tanda kemenangan untuknya!

"Kulihat mereka sedikit ada masalah. Serena seperti kurang suka berdekatan dengan Rafael, dan sebaliknya Rafael terlalu menempel pada Serena."

"Cik, baiklah." Gabriel berucap setengah kesal. "Mereka boleh tinggal bersama. Hanya satu tahun saja dan sampai Serena hamil. Setelah itu mereka pulang."

"Apa-apaan Daddy?!" Rafael melogo horor.

"Anggap saja satu tahun kalian belajar saling mengenal. Yah … walau sejak kecil kalian sudah saling mengenal." Gabriel berucap malas. "Kau tidak boleh meninggalkan Mansion, Abang El. Sangat tidak boleh!" dingin Gabriel dengan nada rendah, tanpa menoleh ke arah Rafael dan hanya menatap sebuah berkas di depannya.

"Dad …-"

"Sudah, El." Thomas merelai. "Syukuri saja, Nak. Daripada tidak sama sekali. Lagipula Papa rasa satu tahun itu sudah lebih baik daripada hanya satu bulan."

Rafael menampilkan air muka dongkol. "Jika besok Serena tiba-tiba hamil, bagaimana?" tekan Rafael.

Daddynya bilang maksimal satu tahun dan jika Serena hamil, mereka balik lagi ke mansion. Cih, itu syarat apa?! Menyebalkan!

"Kepalamu akan ku penggal." Gabriel berucap dingin dan berdesis, menatap  Rafael dengan mata elang yang siap mencabik-cabik.

"Apalagi salahku sekarang!" dengkus Rafael, benar-benar dongkol dan jengkel kepada Daddy. Kenapa malah sekarang kepalanya yang dipenggal?!

"Salahmu apa? Menantuku tiba-tiba besok hamil, sedangkan kalian saja menikah baru tiga hari. Itu tidak masuk diakal, kecuali …-" Suara Gabriel sangat pelan dan rendah, namun terkesan dingin juga sangat mengerikan.

Thomas sampai mengusap tengkuk karena merinding. Sedangkan Rafael sudah terbatuk-batuk sendiri dengan wajah pucat pias dan jantung yang sudah berdebar kencang sendiri.

Ini namanya bunuh diri dengan cara efik -- jangan sampai dia mati dikandang musuh. Sialan! Dia salah bicara, dan jika sampai Daddynya curiga …--

Minimal Rafael masuk rumah sakit bintang lima dan maksimal Serena menjanda. Paling mengerikannya ….

'El, harusnya kau tidak mati agar bisa menyaksikan pernikahanku dengan Serena.' bayang-bayang Maxim mengusap batu nisan bertuliskan nama Rafael, seketika muncul dan memenuhi kepala Rafael.

Rafael menggelengkan kepala dengan panik, dia langsung berdiri dan menatap campur aduk pada Daddynya. "Hanya perumpamaan, Dad. Dasar, Daddy sick!" Setelah menjadi anak paling berbakti dengan mengumpati Daddynya sendiri, Rafael buru-buru kabur dari sana.

Masalahnya dia bukan kucing yang punya sembilan nyawa!

"Anak kurang ajar. Beban keluarga!" maki Gabriel, melepas pantofel-nya lalu melemparnya ke arah Rafael -- membuat Rafael berlari terbirit-birit dari dari ruangan Daddynya yang ada di mansion. 

"Sangat persis denganmu, Geb," kekeh Thomas yang merasa geli melihat kelakuan Rafael dan Gabriel. Itu mengingatkan Thomas sewaktu dulu -- ketika Ayah dari tuannya ini masih hidup, dan Gabriel sering menjahili Daddynya.

Hanya Gabriel yang berani pada Daddynya. Sama seperti sekarang! Hanya Rafael yang berani pada Gabriel.

***

"Kau pulang dengan siapa, Rena?" tanya Maxim yang kebetulan berjalan beriringan dengan Serena.

Serena menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Kak Max." Serena menunduk sejenak, menghilangkan air muka murungnya karena Rafale meninggalkannya.

Tadi dia melihat -- sekitar jam dua siang -- Rafael pergi dengan Jenner dan sampai sekarang Rafael tidak kembali ke kantor. Bahkan untuk pekerjaannya, pria itu alihkan pada Maxim.

Sebenarnya … Serena dan Maxim sangat menyedihkan. Katakanlah orang yang mereka suka sedang berselingkuh terang-terangan di depan mata mereka sendiri.

"Rafael pasti akan menjemputmu." Maxim tersenyum tipis, sengaja untuk  meyakinkan Serena yang terlihat murung. 

"Cih." Serena berdecis pelan. "Tanpa dia jemput, aku juga bisa pulang sendiri, Kak. Ya kali jaman sekarang perempuan masih bergantung dan sedikit-sedikit mengandalkan pasangan?! Aku bisa melakukan apapun tanpa dia. Lagian dia tidak cocok disebut pasangan. Dia bangke!" kesal Serena pada akhir kalimat. Dan sangking kesalnya, tanpa sadar dia meninju udara -- mengkhayalkan jika yang dia pukul itu adalah wajah bastard Rafael.

Maxim terkekeh geli, lucu melihat tingkah Serena. "Tanpa sadar kau sedang menunjukkan sisi cemburumu, Serena. Lucu," ucapnya sembari mengacak pucuk kepala Serena.

"Haiis!" Serena menepis tangan Maxim dari atas kepalanya. "Siapa yang cemburu?! Aku hanya bilang jika aku tidak butuh dia. Rafael itu hanya suami pajangan doang di aku."

Brumm'

Ketika sudah di depan perusahaan, mobil mewah berwarna hitam terlihat melaju ke arah Serena dan Maxim.

"Itu-- suami pajanganmu sudah datang dengan kuda hitamnya, Rena," kekeh Maxim dengan nada bercanda.

Betul sekali! Itu mobil Rafael dan pria itu berhenti tepat di depan Serena serta Maxim.

Cak'

Suara pintu mobil dibuka terdengar, tak lama seseorang keluar dari dalam mobil --  keluar dengan sandal kulit berwarna hitam mengkilat, lalu dengan pakaian santai serta celana …- untung celana panjang.

Jika tidak …-- astaga! Serena rasanya ingin salto!

'Ini tujuannya mau tebar pesona pasti. Emang bangke laki'ku ini. Pengen rasanya kujual online, AJG!' batin Serena yang sudah panas dingin melihat penampilan Rafael. 'Udah bolos kerja setengah hari, bisa-bisanya dia datang ke sini dengan pakaian santai.'

Dongkol? Tentu saja Serena dongkol. Rafael pergi dengan Jenner, dalam artian bolos kerja dan datang-datang malah tebar pesona begini. Ya, emang sih kantor ini punya Rafael dan bosnya juga Rafael. Tapi rasanya tak etis kali jika Rafael korupsi waktu trus pas orang-orang pada pulang dengan wajah kucel karena kelelahan kerja, Rafael malah muncul dengan wajah fresh dan ketampanan yang paripurna.

"Serena …." Seperti biasa, Rafael akan menyebut nama Serena dengan nada serak dan penuh penghayatan, sembari menyeringai tampan dan dengan berjalan cool ke arah istrinya itu.

Cup'

deg'

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Cecilia Arcal
penasaran dgn kelanjutanya
goodnovel comment avatar
Nini
penasaran juga nih
goodnovel comment avatar
Nini
seru juga nih ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status