Home / Romansa / Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat / bab 7 Selamat Datang di Keluarga Huang

Share

bab 7 Selamat Datang di Keluarga Huang

Author: Handira Rezza
last update Last Updated: 2024-03-16 16:52:04

“Rumah majikan?” ucap Damar sambil mengerutkan keningnya, tetapi tidak lama pria itu kembali bersuara. “Ya, ini rumah majikanku,” ucapnya sambil tertawa.

Sontak, Soraya dirundung kepanikan. Ia meraih lengan Damar, menahan pria itu untuk melangkah.

“Kamu gila?!” makinya dengan berbisik. “Kenapa tidak bicara dari awal? Kalau gitu, ayo kita cari kontrakan saja. Uangku kayaknya masih cukup untuk cari kontrakan petak beberapa bulan.”

Di hadapannya Damar menatap Soraya dengan tatapan lembut, “Tidak usah khawatir, percaya saja padaku.”

Meski masih ragu, Soraya akhirnya mengangguk. Sebab, pria itu terlihat begitu yakin, terlebih kala tangan pria itu menggenggam tangannya dan mereka melangkah memasuki rumah mewah itu bersama.

“Damar!”

Seorang wanita separuh baya yang terlihat masih cantik menyambut mereka dengan tatapan membola. Soraya tebak, wanita itu adalah majikan Damar yang marah karena anak buahnya tidak bekerja dengan baik.

Soraya jadi takut kalau Damar akan dipecat dari pekerjaannya. “Perkenalkan Bu, saya Soraya, istrinya Damar.” Berpacu dengan degup jantungnya, ia menatap sorot ibu tersebut yang kini mengarah padanya. “Maaf, kalau kedatangan saya ke sini mengagetkan. Tapi, kalau Ibu tidak berkenan, kami akan segera pergi dari sini.”

“Suami?” Wanita paruh baya itu menatap Soraya, lalu bergantian menatap Damar. “Kapan kamu menikah, kenapa keluargamu tidak tahu?”

Soraya semakin gugup. Namun berbeda dengan Damar yang justru terlihat santai. Pria itu bahkan berusaha menahan tawa.

“I-itu … Maafkan saya lagi, Bu. Tapi, pernikahan kami memang mendadak.” Soraya menatap Damar, meminta pertolongan, tetapi pria itu tak acuh. “Damar diminta menikahi saya tadi, ketika dia sedang bekerja sebagai pelayan di pernikahan adik saya.”

Kerutan yang semakin dalam terlihat di dahi wanita tua itu. “Tapi anakku bukan pelayan.”

Mendadak, Soraya membatu, kemudian dia menoleh ke arah Damar seolah meminta jawaban.

“Soraya, perkenalkan wanita yang ada di depanmu ini adalah mamaku,” ujar Damar setelahnya.

“Jadi, dia … M-mama?” ucap Soraya terkejut.

Damar mengangguk pelan seraya tersenyum. Soraya menjadi kikuk mau berbuat apa.

“T-tapi, kamu bilang kamu–”

Kini, Soraya mulai mengerti sedikit demi sedikit. Damar yang ia kira pelayan, dan bekerja di pernikahan adiknya ternyata adalah seorang anak dari kalangan berada.

Memikirkan hal itu, mendadak terbesit di pikiran Soraya kalau pernikahan mereka mungkin akan menghadapi halangan. Orang kaya, mungkin akan menginginkan pernikahan anak mereka dengan anak dari keluarga setara.

Sementara dirinya … hanya anak angkat dari keluarga kaya. Itu pun ia telah dibuang, dan kini hanya tersisa asal usulnya yang hanyalah seorang anak dari panti asuhan belaka.

“Tenanglah, Soraya. Pernikahan kita bukanlah masalah.” Seolah mengerti, ucapan Damar barusan benar-benar membuatnya tenang.

“Bukan masalah, memang … tapi Mama butuh penjelasan.” Wanita paruh baya itu bertitah tegas. “Damar, bawa istrimu ke ruang keluarga.” 

Kemudian wanita itu melangkah lebih dulu, membuat Damar dan Soraya mengikuti langkahnya.

“Siapa yang mau menjelaskan semuanya?” Mamanya Damar langsung membuka pertanyaan, setelah seorang pembantu rumah tangganya menyajikan minuman dan camilan di hadapan mereka. 

Kembali, Soraya menjelaskan dengan ringkas asal mula mereka mendadak menikah, asal-usul Soraya dan keluarganya pun tidak tertinggal. Tentu, tanpa menceritakan mereka telah terlibat kesepakatan pernikahan sebelumnya.

