"Gimana kuliahmu?" tanya Dewa saat mereka berdua terlihat duduk bersama di halaman belakang rumah, sambil menikmati secangkir kopi dan beberapa cemilan.
"Lumayan hectic sama tugas, sih," jawab Harum terlihat canggung."Bentar lagi skripsian, yah?" tanyanya kembali.Harum menganggukkan kepalanya dan kembali menyeruput kopi miliknya."Kalau ada yang nggak kamu pahami soal kuliahmu, kamu bisa tanyakan saja sama saya.""Dulu, kakak ngambil jurusan apa waktu kuliah?" tanya Harum penasaran.Dewa menyilangkan kedua kakinya. Ia mengambil cangkir kopinya kemudian meminumnya dengan perlahan."Waktu S1, saya ngambil double degree di UI. Jurusan yang saya ambil Manajemen. Lalu, saya melanjutkan study S2 saya di The University of Melbourne untuk lebih memperdalam bidang bisnis dan management," katanya menceritakan perjalanan masa kuliahnya kepada Harum.Begitu mendengar cerita masa studynya Dewa, Harum termangu di tempat duduknya. Ia tidak menyangka, jika pria yang duduk di sampingnya itu benar-benar pria yang jenius. Bahkan, calon suaminya itu melanjutkan kuliah pasca sarjananya di salah satu universitas terbaik di Aussie.Selain keterkejutannya dengan banyaknya gelar pendidikan yang dimiliki calon suaminya itu, Harum mulai berpikiran macam-macam tentang dirinya yang merasa kecil dan tak berguna. Ia merasa ia tidak cocok untuk bersanding dengan pria luar biasa seperti Dewa.Pantas saja di usia muda seperti Dewa, ia bisa sukses menjalankan perusahaannya sendiri tanpa di bantu keluarganya. Otaknya saja briliant, pekerja keras, dan pemikirannya pasti rumit sekali.Sementara Harum sendiri, ia hanya bisa kuliah di universitas swasta. Bahkan, ia masih bermanja-manja kepada orang tuanya dan belum bisa menghasilkan apapun sendiri. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya menikah dengan pria luar biasa seperti Dewa, akan jadi seperti apa nantinya."Oh ya, jurusan yang kamu ambil apa?" tanya Dewa yang membuyarkan lamunan Harum."Oh, aku ambil jurusan desain, Kak," jawabnya terdengar pelan dan malu-malu. "Kak, boleh aku tanya sesuatu sama kakak?""Silahkan."Harum mengambil napas dalam-dalam. Kemudian, ia mulai memberanikan dirinya untuk bertanya."Kakak kenapa mau menikah dengan anak kecil sepertiku? Usia kakak denganku sangat jauh. Padahal, kalau kakak mau, kakak bisa mendapatkan istri yang sepadan dengan kakak, yang jauh lebih hebat dari aku yang masih kuliah ini. Aku yakin, kakak pasti tidak memiliki perasaan apapun terhadapku, kan?"Mendengar pernyataan dan pertanyaan Harum, Dewa seketika terdiam tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis kemudian memandangi langit malam yang tak berbintang."Kamu pasti berpikir perjodohan ini tedengar seperti alasan klasik bukan?"Harum menganggukkan kepalanya dan kembali menunggu jawaban Dewa tentang pertanyaan dan pernyataannya."Pernikahan kadang tak selalu tentang cinta saja, Rum. Memang, pernikahan dengan cinta itu landasan utama kita. Tapi, yang mendasari sebenarnya itu bukan karena cinta saja. Tapi, karena Tuhan," jawabnya sambil tersenyum hingga membuat Harum cukup terkesima mendengar jawaban bijaksana dari Dewa."Menikah itu karena ibadah dan karena Tuhan, Rum. Kalau kamu menikah karena cinta dan nafsu belaka, itu percuma, tak akan berlanjut lama. Kalau kamu menikah karena cintamu kepada pasanganmu dan Tuhanmu, itu sangat luar biasa."Mendengar jawaban Dewa, Harum