Share

Sebuah Janji

Harum termangu di tempat duduknya sembari memandangi sebuah cincin berbentuk bunga mawar pemberian dari Dewa. Harum berpikir cukup lama di kamarnya. Apakah ia melupakan sebuah kenangan di masa lalu saat bersama Dewa? Kenapa dia tidak mengingat sama sekali kenangan masa kecilnya?

Apalagi, Harum masih ingat dengan jelas saat Dewa memberikan cincin ini kepadanya, Dewa mengatakan kalau ia sudah menyukai Harum sejak dulu dan mungkin ia tak menyadarinya.

Kenangan apa yang sudah gue lupakan? Batin Harum sambil memandangi cincin pemberian Dewa.

Dewa terlihat sedang mengendarai mobil Audi merah miliknya. Sambil mendengarkan sebuah lagu bergenre jazz di mobilnya, Dewa terlihat sedang menelepon seseorang

"Saya hari ini sedikit telat, jadwal meeting di undur sore saja. Saya ada perlu di luar. Ada urusan mendadak," katanya yang tengah menghubungi sekertarisnya.

Setelah memberi kabar sekertarisnya, ia langsung menutup teleponnya dan kembali fokus menyetir. Begitu sampai di tempat tujuannya, ia langsung bergegas turun dari mobilnya dan cukup lama memandangi sebuah rumah yang cukup besar itu.

Begitu ia masuk ke dalam rumah tersebut saat membuka pagar rumahnya, Dewa melihat seorang gadis baru saja membuka pintu rumahnya dan cukup terkejut begitu melihat sosok Dewa berdiri di dekat pagar rumahnya.

"Kak Dewa? Kakak ngapain ada di rumahku pagi-pagi gini?" katanya yang terlihat begitu terkejut itu.

"Pagi, Harum. Saya ke sini mau antar kamu ke kampus. Boleh, kan?" katanya yang membuat Harum langsung speechless mendengarnya.

Harum berjalan menghampiri Dewa. "Boleh sih, Kak. Tapi, ko, nggak ngabarin dulu kalau mau ke rumah?"

Dewa tersenyum simpul. "Saya nggak punya kontak kamu. Kalau gitu, ada alasan yang cocok dong yah untuk saya minta whatssapp kamu?" katanya kembali hingga membuat Harum tersenyum lebar mendengarnya.

"Cara modus terbaru, yah? Buat minta nomor whatssapp aja harus cari alasan yang cocok dulu."

"Harus cari alasan yang relevan dong biar bisa di terima dan di jauhi kata penolakan."

Harum tersenyum kembali. Kemudian, ia mengulurkan tangannya untuk meminta handphone milik Dewa. "Whatssappnya mana? Buka whatssapp kakak, Kita pindai aja barcodenya."

Begitu Dewa mendengarnya, ia langsung memberikan handphonenya dan membuka whatssappnya. Harum langsung mengeluarkan handphonenya dan memindai barcode whatssapp milik Dewa. Begitu selesai, ia langsung memberikan handphone milik Dewa kembali.

"Ayo, saya antar ke kampus kamu."

"Memangnya kakak nggak kerja?"

"Kerja, dong. Tapi, saya mau antar kamu dulu ke kampus."

"Kakak nggak takut di labrak pacarku? Aku udah punya pacar loh, Kak," katanya berbisik.

"Masih pacar. Yang sudah pasti itu saya, calon suami kamu," katanya menjawab dan langsung berjalan mendahului Harum untuk membukakan pintu mobil untuknya.

Harum tersenyum lebar mendengarnya. "Pria kolot itu ternyata manis juga," katanya pelan kemudian langsung masuk ke dalam mobil begitu dipersilahkan oleh sang pemilik.

Dewa berdiri di dekat pintu mobil dengan salah satu tangannya yang berada di dekat kepala Harum agar kepalanya tidak terbentur atap mobil begitu masuk ke dalam. Melihat sikap manis Dewa, Harum cukup terkejut dan tak percaya dengan perilaku menggemaskannya itu. Haris saja sebagai pacarnya yang sudah 3 tahun bersama tak pernah melakukan hal semanis itu jika berkendara bersama.

"Sudah sarapan?" tanya Dewa begitu masuk ke dalam mobil.

"Aku tidak terbiasa sarapan."

"Bukan tidak terbiasa, tapi tidak pernah dibiasakan. Sarapan itu perlu untuk menambah energi sebelum kamu belajar. Oh ya, di belakang ada bungkusan makanan yang sudah saya siapkan buat kamu. Ambilah, " katanya meminta kemudian kembali fokus untuk menyetir.

Begitu diminta untuk mengambil bungkusan makanan yang ada di jock belakang, Harum langsung mengambilnya sesuai perintah.

"Aku buka, yah?"

"Buka aja, itu memang buat kamu."

Begitu membuka bungkusan tersebut di dalamnya terdapat sebuah kotak makanan. Harum kembali dikejutkan dengan pria dewasa itu. Ternyata, dia memang menggemaskan pikir Harum saat itu.

Begitu membuka kotak makanannya, ternyata di dalamnya ada 4 buah sandwich yang sudah di siapkan secara khusus oleh Dewa untuknya. Dengan 3 botol susu berbeda varian rasa.

