Share

Bab 3

Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Rey sudah kembali sehat dan riang seperti sedia kala. Adapun Vika masih harus beristirahat di tempat tidur. Ayu sendiri masih berusaha berdamai dengan keadaan. Ayu merenung, mengintropeksi diri. Ayu mencoba mencari ketenangan dengan medekatkan diri kepada Tuhan. Mungkin selama ini kehidupan Ayu lebih berpusat pada kehidupan dunia hingga ia jauh dari Tuhan, dan hingga Tuhan menghukum dengan cara seperti ini.

Sebenarnya Ayu masih bimbang, merasa sakit dan kecewa. Semakin Ayu memikirkan itu, semakin membuat hati Ayu perih. Ayu hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan sakit dan kecewa. Tidak mudah memang bila harus ada pada posisi seperti ini.

"Ayu, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" Tanya Bi Sari.

"Bi..." Ayu menghela napas berat. "Tetangga-tengga di sekitar mulai menjadikan rumah tangga kami sebagai bahan gunjingan. Mungkin ini keputusan yang terbaik." Ayu sendiri sebenarnya masih ragu dengan keputusannya itu.

Ayu tertunduk lesu dengan mata yang masih sembab akibat ia sering menangis. Bi Sari yang duduk di samping Ayu, tiba-tiba merangkul pundak Ayu.

"Kalau itu keputusan kami, maka kita akan membicarakannya dengan Anton juga. Hal ini nggak bisa di putuskan dengan sepihak."

"Apa Bibi bakal setuju dan akan mendukung keputusanku? Sebenarnya Ayu masih mencoba meyakinkan diri Ayu sendiri agar Ayu. Aku butuh persetujuan Bibi dan dukungan dari Bibi, karena Bibi sudah aku anggap seperti ibuku sendiri."

"Bibi tau apa yang kamu rasakan, Yu. Apapun yang jadi keputusan kamu, Bibi akan mendukungnya. Kamu dan Vika sudah Bibi anggap seperti anak Bibi sendiri."

Ayu ingin melepas Anton, laki-laki yang ia cintai agar ia bisa bersama dengan Vika, adiknya. Meski sakit, tapi Ayu pikir ini adalah keputusan yang terbaik. Ayu memilih mengalah daripada melihat Vika yang terus-terusan menjadi bahan gunjingan dari para warga.

Tentang rencana perceraian serta permintaan Ayu untuk Anton menikahi adiknya, Vika baru di ketahui oleh Bi Sari. Ayu berniat ingin memberi tahu niatnya itu kepada Anton, suaminya. Untuk Vika, Ayu tidak memberi tahunya dulu, Ayu tidak ingin jika adiknya nanti bertambah depresi dan nantinya hal itu akan berdampak buruk bagi janin yang sedang di kandung oleh Vika.

***

"Apa maksud kamu, Yu? Apa kamu nggak memikirkan Rey, sampai kamu berencana seperti itu?" Tanya Anton yang baru saja di beri tahu Ayu tentang niatnya.

"Kenapa kamu tidak bertanya sama diri kamu sendiri saat kamu berhubungan dengan Vika? Apa kamu masih peduli sama aku dan Rey?"

"Tidak! Sampai kapanpun, aku nggak bakal menceraikan kamu. Aku mencintai kamu, Ayu, dan aku nggak mau berpisah dengan kamu." Anton menentang keinginan Ayu, nada bicaranya meninggi, dan ia juga terlihat sangat marah.

"Mencintaiku kamu bilang?! Kamu masih bisa bilang mencintai aku setelah kamu menghianati aku?" Ayu tersenyum kecut. "Ingat Mas! Vika sedang mengandung anak kamu, dan kamu harus bertanggung jawab sama dia!"

"Ayu... Anton..." Bi Sari mulai angkat bicara. "Bicaralah dengan hati, jangan gunakan emosi kalian. Tidak perluh kalian membentak. Masalah ini sudah jadi buah bibir di desa kita. Jangan kalian menambahnya dengan pertengkaran kalian yang bisa di dengar tetangga. Mereka akan semakin membuat kalian sebagai bahan pembicaraan."

"Bi, aku nggak mau bercerai dengan Ayu. Sampai kapanpun, nggak akan." Ucap Anton.

"Mas!! Apa kamu nggak mikir sama Vika dan juga anak yang sedang di kandungnya?"

Ayu dan Anton saling menatap tajam. Mereka tetap pada pendiriannya masing-masing. Ayu yang menginginkan agar mereka berdua bercerai tetapi, Anton bersikeras menolaknya dan selalu mengatakan kalau dirinya mencintai Ayu, dan cintanya hanya milik Ayu seorang.

Rasanya sangat muak saat Ayu mendengar hal itu. Bagaimana bisa Anton mengatakan mencintainya sedangkan sudah jelas-jelas laki-laki itu menghianati Ayu.

"Ayu... Anton... sudahlah. Sekarang kita perluh berpikir hal terbaik dari semua ini. Jika kalian tetap seperti ini, nggak akan ada titik temu. Coba kalian berpikir jernih!"