menyunggingkan senyum. Ia cukup puas mendengarnya dan cukup takjub mendengar jawabannya yang bijaksana."Awalnya, saya juga merasa perjodohan ini terasa klise. Tapi, saya mau mencobanya dulu karena rasa sayang dan tanggung jawab saya terhadap orang tua saya.""Walau perbedaan usia kita 12 tahun?"Dewa kembali tersenyum. "Pernikahan tak selalu memandang usia, Rum. Terkadang, usia bisa membawa karakter seseorang, bahkan bisa mengubahnya. Tergantung kondisi dan situasinya saja."Harum mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian kembali meminum kopi miliknya sembari menatap langit malam yang gelap tak berbintang."Saya bisa mengikuti usiamu, Rum. Kamu pasti berpikir saya tidak bisa menyesuaikan diri dengan kamu yang masih muda, kan?""Tapi, sejujurnya aku punya pacar, Kak," jawab Harum hingga membuat Dewa langsung mengernyitkan keningnya."Saya sudah menduganya. Gadis muda sepertimu tidak mungkin single.""Memangnya kamu nggak punya pacar, Kak?" tanya Harum yang sedikit mendekatkan wajahnya ke arah tubuh Dewa hingga membuat jarak diantara keduanya menjadi lebih dekat dari sebelumnya."Saya sudah 3 tahun menjadi pria yang single," tutur Dewa pelan sambil tersenyum, seraya mendekatkan wajahnya ke arah wajah Harum.Harum yang melihat wajah Dewa begitu dekat sekali dengan wajahnya, menjadi gugup. Bayangan wajahnya terlihat jelas di balik kacamata Dewa yang sedikit tebal itu. Hidungnya yang mancung, bulu matanya yang lentik, bola matanya yang sipit, wajahnya yang putih bersih hingga lesung pipinya yang terlihat ketika ia tersenyum, membuat jantung Harum mulai merasa tidak aman.Jantungnya mendadak berdegup kencang, hingga dengan spontan ia memegangi dadanya dan menjauh sedikit dari arah wajah Dewa yang telah membuatnya gugup."Kamu kan ganteng, Kak. Kenapa jomblonya lama banget?" ujar Harum terbata-bata karena saking gugupnya."Ganteng tak menjamin kamu punya pasangan, Rum.""Terus, kakak tetep mau melanjutkan pernikahan ini dan menikah dengan anak kecil sepertiku?" tanya Harum kembali."Setelah menikah dengan saya, kamu bukan anak kecil lagi, Rum. "Harum kembali terdiam. Berbicara dengan pria pintar seperti Dewa memang selalu ada saja jawabannya. Tapi, jawabannya itu memang relevan. Dan, tak dapat dipungkiri lagi, ketampanan Dewa memang membuat Harum sedikit goyah. Apalagi, tiba-tiba saja Dewa mengeluarkan sesuatu dari balik celananya.Sebuah kotak kecil berwarna navy muncul di hadapan Harum. Kotak itu Dewa berikan kepada Harum dan ia meminta Harum untuk membukanya."Buat aku?" tanya Harum untuk memastikan.Dewa mengangguk. Karena kotak itu sudah diserahkan kepadanya, dengan perlahan Harum membukanya. Begitu kotak kecil itu terbuka, Harum begitu terkejut setelah mendapati sebuah cincin berbentuk bunga mawar, berada di dalam kotak kecil itu."Ini serius buat aku?" tanya Harum yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat."Iya, itu buat kamu. Saya tak sembarangan memberikan sebuah cincin untuk seorang wanita, loh.""Tapi, Kak. Aku . . .""Ini sebagai bukti keseriusan saya untuk mempersunting kamu, Rum," potong Dewa cepat."Padahal, kita baru pertama kali ketemu loh, Kak.""Kita pernah ketemu ko waktu kamu masih kecil.""Tapi, aku kan nggak inget sama sekali dengan pertemuan itu. Padahal, aku juga udah bilang sama kakak kalau aku punya pacar. Aku pikir, kakak bakalan mundur, ternyata kakak malah memberikan