Semua itu dijelaskan oleh Soraya seorang diri dengan perasaan gugup. Damar justru diam. Pria itu sama sekali tidak membantu Soraya, membuat gadis itu didera rasa kesal.

Soraya harap-harap cemas. Ia sudah menceritakan semua, sekarang tinggal menunggu tanggapan dari mamanya Damar soal dirinya.

Meski pernikahan ini terjadi karena kesepakatan, dan tanpa cinta … tetapi entah mengapa Soraya risau jika mertuanya tidak memberikan restu.

Terdengar helaan napas panjang dari wanita paruh baya itu.

“Semua ini memang ulah anak nakal itu!” Mama Damar menatap anaknya dengan tatapan geram. “Kamu benar-benar mempermalukan keluarga kita, Damar!”

Mendengar hal itu, Soraya mengerjap. Ia kira, ia akan kena marah dan penolakan. Namun … agaknya mertuanya itu tidak membahas lebih lanjut restunya, melainkan langsung menyalahkan sang anak karena tindakan impulsifnya.

‘Jadi, Mamanya Damar setuju?’ Soraya membatin.

“Aku akan beritahu Kakek soal ini, Ma. Mama tidak perlu khawatir,” sahut Damar, tenang.

“Tentu, itu tugasmu!” Nada geram masih terdengar saat wanita itu menimpali Damar. Mama Damar kemudian berdiri dan menatap Soraya. Tatapannya lembut, dengan lengan terbuka, “Selamat datang di keluarga Huang, Soraya. Bersiaplah, Mama akan kenalkan kamu sebagai menantu di pesta pernikahan.”

**

Setelah berbincang dengan mamanya, Damar mengajak Soraya untuk istirahat di kamar. Tapi sampai di kamar wajah Soraya menjadi tegang, dia menatap garang Damar sambil bersedekap, "Jadi, penjelasan apa yang ingin kamu berikan padaku, Tuan Pembohong?"

Damar menatap Soraya yang sedang marah itu, jika dilihat Soraya semakin cantik membuat jantungnya berdekup kencang seperti orang yang sedang jatuh cinta.

“Mama sudah menjelaskan semuanya tadi,” jawab Damar singkat.

“Tapi aku ingin dengar lagi penjelasan darimu langsung,” sahut Soraya lalu mendekat ke arah Damar yang sepertinya tidak mau buka suara itu.”Tanpa kebohongan, tentu saja!”

“Kamu sudah mengetahui semua tentang diriku dari mama tadi. Sekarang cepat mandi dan tidurlah, besok kita akan pergi bulan madu,” pinta Damar. 

Tak lupa Damar menunjukkan sebuah ruangan kecil di kamar yang besar itu berisi baju, sepatu, dan aksesoris wanita.

“Pernikahan kita hanya perjanjian kontrak. Tapi kamu sudah menyiapkan segala kebutuhanku??”

“Walau pernikahan kontrak, aku harus mendalami peranku sebagai seorang suami.”

Karena sudah lelah, Soraya tidak bertanya lagi, dia langsung mengambil salah satu baju lalu menuju kamar mandi. 

Tanpa Soraya tahu, pria itu tersenyum menatap Soraya yang berjalan dari walk-in-closet menuju kamar mandi. 

Keesokan harinya, Soraya dan Damar terbang menuju sebuah pulau yang indah dengan pemandangan lautan biru yang memanjakan mata.

Soraya merentangkan kedua tangannya, ketika berada di pinggir pantai, menikmati indahnya pemandangan ciptaan Tuhan yang belum pernah dia nikmati sebelumnya.

Namun, tiba-tiba suara seseorang mengganggu kenikmatan Soraya.

“Lihatlah kita bertemu siapa di sini.”

Dialah Sabrina yang kini menatap penuh dengki ke arah Soraya dan Damar. 

“Kenapa di mana-mana aku selalu bertemu kalian?” ucap Cakra dengan malas. “Apa kalian mengikuti kami?”

Sabrina mendengus. “Kakak ipar itu hanya seorang pelayan, kenapa bisa menyusul kita bulan madu di sini. Jangan-jangan dia rela berhutang demi bersaing dengan kita.”

“Kamu benar, Sayang,” ucap Cakra lalu tertawa setelahnya. “Tapi aku heran, mereka memilih berhutang untuk ke sini. Bukankah itu keputusan bodoh?”

