Tidak bisa di pungkiri Ayu terkejut dengan perkataan Adam. Laki-laki itu seolah sudah mengenal Ayu dengan baik. Tentang pernyataannya yang akan menerima Rey sebagai anaknya. Semua itu menimbulkan banyak tanya dalam benak Ayu. Apakah Bi Sari yang sudah memberi tahu Adam banyak hal tentangnya? Tapi Ayu rasa tidak mungkin Bi Sari seperti itu. "Bunda, Rey lapar," rengek Rey. Ayu tersadar dari lamunannya. Bi Sari dan Adam juga menatapnya, dan hal itu membuat Ayu jadi salah tingkah. "I–iya sayang. Kita makan, ya?" ucap Ayu pada Rey. "Mari, Mas. Sambil makan dulu, Mas." Ayu mempersilahkan untuk mengambil makan siang yang sudah dihidangkan. "Nggak perluh sungkan, Nak. Ambil dan nikmati, tapi adanya ya seperti ini," ucap Bi Sari sambil mengambil makanan. "Makanannya sangat banyak, Bi. Sampai bingung mau pilih yang mana." Adam pun mulai mengambil makanannya, hal itu tak luput dari pandangan Ayu. Ayu tersenyum tipis saat ia melihat Adam yang terlihat lahap
Rey langsung berlari menghampiri Anton, "Ayah... Lihat, Rey dapat mainan baru. Bagus kan?" Anton menggendong Rey lalu mencium pipi putranya. Sedetik kemudian, ia menatap Bi Sari dan Ayu. Ayu bisa melihat dari raut wajah mantan suaminya itu, ada terbesit tanda tanya. "Iya, bagus sekali pesawatnya. Apa Bunda yang belikan?" tanya Anton. "Bukan Ayah, ini hadiah dari Om." Rwy begitu jujur. "Om? Om siapa?" Anton menurunkan Rey dari gendongannya. Matanya tertuju pada Ayu seolah ingin diberi penjelasan. "Ooh, Adam. Itu yang barusan pergi dari sini. Nanti Om Adam juga mau ngajak Rey sama Bunda jalan-jalan," ucap Rey pada sang ayah. Anton semakin penasaran setelah mendengar cerita Rey. Ia lalu mendekati Bi Sari yang masih duduk sedari tadi. "Siapa Adam?" Anton meminta penjelasan. Ayu lebih memilih diam. Ia tidak ingin mengatakan apapun pada mantan suaminya itu. "Dia putranya Pak Ramzi," jawab Bi Sari. "Pak Ramzi yang di kampung sebelah?" "Iya
Sikap Anton menjadi berubah semenjak ia mengetahui Ayu berkenalan dengan Adam. Anton menjadi sangat perhatian kepada Rey. Sudah beberapa hari ini dia memaksa untuk mengantar Rey ke sekolah.Rey tentunya senang dengan perhatian ayannya. Dibalik semua itu, Ayu harus menghadapi kecemburuan Vika yang sudah kelewatan. Bahkan adiknya itu mengucapkan kata-kata yang semakin pedas untuknya."Kamu jangan gunakan Rey buat cari perhatian Mas Anton dong, Kak. Kamu nggak kasihan sama Inara? Inara masih kecil dan butuh perhatian lebih dari ayahnya!"Vika datang pagi-pagi sembari menggendong bayinya yang sedang menangis, untuk melabrak Ayu dirumah Bi Sari, tepat setelah Anton berangkat mengantar Rey ke sekolah."Kamu kalau bicara jangan sembarangan ya, Vik. Bukan aku yang minta suami kamu buat antar-jemput Rey. Dia sendiri yang maksa buat melakukan itu!""Kamu nggak usah ngelak, Kak! Akui aja kalau memang kamu masih mengharapkan Mas Anton, tapi nggak kayak gini caranya, Kak Ayu!" Suara Vika semakin k