Bi Sari akhirnya angkat bicara setelah melihat Ayu dan Anton yang saling menyalahkan juga keukeh dengan pendirian masing-masing. Akhirnya Ayu dan Anton terdiam.

"Bi, aku bakal tetap sama pendirianku. Aku ingin bercerai dengan Mas Anton, secepatnya. Lalu setelah itu, Mas Anton harus menikahi Vika! Mau bagaimanapun, Vika itu tetap adikku. Aku nggak mau kalau Vika hanya menjadi bahan mainan laki-laki seperti Mas Anton, ia sudah berani berbuat tapi ia tidak mau bertanggung jawab!"

"Yu, tenangkan diri kamu." Bi Sari menggenggam erat tangan Ayu.

"Anton, coba pikirkan baik-baik. Pikirkan tentang Vika dan anak yang ada di dalam kandungannya. Mereka juga butuh tanggung jawabmu." Ucap Bi Sari menasehati Anton.

"Aku tau, Bi. Aku akan bertanggung jawab, Bibi nggak perluh khawatir. Tapi, Anton tetap nggak akan menceraikan Ayu, Bi. Aku sangat mencintai Ayu, Bi!"

"Jangan pernah kamu menyebutkan kata cinta untukku!" Bentak Ayu.

"Baik, jika kamu ingin aku menikahi Vika, aku akan menikahinya. Tapi ingat, aku tidak akan pernah menceraikanmu." Ucap Anton dengan suara meninggi.

Ayu terkejut dengan ucapan Anton. Apa dia bermaksud untuk menjadikan Vika sebagai madu Ayu? Ayu benar-benar tak habis pikir.

"Apa maksudmu, Anton? Itu tidak mungkin!" Tanya Bi Sari.

Ayu terisak, dan tidak bisa lagi membendung air matanya. Bi Sari mengelus punggung Ayu untuk menenangkan dan memberikan kekuatan agar Ayu bisa bersabar walaupun emosi Ayu sudah di ubun-ubun.

"Apa yang tidak mungkin, Bi? Bukankah dalam agama kita di perbolehkan untuk mempunyai istri lebih dari satu? Lagi pula kalian yang ingin aku menikahi Vika, jadi aku akan menikahinya tetapi aku tidak akan pernah menceraikanmu, Ayu!" Tegas Anton.

"Brengsek kamu, Mas!" Ayu sudah mengamuk dan tidak bisa lagi menahan amarahnya. Hampir saja Ayu mencakar Anton jika saja Bi Sari tidak mencegah Ayu.

"Sabar, Yu... sabar. Jangan dahulukan emosi kamu. Bagaimanapun Anton masih suamimu. Kamu harus menghormatinya! Tenangkan dirimu, biar Bibi saja yang bicara."

"Anton... poligami memang di perbolehkan dalam agama kita, tetapi syaratnya berat, bersikap adil itu sulit." Kata Bi Sari.

"Aku bisa bersikap adil untuk Ayu dan Vika, Bi. Aku akan berusaha sebaik mungkin, karena itu aku akan tetap menikahi Vika dan aku juga tidak akan pernah menceraikan Ayu!" Ucap Anton dengan lantang.

"Anton... apa kamu tau menikahi dua saudara kandung itu hukumnya haram? Mengumpulkan dua wanita bersaudara itu di larang! Jadi kamu nggak bisa menikahi Vika jika tidak menceraikan Ayu terlebih dahulu. Itu dosa, Nak!" Terang Bi Sari.

Hening. Hanya ada suara isak tangis dari Ayu. Ayu berusaha keras untuk menahan tangisnya agar tidak bersuara, ia juga berusaha tegar tapi untuk saat ini, Ayu tidak bisa.

Anton menghempaskan dirinya ke sofa. Ia mendongak menatap langit-langit rumah, serta kedua tangannya menutup wajahnya.

"Anton, di dunia ini memang nggak ada yang sempurna. Sebuah kesalahan tidak seharusnya di tumpuk dengan kesalahan yang lain, yang nantinya berujung pada dosa yang lebih besar. Ingat Nak, azab Allah itu pasti ada. Selagi kita bertobat dan bisa memperbaiki kesalahan, maka manfaatkan itu. Jangan terjerumus semakin dalam dengan dosa. Dan jangan mengikuti kemauanmu yang itu, itu tindakan yang salah, Nak."

Anton menatap Bi Sari dengan mata berkaca-kaca, tanpa terasa air matanya menetes. Dengan segera Anton menyeka air matanya.

"Bi, ada tidak jalan lain selain bercerai dengan Ayu? Aku nggak bisa, Bi." Mata Anton tertuju pada Ayu.

"Nggak bisa bagaimana? Aku juga nggak bisa lagi punya suami kayak kamu, Mas!"

"Tenang Yu, tidak baik jika di dengar tetangga. Ingat, omongan tetangga lebih tajam, Vika bisa semakin stres nanti. Istigfar Yu, biar hati kamu tenang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status