Share

Tak Sudi Mengalah Lagi

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2025-08-02 23:58:59

Keputusan Ririn untuk pergi benar-benar membuat Rukayah kalang kabut. Pasalnya, belum ada makanan apapun di meja. Cucian sudah tiga hari belum disentuh. Rumah juga belum dipel sejak Ririn pulang ke rumah ibunya. Bahkan teras rumah mulai terasa kasar dan nggak nyaman di kaki karena belum tersentuh pel.

Awalnya, Rukayah sengaja membiarkan semuanya supaya Ririn menerima akibatnya karena mendadak pulang. Supaya dia beberes seharian setelah kembali pulang. Rukayah sungguh tak menyangka jika saat ini Ririn punya keberanian untuk pergi dari rumahnya.

"Tunggu!" panggil Rukayah saat Ririn menutup pagar rumah mertuanya. Dia menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang.

"Ada apalagi, Bu?" tanyanya santai sembari meletakkan pakaian tak layaknya di trotoar.

"Buka ranselmu dan taruh plastik besar itu di teras!" perintah Rukayah menunjuk plastik besar milik Ririn itu.

Ririn mengernyit. Dia tak paham alasan ibu mertuanya itu.

"Sini!" sentak Rukayah sembari menarik kasar plastik besar berisi pa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mutaharotin Rotin
laaannjjuut thor
goodnovel comment avatar
hanri Hadi
kok cuma sedikit,up kata katanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Buket Lily

    Pagi ini udara di kantor Harjokusumo Land terasa lebih segar dari biasanya. Sinarnya lembut menembus kaca besar di lantai dua tempat divisi administrasi bekerja. Di meja kerja Ririn, tergeletak sebuah buket bunga lily putih yang masih segar, dibalut pita silver dengan kartu kecil bertuliskan :[Untuk seseorang yang membuat hari-hariku terasa lebih tenang]Ririn menatap bunga itu cukup lama. Jantungnya berdebar aneh. Dia menoleh ke kanan, ke kiri memastikan tidak ada yang memperhatikan. Tapi tentu saja, teman-temannya sudah mulai melirik-lirik dan saling berbisik.“Eh, Mbak Ririn, dari siapa tuh? Romantis banget, lho,” bisik Siska, rekan kerja yang paling cerewet. Ririn buru-buru menunduk. “Entah … mungkin salah taruh?”“Ah masa, Mbak? Nggak mungkin salah alamat ah." Ririn merona mendengar bisik-bisik mereka saat dia ke pantry untuk menyeduh kopi. Jauh di ruangannya yang dingin dan rapi, Damar tengah menatap layar komputer sambil menyembunyikan senyum kecil. Dia sudah tahu siapa peng

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Sebuah Pengakuan Mengejutkan

    Sore ini langit berwarna jingga keemasan. Langit di luar kaca cafe Binar Semesta miliknya tampak seperti lukisan, sementara di ruang kerjanya yang tak terlalu luas itu, Awan duduk termenung di depan laptop yang sudah lama tak disentuh. Tangannya hanya menggulir-gulir mouse tanpa arah, sementara pikirannya melayang entah ke mana.Yang dia pikirkan bukan masalah bisnisnya yang akan buka cabang baru, tapi tentang Ririn. Perempuan yang akhir-akhir ini selalu terlintas dalam benaknya. Senyumnya lembut, tutur katanya sopan, matanya tenang tapi menyimpan sesuatu yang dalam, mungkin luka, mungkin juga keberanian.Awan menghela napas panjang, lalu berdiri. Dia menatap pantulan dirinya di dinding kaca. Laki-laki yang cukup gagah, sukses, tapi gelisah. Sejak keputusannya untuk resign sebagai asisten direktur dari kantornya waktu itu, Awan memang fokus mengembangkan bisnis kulinernya. Cafenya sekarang semakin ramai, omsetnya naik cukup signifikan bahkan kini dia berniat membuka cabang baru. Awan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Cahaya Senja yang Bersinar

