Keesokan paginya, kembali Diana berangkat ke kantor sendirian. Akibat kejadian mengerikan saat pulang kemarin, Diana sama sekali tak berani berbicara dengan Edwin. Dan suaminya sendiri pun nampak ketakutan saat melihatnya. Seperti Diana adalah hantu. Padahal disini Diana yang menjadi korban. "Aku tidak menyangka mas Edwin melakukan hal seperti itu," bisik Diana sedih ketika dirinya sedang berada di dalam lift yang melaju ke lantai 31. Diana menghela nafas lelah. Berusaha menghilangkan rasa kecewa yang berada di hatinya. Tidak pernah terpikirkan, Edwin yang semasa pacaran tidak pernah sekalipun membentaknya kini bahkan hampir saja membunuhnya. "Kak Diana, Selamat pagi!" Saat lift terbuka, Diana segera menemukan Kalyani dengan senyum lebar miliknya yang berjalan ke arahnya. "Selamat pagi, Kalya." balasnya disertai senyum tipis. Mereka berdua berjalan bersama menuju divisi mereka. Kalyani bercerita dengan semangat. Dan Diana mendengarkan dengan telaten serta sesekali membalas ucapa
Daripada fokus pada pekerjaan yang telah menumpuk di mejanya, Zerkin justru fokus pada ponsel. Jimm, orang kepercayaannya itu telah melakukan apapun yang Zerkin perintah. Kini Zerkin dapat melihat Diana melalui Cctv yang telah tersambung melalui ponselnya itu. Wanita itu datang dengan tas kerjanya beserta paper bag. Kemudian tanpa perlu waktu lama mulai fokus pada pekerjaan miliknya. Tidak seperti Zerkin yang justru terus mengamati Diana. Setelah setengah jam berlalu, Zerkin melihat Diana yang menoleh ke sana kemari. Kemudian tiba-tiba wanita itu menatap intens pada Cctv yang Jimm pasang. Yang otomatis Zerkin seperti ditatap oleh Diana. Zerkin terkekeh melihat Diana yang tampaknya curiga dengan Cctv itu. "Dia cukup pintar," bisik Zerkin Diana menatap beberapa saat. Sebelum kemudian mengambil paper bag yang di atas meja. Mulai pergi hingga menghilang dari pandangan Zerkin karena Cctv miliknya hanya mampu mengawasi Diana di dalam devisinya saja. "Mau kemana dia?" tanya Zerkin pada d
Waktu istirahat telah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Namun beberapa orang masih sibuk dengan komputernya. Termasuk Diana yang saat ini belum bergerak sama sekali dari meja kerjanya. Dia ingin menyelesaikan pekerjaan yang tinggal sedikit lagi sebelum ke kafetaria. Di satu sisi, Kalyani yang sudah menyelesaikan pekerjaan miliknya juga belum berjalan ke kafetaria. Wanita muda itu memilih menunggu Diana sembari memakan coklat yang ia bawa. Kalyani duduk di samping kiri Diana sembari memainkan kursi putar dan mengunyah coklat. Matanya bergerak melihat ke sekeliling danmengamati 6 orang yang masih tersisa di meja mereka. Namun segera, netra coklat itu melotot ketika melihat pria yang paling di hormati di perusahaan ini mulai berjalan mendekat ke ... KE ARAH MEREKA?! Kalyani menggosok matanya berkali-kali. Mengira itu adalah ilusi. Namun kemudian, suara bariton rendah terdengar membuat Kalyani sadar bahwa ini kenyataan. "Diana, bisa kita makan bersama?" Kalyani tersentak, begipula de
"Semua proyek di Eropa Barat berjalan lancar. Hambatannya hanya ada pada kebijakan baru yang diluncurkan pemerintah tentang pajak. Namun itu tidak akan berpengaruh buruk pada investasi kita. Mr. Winston Nicasion sendiri kemudian menyuruh saya untuk menemani anda melakukan ekspansi di Asia Tenggara." Zerkin sedang melakukan teleconference dengan pengacara perusahaannya yang sekarang sedang berada di Belanda. Namun daripada mendengar ocehan dari Oliver, dirinya justru melamun saja. Membuat Oliver jenggah. "Zerkin! Fokus!" protes Oliver. Zerkin yang mendengar itu akhirnya fokus pada Oliver. Mereka adalah teman semenjak sekolah menengah. Maka dari itu, Oliver sudah menjadi orang yang dipercayakan Winston Nicasion untuk menjaga anaknya yang terkadang tidak bisa di atur. Sebenarnya bukan terkadang, namun selalu."Aku ingin meniduri seseorang." Balasan dari Zerkin membuat Oliver menjedotkan kepalanya sendiri di meja. Jika saja Oliver berada di samping Zerkin, dirinya pasti sudah memukul k