aku cincin."Dewa kembali tersenyum. Ia melipat kedua tangannya dan menatap wajah Harum yang sedang memandangi cincin pemberian darinya."Emangnya, pacar kamu sudah pernah ngasih kamu cincin?" tanya Dewa hingga membuat Harum dengan cepat menggelengkan kepalanya, "kalau begitu, dia kalah start sama saya. Jalur dalam selalu menjadi pemenangnya," katanya setengah berbisik hingga membuat Harum terkejut begitu mendengarnya."Jujur deh, kakak suka ya sama aku?" tanya Harum tiba-tiba hingga membuat Dewa yang sedang meminum minuman miliknya, tersedak begitu mendengar pertanyaannya Harum barusan, "kak Dewa suka kan sama aku?""Jauh sebelum kamu tahu," jawab Dewa hingga membuat Harum mengernyitkan keningnya bingung.Malam hari itu, cahaya senja memancar memasuki jendela rumah Harum dan Dewa. Ruangan itu dihiasi dengan bunga segar yang menyebar wangi dengab lembut. Setelah kejadian di kantor tadi siang, Dewa dengan senyum lembut di wajahnya, menciptakan suasana makan malam yang indah dan romantis di tengah-tengah rumah mereka. Meja makan mereka terhias dengan kain putih yang elegan, piring-piring cantik, dan lilin-lilin kecil yang menyala dengan lembut. Malam hari ini Dewa sengaja menciptakan makan malam romantis, sebagai tanda permintaan maafnya dan kesungguhannya atas rasa cintanya kepada istrinya itu."Harum, aku ingin membuat malam ini istimewa. Aku ingin kita merayakan hari ini bersama, baik sebagai pasangan maupun sebagai rekan bisnis yang sukses. Ayo duduk, makan malam kita sudah siap."Harum terkesima dengan keindahan yang dibuat suaminya, dengan hati yg berdebar-debar ia duduk dengan lembut di kursi yang telah disiapkan sang suami. Dewa yang begitu perhatian dan romantis, membuat hati Ha
"Hay, Martin. Sudah lama yah kita tak berjumpa!" katanya menyapa ramah, dengan sorotan matanya yang terlihat bersahabat, dan merindukan sosok pria bernama Martin itu."Jesika? Sedang apa kau ada di sini?" Martin membelalak.Kedua bola matanya membulat tajam dengan sempurna. Ia terlalu terkejut begitu melihat sosok perempuan tinggi semapai, dengan rambut bergelombang kecoklatan itu, tiba-tiba saja membuka pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Dewa.Perempuan cantik bernama Jesika itu melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Martin, bersama dengan Gladis yang berada dibelakangnya."Dia jadi brand ambassador new brand fashion milik perusahaan Dewa bersamaku. Bagaimana kabarmu, Martin?" tanya Gladis sambil mengulurkan tangannya.Martin tersenyum dan membalas uluran tangan Gladis. "Aku baik, bagaimana kabarmu?""Nice. Kapan kamu kembali ke Indonesia?" tanyanya kembali dan sedikit melirik ke arah Dewa yang sejak tadi hanya diam saja dan tampak kaku."2 hari yang lalu," tutur Martin menjawab
Hari itu, Harum membantu Dewa seharian penuh di perusahaannya. Dengan kemampuan yang ia miliki dan mengerti sangat jelas tentang dunia fashion dan desain, ia berada di ruang rapat bersama tim riset dan tim desain perusahaan Dewa. Mereka semua tampak sibuk mempersiapkan acara peluncuran brand baru fashion yang akan menjadi tonggak bersejarah bagi perusahaan Lumiere Mode."Wah, koleksi ini sudah sangat bagus, tapi saya punya ide untuk sedikit mengubah dan memperbaharui desainnya," ujar Harum sambil melihat-lihat desain fashion milik perusahaan suaminya."Tentu, Ibu Harum. Kami sangat terbuka dengan saran dan ide Anda. Bagaimana Anda ingin merubahnya?" tanya salah satu tim desain."Pertama, saya pikir kita bisa menambahkan sedikit sentuhan warna yang lebih cerah. Mungkin dengan menambahkan aksen warna cerah seperti kuning, merah, atau biru pada beberapa busana, ini akan membuat koleksi kita lebih menarik dan mencuri perhatian," katanya memberi saran."Itu ide yang bagus. Warna cerah bisa