    Pagi ini, cahaya matahari menembus tirai putih butik “Cahaya Senja”, menimpa deretan gamis pastel yang tergantung rapi. Suara lembut lagu instrumental mengalun dari speaker kecil di sudut ruangan. Aroma melati bercampur wangi kain baru memenuhi udara.Senja berdiri di depan kaca besar, memperhatikan pantulan dirinya yang mengenakan gamis polos berwarna dusty ungu dengan hijab senada. Dia tersenyum kecil. Siapa sangka, mimpi yang dulu hanya dia tulis di buku catatan sederhana kini sudah lebih dari tiga tahun berdiri nyata di hadapannya.“Bu Senja, ada pelanggan minta lihat koleksi limited edition yang warna dusty blue, ya,” panggil Rara, karyawan butik yang ceria.“Oke, Ra. Ambilkan yang di rak sebelah kiri, ya. Yang ada bordir di pergelangan tangan itu.”“Siap, Bu!”Sementara Rara menyiapkan pesanan, Senja menyapukan pandangan ke seluruh butik. Dinding berwarna beige lembut, logo bertuliskan Cahaya Senja dengan font elegan, dan di bawahnya tulisan kecil : ‘Setiap busana, seberkas caha

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Balasan Yang Indah

    Sore ini, cahaya jingga menyusup lembut lewat jendela kamar Abel. Di atas pangkuannya, gulungan benang warna pastel masih berantakan, tapi jarum rajut di tangannya terus menari tanpa henti. Sesekali dia berhenti untuk menarik napas, menatap hasil rajutannya yang hampir jadi. Tas kecil berwarna lavender dengan hiasan bunga di tengah.Senja duduk di kursi sebelah, memegang cangkir teh jahe yang masih mengepul. Pandangannya lembut menatap adiknya yang tenggelam dalam dunia benang dan pola."Rapi banget, Bel," kata Senja akhirnya, suaranya hangat tapi lirih. “Kalau aku yang buat, pasti bentuknya udah nggak karuan dari tadi.”Abel terkekeh kecil. “Mbak Senja tuh bisa apa aja, tapi rajut kayak gini emang butuh kesabaran ekstra. Aku aja dulu hampir nyerah. Cuma kan aku nggak bisa bebas kemana-mana. Makanya, mau nggak mau harus sabar dan telaten. Lagipula, dengan merajut begini hatiku terasa lebih tenang dan damai." Senja menatapnya sambil tersenyum. “Tapi kamu nggak nyerah, bahkan sekara

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kehangatan dan Keyakinan

    Suasana masih bercampur haru dan bangga saat Senja dan Abel menatap toko baru bernama Rajutan Asa itu dari luar. Abel menatap kakaknya cukup lama. Rasa bersalah di hatinya makin meninggi. Dia benar-benar menyesal dulu sudah memperlakukan kakaknya semena-mena, memfitnah, menghina bahkan merebut calon suaminya dan mempermalukannya di depan orang banyak. Abel menitikkan air mata. Penyesalannya semakin dalam tiap kali mengingat moment itu. Mengingat sikapnya yang dulu sangat jahat dan di luar batas. Dia teramat bersyukur memiliki saudara tiri seperti Senja yang tak pernah sedikitpun dendam padanya. Bahkan, dialah orang pertama yang mendukung bakatnya. Senja pula yang sangat percaya jika dia akan sukses dengan bakat yang dia punya."Mbak, bersyukurnya aku memiliki saudara sepertimu. Kamu terlalu baik buat aku, Mbak. Sikapmu bertolak belakang denganku. Rasanya aku benar-benar malu jika mengingat kebodohan dan kejahatanku di masa lalu. Bodohnya aku tak pernah melihat kebaikan dan kelembutan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rajutan Asa

    Hujan baru saja reda sore ini. Udara lembap menempel di dinding rumah kecil keluarga Abel, adiknya Senja, sementara aroma kayu basah dan teh jahe dari dapur membuat suasana hangat. Di ruang tengah, Abel duduk di kursi rodanya, jarum rajut di tangannya bergerak lincah. Senyum kecil terlukis di wajahnya setiap kali satu pola selesai dengan sempurna.Benang warna pastel menumpuk di meja kecil di depannya. Ada biru muda, krem, dan ungu lembut. Warna yang jadi ciri khas karyanya. Abel membuat gantungan kunci berbentuk bunga matahari, tas rajut kecil, dan cover gelas kopi yang lucu. Semua hasil karyanya kini dijual secara online dengan nama akun @RajutanAsa.Namun titik baliknya dimulai ketika Senja, sang kakak, menatap hasil rajutan itu dan berkata,"Bel, karyamu terlalu bagus kalau cuma dilihat di rumah. Aku pajang di butik ya?"Abel sempat terdiam waktu itu. "Hah? Di butik Mbak Senja? Emangnya ada orang yang mau beli?" tanyanya ragu. Senja tersenyum lembut sambil menatap mata adiknya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status