"Diana, aku minta rekap data keuangan dari bulan lalu sampai tahun kemarin yaa. Aku tunggu maximal hari jum'at." "Baik, Bu." Setelah mendengar permintaan dari senior yang kisaran umur 30 tahunan itu, Diana kembali fokus pada komputer di depannya. Hari ketiga dirinya bekerja berjalan lancar. Ya, walau tidak terlalu lancar. Namun setidaknya dengan bekerja Diana lebih jarang sedih lagi. Ketika di rumah dulu dirinya hanya berdiam diri karena bingung akan melakukan apa. Sarah pun tidak bisa ia minta untuk menemaninya karena wanita itu bekerja. Dan Edwin, sejak kejadian pencekikan itu suaminya tidak pernah berbicara lagi dengan Diana. Ketika Diana menawarkan sesuatu lelaki itu hanya mengangguk atau menggeleng. Rumah sepi. Namun positifnya tidak ada pertengkaran di antara mereka. "Kak, ayo makan." Kalyani datang menghampirinya. "Tunggu sebentar lagi ya, aku simpan dulu dokumenku," jawab Diana kemudian mulai menyimpan dokumen yang tadi dirinya kerjakan. Dirinya menyimpan sesuai dengan tan
Ketukan pintu membuat fokus Andrew teralih. Tidak lama setelah itu, pintu terbuka dan terlihatlah Kalyani dengan muka kusutnya. Segera wanita muda itu mendudukkan tubuhnya di kursi depan Andrew. "Berapa lama aku akan lembur?" tanyanya kepada Andrew sembari menompang kepalanya. Andrew menggelengkan kepalanya sembari menahan senyum. Awalnya dia benar-benar kaget ketika mendapatkan pesan dari Mr. Nicasion. Dirinya kira karirnya berakhir saat itu juga. Ternyata eh ternyata, Mr. Nicasion memintanya (Baca : memaksa) Andrew untuk membuat Kalyani lembur. Andrew tentu saja bingung, masalahnya semua pekerjaan miliknya tidak ada yang perlu dibantu hingga harus membuat lembur. Namun tentu saja dirinya tidak bisa menolak permintaan atasannya. Jadi Andrew membuat alasan lain. Hingga akhirnya wanita ini sekarang berada di ruangannya padahal waktu pulang tinggal beberapa menit lagi. "Tidak usah lembur. Setelah Mr. Nicasion pergi bersama istri orang. Kita bisa pulang," ucap Andrew tidak sopan. Tent
Canggung. Namun sepertinya hanya Diana yang merasakan hal seperti itu. Karena Zerkin justru menikmati perjalanan mereka berdua. Bagaimana Diana tidak menjadi canggung. Tiba-tiba saja ada yang mengatakan bahwa dia menyukainya, tidak memperdulikan status dirinya yang sudah menikah. Terlebih mengecup punggung tangannya. Tidak boleh, Diana tidak boleh terlena. Setelah 30 menit yang terasa selamanya untuk Diana, akhirnya mereka berdua sampai di Apartemen Diana. Diana segera melepas seat belt miliknya dan mengambil tas yang dia bawa. "Terima kasih," ucap Diana untuk menghargai Zerkin. "Segera masuk, sebentar lagi hujan." Diana mengangguk. Segera membuka pintu dan menutupnya dengan sangat perlahan. Ingat, jika rusak Diana tidak akan bisa menggantinya. Setelah Diana keluar, mobil milik Zerkin tidak segera pergi. membuat Diana mengerutkan kening bingung. Melihat itu Zerkin membuka mulutnya. "Masuk saja. Aku hanya mengawasimu sampai lobi," ujarnya. Ya, sepertinya Zerkin tidak terlalu b
Marley yang baru saja keluar dari lobi apartemennya melebarkan mata sat melihat mobil hitam yang sangat familiar di matanya. Dengan segera, wanita itu berjalan mendekat. Dan saat jendela mobil terbuka, Marley tidak dapat menahan senyum miliknya."Mas Edwin?" tanya Marley tidak percaya. Segera dia masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kekasihnya. Sejak Diana masuk ke kantor mereka, Edwin tidak pernah menjemputnya lagi. Alasannya tentu saja takut Diana tahu. Padahal Markley ingin sekali memberitahu wanita itu agar Diana mengerti tempatnya dan pisah dari Edwin. "Kaget gitu. Nggak suka aku jemput?" Marley mendengus mendengar pertanyaan dengan nada main-main dari Edwin. "Kenapa tiba-tiba jemput aku? Nggak takut istri tersayangmu tahu?" sinis Marley sembari memasang seat belt miliknya. "Dia ternyata tahu aku berhubungan lagi sama kamu," jelas Edwin. Mulai menyalakan mobilnya dan menuju perusahaan yang jaraknya tidak jauh. "Tandanya sekarang aku nggak perlu nahan diri lagi dong?" uj