Damar mengacuhkan ucapan Sabrina dan Cakra. Pria itu bahkan seolah tidak terganggu sama sekali dengan cibiran tersebut.

Berbeda dengan Soraya yang sudah gatal ingin membalas, tetapi masih ditahannya. 

“Kakak ipar kenapa diam saja, jangan-jangan memang betul kamu berhutang pada rentenir demi gengsi bisa setara dengan kita?”

“Kami tidak berusaha untuk jadi setara dengan kalian.” Akhirnya, Soraya berucap. “Lagipula, untuk apa bersikap sok kaya, lebih baik hidup apa adanya saja.”

“Menikahi pelayan saja, membuatmu berubah angkuh, Kak.” Sabrina tak mau kalah. Dia mengangkat dagunya tinggi. “Pantaslah, Tuhan tidak memberikanmu jodoh orang kaya.”

Soraya tersenyum, nyaris menyeringai. Dia meraih tangan Damar, berniat pergi dari sana. 

Namun sebelum itu, dia berujar tepat di telinga Sabrina.“Tunggu sampai kamu tau satu hal, Sab. Aku tidak yakin, apakah jantungmu itu sanggup berdetak setelah kamu mengetahui kebenarannya.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Syukurlah nyonya Margaret baik dan terima Soraya sebagai mantunya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   Bab 117 Hidup Bahagia bersama Damar. (Tamat)

    Orang yang mengetuk kaca mobil Damar adalah Kanaya adik dari Pak Kwong. Damar membuka kaca mobilnya dengan rasa malas meladeni perempuan itu. Tapi dia penasaran juga mau bertingkah apa lagi wanita ini "Ada apa?" tanya Damar. "Boleh kita bicara sebentar?" ucap Kanaya dengan lembut "Tidak usah berbasa basi, aku suka pembicaraan yang langsung ke intinya," tegas Damar. Kanaya menyelipkan rambut ke telinga. Dia tersenyum ke arah Damar mencoba untuk menggodanya. "Apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Kanya. "Tidak," jawab Damar tegas, dia sudah terbiasa menghadapi wanita murahan seperti ini. "Aku sangat terhina ditolak mentah-mentah olehmu. Padahal aku sangat ingin membicarakan hal yang serius mengenai orang tua kandung Soraya," ucap Kanya. Merasa hal itu sangat penting baginya, Damar turun dari mobilnya. Dia menatap tajam Kanaya yang tampak sumringah karena bisa memancing Damqr keluar dari mobilnya untuk berbicara dengannya. "Jangan membohongiku. Karena aku tak akan segan-

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   Bab 116 Aku bersumpah tidak akan ada wanita lain.

    Pak Kwong yang menghampiri Damar. Dia terlihat pucat karena takut Damar akan melepaskan kekesalannya karena sikap Mama dan adiknya yang kurang ajar. "Ada Apa?" tanya Damar. "Mereka tidak ada hubungannya denganku, bahkan aku susah melarang mereka melakukan itu. Perilaku mereka diluar tanggung jawabku," jawab Pak Kwong tegas. Pernyataan dari Pak Kwong membuat mereka berdua menganga karena tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Pak Kwong. "Ini tidak mungkin, bagaimana bisa kakak tega pada kami," ucap Adik Pak Kwong lirih. "Aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya," balas Pak Kwong. Bu Liliana menunjukkan aksinya. Dia langsung menangis sesenggukan di depan banyak orang. Biasanya kalau sepeti ini Pak Kwong langsung menghiburnya dan menenangkannya bahkan Pak Kwong langsung menuruti apa yang Bu LiLiana inginkan. "Terserah kamu mau apakan mereka," ucap Pak Kwong lalu pergi, meninggalkan Mama dan Adiknya yang melakukan drama. Sudah lelah sepertinya Pak Kwong meladen

