Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Namun, Dewa masih terlihat di kantornya dan masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Karena terlalu lelah berada di depan komputer berjam-jam lamanya, Dewa membuka kacamatanya seraya memijat-mijat leher dan keningnya yang terasa pegal dan juga penat.Begitu melihat handphonenya yang ia anggurkan berjam-jam karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya, ia begitu terkejut karena ada pesan whatssapp masuk dari Harum jam 7 malam tadi. Kak, sibuk nggak? Bisa ketemu nggak malam ini? Aku lagi butuh teman mengobrol.Begitu membaca pesan tersebut, Dewa langsung meneleponnya dengan terburu-buru karena merasa bersalah karena tidak membalas pesannya secepat mungkin."Hallo, Harum? Maaf, saya telat balas pesan kamu. Saya hari ini sibuk banget dengan kerjaan di kantor, makanya nggak megang handphone dari tadi. Maaf, yah?" katanya terdengar menyesal dan merasa bersalah."Iya, nggak apa-apa ko, Kak," katanya terdengar serak dengan suara paraunya."Rum, kamu baik-bai
Harum dan Dewa langsung terdiam tak bersuara begitu mereka berada di dalam mobil setelah kejadian di tempat makan tadi. Karena sama-sama malu, Harum dan Dewa saling melirik satu sama lainnya. Bahkan, saat Dewa menoleh ke arahnya, kedua pipi Harum bersemu merah hingga seperti warna tomat yang merah menyala."Kak, jangan lihat aku terus kaya gitu," katanya terdengar malu-malu."Rum, kamu serius tadi?" tanyanya lagi untuk memastikan."Serius apanya?" Harum terlihat bingung."Ngajak saya menikah?" katanya kembali masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Harum saat ia mengajaknya menikah tadi."Aku serius, Kak." Harum terlihat serius."Kamu nggak akan tiba-tiba mengubah atau menarik perkataanmu tadi, kan?"Harum menghela napas pendek. Ia menatap wajah Dewa yang tengah memandanginya. Ia juga memegang kedua pipi Dewa dan menatapnya dalam-dalam."Aku tidak akan menarik lagi perkataanmu tadi, Kak. Aku serius untuk mengajak kamu menikah."Dewa terlihat masih tidak percaya dan menatap kedua
"Gimana skripsimu?" tanya Dewa yang baru saja datang berkunjung ke rumah Harum, kemudian duduk bersama di teras rumah calon istrinya itu."Baru nyari judul sih, Kak. Tapi, selebihnya lumayan lancarlah.""Dosen pembimbingnya gimana? Tidak mempersulit, kan?" tanya Dewa kembali.Harum membulatkan kedua bola matanya dan menatap wajah Dewa dengan tatapan sedih yang sepertinya sudah mengerti dengan ekspresi wajah Harum kalau sudah seperti itu."Killer, yah?" tanya Dewa kembali seraya tertawa kecil.Harum menganggukkan kepalanya pelan, dan kembali memasang ekspresi wajah memelasnya. "Dosenku terkenal pelit nilai dan sangat menyulitkan anak didiknya. Sudah banyak tuh, korban dosen pembimbingku yang seperti itu."Dewa tertawa kecil kembali seraya menyeruput teh manis yang dibuatkan Harum untuknya. "Harusnya, kamu senang mempunyai dosen pembimbing yang tipikal killer seperti itu.""Seneng gimana? Ke depannya aku pasti bakalan dipersulit terus. Nanti, jadwal sidangku pasti ditunda-tunda! Ah, aku
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Di ibu kota, terdapat sebuah gedung pernikahan yang terdengar sangat legendaris. Gedung tersebut terkenal dengan dekorasi yang indah, elegant, dan mewah. Di dalamnya, terdapat sebuah pernikahan yang akan menjadi pusat perhatian seluruh kota.Harum, seorang wanita cantik dan anggun, akan menjadi pengantin wanita yang mempesona. Ia tampil dengan kebaya yang begitu indah, menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kebaya putih yang terbuat dari kain sutra halus dan dihiasi dengan sulaman emas yang rumit.Setiap helai benang emas mengilap, mencerminkan cahaya yang memancar dari chandelier di langit-langit gedung pernikahan. Rambutnya terurai dengan lembut, dihiasi dengan bunga-bunga segar yang serasi dengan tema dekorasi. Harum benar-benar tampak seperti seorang putri yang turun dari surga.Sementara itu, Dewa, calon suaminya, tampak tampan dengan beskap yang warnanya sepadan dengan kebaya Harum. Beskapnya terbuat dari bahan yang berkualitas tinggi,
"Morning, Suamiku."Harum tersenyum lebar dan menyapa suaminya yang baru saja membuka mata dan terbangun dari mimpinya yang panjang, karena sudah melewati hari yang begitu melelahkan sepanjang hari kemarin."Morning, Istriku."Begitu membalas sapaan manja istrinya, Dewa mencium kening Harum dengan lembut. Si pemilik kening langsung menutup wajahnya dengan ke dua tangannya karena malu. Karena bibir tipis suaminya itu, baru saja mendarat dengan sempurna di atas keningnya."Kenapa kamu menutup wajah kamu, Rum? Wajah canti kamu di pagi hari kan jadi tertutupi.""Aku malu tahu, Kak!" serunya sambil berguling ke sisi kanan dan kiri di atas ranjangnya."Loh, kenapa musti malu?" Dewa mengernyitkan keningnya bingung."Di cium pagi-pagi sama kamu!" serunya kembali dengan ke dua pipinya yang sudah berubah warna, menjadi warna merah cabai.Mendengar apa yang dikatakan istrinya, reflek Dewa langsung tertawa terbahak-bahak. Menurutnya, itu lelucon yang cukup segar dan unik di pagi hari seperti ini.