"Ini tidak mungkin terjadi! Bagaimana bisa Startlight menciptakan brand yang sangat mirip dengan brand baru kita? Ini bisa mengacaukan peluncuran kita nanti!" seru Dewa dengan ekspresi terkejut dan rasa cemas begitu ia sampai di ruang meeting, ketika pagi tadi dihubungi oleh sekertarisnya, untuk segera datang ke kantor."Kami juga sangat terkejut dengan situasinya. Kami sedang menyelidikinya untuk melihat, apakah ada pelanggaran hak cipta yang terjadi. Namun, sepertinya mereka telah menemukan celah dalam sistem perlindungan kita, Pak," tutur Ria menjelaskan.Dewa menggenggam tangannya dengan ketat, ekspresi wajahnya terlihat kecewa dan amarahnya sangat terlihat diwajahnya."Ini benar-benar tidak masuk akal. Peluncuran brand baru kita adalah langkah besar bagi perusahaan kita.""Kami sepenuhnya memahami, Pak. Kami sudah memeriksa legalitas desain dan nama merk kita, dan kami meyakini bahwa kita memiliki hak yang sah atas brand ini. Namun, kita harus mencari tahu langkah apa yang harus d
Pagi yang cerah menyambut Harum dan Dewa, sepasang pengantin muda yang baru saja bangun tidur. Matahari terbit dengan lembut, menerangi kamar mereka yang dipenuhi dengan cahaya hangat. Harum membuka matanya perlahan dan tersenyum melihat Dewa yang masih terlelap di sampingnya.Ah, pagi yang indah," tutur Harum pelan begitu membuka mata dari mimpi indahnya, serta menggaruk-garuk ke dua matanya sambil tersenyum lebar. "Selamat pagi, Sayangku. Sudah siap menyambut hari yang penuh kebahagiaan?" ucap Dewa lembut sambil memandangi wajah istrinya yang berbaring disampingnya, kemudian memeluk istrinya dengan mesra.Harum tersipu malu begitu suaminya memeluknya dengan mesra. Rasanya sangat aneh, seperti mimpi ia telah resmi menjadi istri sah dari seorang CEO muda dan tampan seperti Dewa. "Pagi, Sayangku. Aku selalu siap menghadapi hari yang cerah seperti ini," sahutnya sambil membalas pelukan suaminya, kemudian bermanja-manja dalam pelukan suaminya itu."Oya, bgaimana kalau kita memulai hari
"Martin? Sedang apa kau di sini?" Pria berbadan tinggi tegap itu datang menghampiri Dewa. Begitu jarak ke duanya cukup dekat, ia tiba-tiba saja mengulurkan tangannya seraya tersenyum lebar."How are you, Dewa?""Fine. Long time no see, Martin!" serunya sembari membalas uluran tangan pria bernama Martin itu kemudian memeluknya dengan erat, "jadi, kapan lo balik ke Indonesia?" tanyanya begitu mereka berdua berada di ruangan kerja Dewa."Hm, yesterday the day after. How?" tanya Martin yang membuat Dewa bingung."Bagaimana apanya?" Dewa mengernyitkan keningnya bingung."Life after marriage?"Dewa tertawa lebar. Ia melipat ke dua tangannya kemudian menatap Martin, sepupunya yang sudah lama tinggal di New York dan baru saja kembali lagi ke Indonesia."Kenapa lo tertawa? Apa pernikahanmu tidak menyenangkan?" tanya Martin dengan mata menyelidik."It's fun. It's amazing and just what i imagined all along. Menyusullah kalau sudah ada pasangan," tutur Dewa menggoda sepupunya.Martin hanya terta