Share

BAB 7 Kejutan Ibu Tiri

Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.

Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.

Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!

“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.

Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”

Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.

Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.

Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.

“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.

“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.

Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah keluarganya. Baginya akan sangat beresiko untuk menampilkan siapa anggota keluarga yang sesungguhnya.

“Apa orang tuamu sudah meninggal?”

Noah terlihat enggan memberikan jawaban. “Mereka tidak punya ongkos untuk ke mari. Dan kupikir ini hanyalah pernikahan untuk menyelamatkan Nona dari Tuan Eros. Jadi… mungkin sebaiknya mereka tidak perlu hadir.”

Ah, betul sekali. Keluarga Noah tentu tak jauh beda status ekonomi dari sopirnya itu, batin Aliesha.

“Terserah jika itu yang terbaik menurutmu.” Seru Aliesha yang sebenarnya tak peduli pada apa yang sudah terjadi.

Dia hanya sekedar basa-basi. Sesekali diamatinya tangan Noah yang menyembunyikan ponselnya ke saku lagi.

“Ngomong-ngomong, Tuan tadi menyuruhku untuk ke ruangan kerjanya. Tapi sepertinya di sana tidak ada siapa-siapa.” Noah menutup-nutupi kejadian yang baru saja dia saksikan.

Dia sengaja mengalihkan pembicaraan.

Aliesha tak sempat menyaksikan Eros dan ibu tirinya sedang beradu kekuatan di dalam sana tadi. Bagi Noah, ini bukan saat yang tepat untuk membuka kartu di depan semua orang.

“Benarkah? Ada apa memangnya? Bukankah Ayahku masih sibuk menjamu tamu-tamu keluarga untuk pesta di luar bersama ibu tiriku?”

Ibu tirimu sedang bermanja bersama Eros, Nona. Ungkapan itu hanya disimpan Noah dalam hati.

Dia berdehem dan batuk sebentar. “Ehm, ehm. Mungkin saja Tuan memerlukan aku untuk membantunya. Sebaiknya Nona cepatlah kembali ke kamar… aku akan menyusulmu nanti. Pergilah sekarang!”

Noah segera kabur dan tak ingin berlama-lama berbincang bersama wanita yang kini sudah menjadi istri sahnya itu.

Tingkahnya semakin aneh saja. Sejak kapan Noah berani menyuruhnya untuk stay di kamar dan tak berkeliaran di rumahnya sendiri?

**

Dengan langkah yang dipercepat, Noah akhirnya bertemu dengan ayah Aliesha di dekat tempat makanan. Dia nampak memilah-milah cemilan yang akan dimasukkan ke atas piringnya.

“Tuan memanggil saya?” Noah sedikit membungkukkan badan.

Ketika pria tua itu sudah menjadi mertuanya, dia tetap saja berlaku seperti sopir dan majikan.

“Iya, aku sudah lama menunggumu.” Dia meletakkan piringnya sebentar di meja. Lalu merogoh kertas yang dia simpan di saku jasnya.

“Ini untuk kalian.” Gumamnya seraya menyerahkannya pada Noah. “Besok pagi, kalian berdua berangkatlah ke Pulau Gura-guri.”

Noah masih belum mengerti. Pulau Gura-guri? Di mana itu?

“Mengapa kami harus ke sana?” tanya Noah sambil melihat dua buah kertas yang rupanya adalah tiket penerbangan ke Bandara Gura-guri.

“Hah, dasar anak muda lugu. Aku memberi kalian tiket honeymoon agar bisa menikmati masa-masa pernikahan kalian.”

Bagaimana mungkin dirinya disuruh untuk melaksanakan honeymoon sementara Aliesha masih bersikap begitu dingin? Lagipula dia juga akan menjalankan misi untuk segera menguasai sertifikat keluarga Aliesha.

“Apa tidak bisa ditunda, Tuan?” Noah mencoba mengusulkan. “Nona Aliesha belum tahu soal ini, kan? Mungkin beri waktu dia beberapa hari untuk bersiap.”

“Ckckck… kenapa kamu mengaturku? Kalian hanya cukup datang ke bandara membawa barang yang kalian butuhkan. Seminggu kemudian kalian bisa pulang lagi ke sini atau ke manapun kalian mau.” Bentak ayah Aliesha pada Noah.

“Ba-baik, Tuan. Baik.”

“Cepat pergi ke kamar dan beri tahu istrimu. Besok sebelum subuh kalian harus berangkat ke bandara.” Ayah Aliesha mengambil lagi piringnya dan berlalu.

Tak lama kemudian sudah bergabung lagi bersenda gurau dengan sanak keluarganya.

Kini Noah harus mencari strategi baru. Apa yang harus dia lakukan?

Baginya menyampaikan perintah mertuanya bukan hal mudah kepada istrinya itu. Dia tahu dan hapal betul watak Aliesha yang keras kepala.

Sekembalinya di kamar, lampu temaram membuat kamar pengantinnya terasa syahdu. Ada desiran yang membangkitkan jiwanya sebagai seorang lelaki.

“Noah?”

Aliesha justru memperburuk keadaan dengan berganti baju mengenakan gaun tidur super pendeknya.

Halo Nona, aku ini laki-laki. Aku tidak bisa konsentrasi melihat bajumu sekarang! Jerit Noah dalam hatinya.

“Apa yang kamu bawa?” nada interogasi Aliesha membuat Noah terhenyak seketika.

Lamunannya sudah ke mana-mana jika bosnya tak bersuara.

“Oh ini?” dia pun menyerahkan dua tiket itu pada istrinya.

Aliesha membaca dengan seksama. “Pasti ini dari ayahku.”

“Betul, Nona. Itu adalah tiket untuk honeymoon kita berdua!” Statemen yang dia ucapkan hampir saja membuat Aliesha tertawa. Untunglah dia bisa menahan hal itu agar tak terjadi.

Honeymoon?

Apa-apaan ini? Apa yang ada di benak ayahnya setelah menikahkannya dengan sopir lalu tiba-tiba menyuruhnya honeymoon! Dan bodohnya, Noah mau-mau saja disuruh-suruh.

“Besok pagi?” Aliesha baru sadar setelah melihat jadwal keberangkatannya. “Mendadak sekali!”

“Iya, Nona. Kalau Nona keberatan, aku bisa sampaikan ke Tuan untuk ganti jadwal.”

Kebetulan aku juga masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan di rumah ini. Itu adalah isi hati Noah saat ini.

“Hmm…” Aliesha memikirkan ulang.

Selama ini tak pernah mengambil jatah cuti dari perusahaannya, meski dia seorang CEO. Mungkin ada baiknya jika dia sesekali menikmati waktu untuk liburan…

Noah berharap bosnya menolak untuk mengikuti rencana ayahnya. Come on!

“Ya, kalau misalkan tidak mau… tidak perlu dipaksakan.”

Semakin Noah mempengaruhinya untuk menolak, semakin dia penasaran dan justru ingin berlaku sebaliknya.

“Siapa bilang aku tidak mau? Aku tentu dengan senang hati mendapatkan kesempatan liburan ini. Anggap saja aku cuti selama sepekan depan!”

Noah hanya bisa pasrah mengikuti rencana istrinya sambil memikirkan bagaimana mengeksekusi misi selanjutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status