"Maaf yah, seharusnya setelah menikah itu kita harusnya pergi honeymoon. Tapi, saya malah harus pergi bekerja," tutur Dewa pelan seraya menatap wajah istrinya dengan tatapan rasa bersalahnya, begitu Harum mengantarnya ke depan pintu rumah untuk pergi bekerja."Nggak apa-apa, ko, Kak. Aku tahu kakak lagi sibuk banget. Kita bisa menikah di saat kamu banyak pekerjaan saja itu sudah luar biasa buat aku.""Saya bena-benar menyesal, Rum. Maafkan saya, ya" katanya kembali sembari menggenggam tangan istrinya, sebelum ia masuk ke dalam mobil."Nggak apa-apa, ko, Kak. Aku bisa ngerti kalau honey moon kita ditunda dulu untuk sementara. Ya udah, kamu ke kantor sekarang aja. Udah ditungguin, kan?"Dewa masih menatap wajah istrinya dengan tatapan yang penuh penyesalan yang mendalam. Baru saja kemarin menikah, seharusnya hari ini ia libur dan merencakan perjalanan honeymoon mereka ke depannya. Namun, mau bagaimana lagi, perusahaannya akhir-akhir ini sedang mengalami beberapa masalah, dan ia juga disi
"Gladis??" seru Dewa tampak terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai dan bertubuh langsing bagaikan seorang model, "sedang apa kau di sini?"Perempuan bernama Gladis itu tersenyum lebar. Ia melangkahkan kakinya dengan perlahan dan mendekati Dewa kemudian memeluknya, hingga membuat Ria tampak terkejut dan langsung memalingkan wajahnya."I miss you so much, Dewa," katanya berbisik, kemudian mencium pipi Dewa hingga membuat lipstik merahnya menempel di pipi Dewa."Maafkan saya, Pak. Perempuan ini memaksa masuk ke dalam. Padahal, saya sudah melarangnya," tutur seorang perempuan bernama Siska yang merupakan seorang resepsionist di perusahaan tempat Dewa bekerja.Dewa yang terkejut langsung melepaskan pelukan perempuan bernama Gladis itu dari tubuhnya dengan cepat. "Untuk apa kau datang ke perusahaanku? Apa kau tidak malu dengan sikapmu yang seperti itu?"Setelah diminta Dewa untuk pergi dengan diberikannya sebuah kode dari matanya kepada sekertarisnya, Ria pun langsung berp
"Semangat revisiannya, yah. Nanti, kamu pulang sendiri nggak apa-apa, kan?" tanya Dewa saat mereka sudah tiba di depan kampus Harum."Iya, nggak apa-apa. Aku bisa pakai taksi online. Lagian, hari ini aku cuma mau revisi skripsi aja, sambil mengisi kekosongan waktu sebelum minggu depan aku wisuda.""Istriku hebat. Sebentar lagi wisuda dan punya gela Sarjana," tutur Dewa pelan sambil membelai rambut Harum dengan lembut dan menatapnya dengan penuh cinta, "lain kali, kamu ke kampus pakai mobil aja. Biar nggak pakai taksi online terus kalau aku nggak bisa jemput. Kamu kan bisa nyetir, kenapa gak mau bawa mobil ke kampus?"Harum melepas sealbelt yang menempel di tubuhnya. Kemudian, ia memegang ke dua pipi suaminya itu dan menatapnya dengan tatapan mata penuh rasa sayang."Kakak tahu kan cerita ketika aku kecelakaan 2 tahun lalu karena aku nyetir sendiri?"Dewa menganggukkan kepalanya. Ia teringat perkataan istrinya beberapa bulan lalu sebelum mereka menikah. Harum pernah mengatakan, ia pern