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   Bab 115 Balas Dendam

    Adik dan mama Pak Kwong saling pandang lalu mereka tampak terbata menjawab pertanyaan Pak Kwong. "Bukan urusanmu," ucap Mama Pak Kwong ketus. "Aku akan memutus semua uang bulanan untuk kalian kalau tidak mau menjawab," ucap Pak Kwong. "Jangan jadi anak durhaka!" seru Mama Pak Kwong. Mereka menggertakkan giginya kesal karena ancaman Pak Kwong bisa-bisanya dia seperti itu kepada ibu dan adiknya sendiri. Kenapa harus mengancam tidak memberi uang bulanan. "Aku akan menjadi anak durhaka kalau kalian menggagalkan rencanaku," balas Pak Kwong. "Rencana apa yang kami gagalkan, Kak?" tanya Adik dari Pak Kwong. "Aku tahu kalian itu sedang berencana untuk menyerang Soraya dengan meminta bantuan seseorang yang berpengaruh di kalangan atas. Aku tak akan membiarkan itu!" gertak Pak Kwong. "Memangnya kenapa? Dia pantas mendapatkan rumor jelek, anak tidak tahu berterima kasih, kamu menghalangi mama tak akan gentar," ucap Mama Pak Kwong. "Kalau begitu, aku betulan akan menyetop kebutu

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   Bab 115 Tidak bisa melawan keluarga Huang

    Tentu saja semua itu sudah atas kehendak Tuhan yang maha esa. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhan yang akan memberikan keputusan apapun yang kita rencanakan. "Jangan tanya kenapa. Mungkin semua itu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan. Seharunya kamu banyak instrospeksi diri kenapa Soraya lebih unggul daripada kamu," jawab Bu Amber. "Jadi ibu membela anak itu?" tanya Sabrina. "Tidak juga, ibu tetap berada dipihakmu apapun yang terjadi. Tapi saat ini ibu mohon kepadamu, bersabarlah. Kita mengalah saja sedikit saja agar bisa satu langkah di depan atau minimal setara dengan Soraya," jawab Bu Amber. Cakra menghembuskan nafasnya. Mempunyai istri yang manja sepeti ini membuatnya kesal juga Lama-lama. Tidak bisa menahan diri karena melihat orang lain lebih unggul. "Sabrina, aku mohon kepadamu turuti saja perintah Ibu. Aku yakin kita bisa melewati semua ini. Tapi untuk saat ini kita hanya bisa bergantung kepada Soraya. Jangan gegabah menuruti nafsu untuk melawan orang yang tidak

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   Bab 114 Kenapa dia beruntung

    Tante merenung sebentar lalu berkata, "Kita mulai dari rumor yang mengatakan bahwa Soraya melupakan keluarga yang sudah mengasuh dan membiayai hidupnya dari kecil," Nenek Sabrina mengangguk pelan, sepertinya rumor seperti ini akan cepat menyebar luas kalau di ucapkan oleh orang yang tepat. "Kita harus mencari sumber gosip yang dipercaya," ucap Nenek Sabrina."Maksud mama orang besar yang selalu di percaya kalau menyebarkan rumor?" tanya Tante."Ya, begitulah. Siapa ya Kira-kira orang yang tepat untuk menyebarkan rumor tentang Soraya yang tidak mempedulikan orang tua yang sudah susah payah mendidiknya, mengeluarkan biaya untuk sekolahnya," jawab Nenek Sabrina."Aku tahu siapa dia. Serahkan saja masalah ini padaku. Aku akan segera menemui beliau," balas Tante.Mereka lalu pergi meninggalkan kediaman Pak Kwong sambil tertawa dan merasa akan menang melawan Soraya yang sudah berada di atas angin itu. Sedangkan di kediaman Pak Kwong sendiri. Cakra mengingatkan agar mengawasi Tante dan Ne

  • Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat   bab 113 Jangan bawa-bawa istriku

    Keluarga Huang susah di hadapi, Bu Amber menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan permintaan sang mertua "Kita pikirkan hal lain," ucap Bu Amber."Apa kalian takut? Kita tinggal sebarkan rumor yang tak sedap kepada masyarakat mengenai hal itu," ujar Mertua Bu Amber.Bu Amber lagi-lagi menggelengkan kepalanya lalu sesekali memijit kepalanya yang sakit."Ibu tidak tahu betapa mengerikannya keluarga Huang kalau kita mengingkari janji yang kita sepakati," ucap Bu Amber."Kalau kamu tidak berani, biar ibu saja," balas Mertua Bu Amber.Brak! Pak Kwong menggebrak meja. "Kalau tidak tahu seperti apa kejamnya kelurga Huang lebih baik Ibu diam saja," ucap Pak Kwong yang terlihat jelas wajahnya sangat marah."Kenapa Kalian tidak berani menghadapi wanita tidak tahu diri itu, padahal dia tidak punya orang tua!" seru Ibu Pak Kwong."Dia memang tidak punya orang tua atau keluarga, tapi sekarang dia menjadi bagian dari keluarga Huang. Masih mending keluarga Huang mau memberikan bantuan mo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status