"Banyak banget susunya? Ada rasa vanila, coklat sama strawberry pula!"

"Saya nggak tahu kamu suka rasa apa. Makanya saya beli semuanya. Kalau sandwich kamu suka, kan? Itu saya yang buat sendiri."

"Aku suka sandwich, itu kesukaanku," katanya sambil memakan sandwich pemberian Dewa. "Makasih sandwichnya."

"Sama-sama. Gimana, enak nggak?" tanya Dewa harap-harap cemas sambil melirik ke arah Harum yang sedang menikmati sandwich buatannya.

"Enak, pinter juga buatnya. Kakak mau?" katanya menawarkan.

Dewa menggeleng dengan cepat. "Saya sudah sarapan. Itu khusus buat kamu, kamu habiskan saja semuanya. Oh ya, kalau soal rasa, kamu suka rasa apa?"

"Aku?" tanya Harum sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamulah, siapa lagi yang saya tanya selain perempuan yang duduk di samping saya."

Harum tertawa kecil. Ia kembali memakan sandwich miliknya sambil menikmati rasa sandwich buatan Dewa yang pertama kali dibuatkannya untuk dirinya.

"Aku suka coklat. Kalau kakak suka rasa apa?"

"Vanilla. Saya tidak terlalu suka yang manis-manis."

"Tapi, calon istri kakak ini suka yang manis-manis, loh. Jadi gimana, dong?" katanya yang membuat Dewa sedikit tercengang mendengar sebuah kata calon istri yang meluncur dari mulut Harum.

Mendengar kata tersebut, membuat keduanya sama-sama tertawa.

"Nggak apa-apa. Saya akan belajar menyukai apa yang disukai oleh calon istri saya," katanya menjawab hingga membuat keduanya kembali tertawa.

"Effortnya kak Dewa luar biasa ya sampai mau melakukan apa saja buat calon istrinya."

"Harus, dong. Demi kelancaran hubungan kita bersama ke depannya."

Harum melirik ke arah Dewa dan memandanginya dengan seksama.

"Kenapa melihat saya dengan tatapan seperti itu? Ada yang salah dengan perkataan saya?"

Harum menggeleng dan kembali melihat ke arah depan. "Kak, tahu nggak kenapa aku mau menerima perjodohan ini?"

"Karena orang tuamu, kan?" katanya menebak.

"Kakak tahu?" tanya Harum yang terkejut.

Dewa terdiam dan hanya bisa tersenyum begitu tebakannya itu di jawab benar oleh Harum sendiri.

"Aku melihat, kakak adalah pria dewasa yang baik bahkan mau menerima perjodohan ini dengan santainya. Tapi, Kak, aku masih kuliah, loh. Bahkan, aku punya pacar yang sudah berhubungan denganku selama 3 tahun. Aku sayang sama dia dan sekarang aku bingung harus mengatakan apa kepada pacarku tentang perjodohan ini. Kalau kakak jadi aku, apa yang akan kakak lakukan?"

Mendengar pertanyaan Harum, Dewa kembali terdiam dan memikirkan sesuatu yang begitu rumit dalam pikirannya.

"Kamu mau menolak perjodohan ini?" tanya Dewa tiba-tiba.

"Tidak, Kak. Aku tidak akan menolaknya karena ini permintaan kedua orang tuaku. Mereka tak pernah meminta apapun kepadaku selama ini. Jadi, aku hanya bisa menerimanya. Tapi, aku cuma minta yakinkan aku, Kak. Yakinkan aku supaya aku bisa menerima kakak sebagai calon suamiku, supaya aku juga bisa menyelesaikan hubunganku dengan pacarku secara baik-baik."

Dewa menatap wajah Harum yang terlihat sedang memandanginya dengan tatapan yang begitu serius. Harum sepertinya menunggu apa yang akan dikatakan Dewa selanjutnya. Namun, Dewa hanya diam saja hingga akhirnya mereka sampai di depan kampus Harum.

Karena tak mendapatkan jawaban apa-apa dari mulut Dewa, Harum merapihkan pakaian dan rambutnya untuk segera bersiap-siap turun dari mobil.

"Kalau begitu aku kuliah dulu. Makasih untuk sarapan dan tumpangannya, Kak. See you," pamitnya kemudian pergi.

"Harum," panggil Dewa pelan sambil memegang tangan kanan Harum hingga membuat Harum menoleh ke arahnya bingung.

"Saya mungkin tidak bisa membahagiakan kamu. Masih belum bisa menjadi calon suami yang baik mungkin untuk kamu. Bahkan, saya tidak bisa memberikan kenangan manis untukmu atau bisa saja di masa depan saya akan mengecewakan kamu dan membuat kamu menangis.

"Tapi, yang saya janjikan saat ini hanyalah keseriusan saya untuk menikahi kamu. Kamu bisa lihat dari sikap perilaku saya terhadap kamu. Saya akan berusaha menjadi versi Dewa yang terbaik di depan calon istri saya," katanya tampak serius hingga membuat kedua bola mata Harum berkaca-kaca mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Dewa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status