"Jahat! Ini terlalu sakit untukku. Sangat tidak adil. Kenapa dia bisa setega itu?" tangis Ayu pecah tak terkendali begitu mendapati kenyataan bahwa suaminya telah mendua. "Tenangkan dirimu, Yu .." pinta Bi Sari sambil berusaha memeluk Ayu yang berontak tak dapat mengendalikan diri. "Mereka jahat, Bi. Bagaimana mungkin adik kandung dan suamiku bisa setega itu? Mereka menusukku dari belakang. Adik yang aku besarkan penuh kasih sayang, ternyata begitu Licik!" pekikku keras. "Mengapa harus dia yang menjadi selingkuhan suamiku? Mengapa?! Kenapa dia harus mencintai pria yang sudah menjadi suami kakaknya?!" Ayu semakin histeris, rasanya tak sanggup menerima kenyataan. *** Entah salah apa yang telah Ayu perbuat, sehingga Tuhan memberikannya ujian yang bagi Ayu terasa berat. Sakit, sesak itu yang Ayu rasakan. Yang bisa ia lakukan hanya menangis dan menangis. Kadang Ayu bertanya-tanya dosa apa yang telah di perbuatnya, sampai-sampai Tuhan memberikannya hukuman dengan ada
Ayu merenung beberapa hari setelah perselingkuhan adik dan suaminya. Ayu tidak pulang, ia lebih memilih tinggal di rumah Bi Sari untuk menenangkan diri. Ayu tidak ingin bertemu dengan adik dan suaminya. Ayu juga tak melihat Rey, anaknya. Setiap hari Ayu hanya melamun, tak ada gairah hidup. Tiba-tiba Bi Sari memberi tahu Ayu kalau Rey sedang sakit. Entah kekuatan dari mana, Ayu langsung bangkit untuk pulang ke rumahnya, di temani oleh Bi Sari. "Ayu, akhirnya kamu pulang. Rey selalu cariin kamu. Dia rindu sama kamu, Yu." Ucap Anton. Ayu tidak menghiraukan Anton begitu juga dengan Vika yang berdiri di samping Anton. Pandangan Ayu hanya tertuju pada putranya. Ayu langsung memeluk putranya yang terkulai lemas di tempat tidur. Wajah Rey sangat pucat serta tubuhnya sangat panas. "Rey... Bunda disini, Nak. Maafkan Bunda." Bisik Ayu tepat di telinga Rey. "Bunda, Rey kangen Bunda." Igau Rey dengan mata tertutup serta mulut yang sedari tadi meracau memanggil nama Ayu. "Ta
Seminggu setelah pulang dari rumah sakit, Rey sudah kembali sehat dan riang seperti sedia kala. Adapun Vika masih harus beristirahat di tempat tidur. Ayu sendiri masih berusaha berdamai dengan keadaan. Ayu merenung, mengintropeksi diri. Ayu mencoba mencari ketenangan dengan medekatkan diri kepada Tuhan. Mungkin selama ini kehidupan Ayu lebih berpusat pada kehidupan dunia hingga ia jauh dari Tuhan, dan hingga Tuhan menghukum dengan cara seperti ini. Sebenarnya Ayu masih bimbang, merasa sakit dan kecewa. Semakin Ayu memikirkan itu, semakin membuat hati Ayu perih. Ayu hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan sakit dan kecewa. Tidak mudah memang bila harus ada pada posisi seperti ini. "Ayu, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" Tanya Bi Sari. "Bi..." Ayu menghela napas berat. "Tetangga-tengga di sekitar mulai menjadikan rumah tangga kami sebagai bahan gunjingan. Mungkin ini keputusan yang terbaik." Ayu sendiri sebenarnya masih ragu dengan keputusannya itu. Ayu te
Ayu menghela napas panjang. Ayu beristighfar. Rasanya berat dan sulit untuk memohon ampun kepada Allah. Lidah Ayu mendadak kelu. Kemarahan telah menguasai hatinya. Lagipula, wanita mana yang tidak akan marah saat kenyataannya suami dan adiknya begitu tega melukainya, merusak kepercayaan yang selama ini Ayu berikan. "Ayu, apakah sudah nggak ada lagi tempat di hatimu untuk aku? Ayu, ingat ada Rey yang masih membutuhkan kita." Ucap Anton dengan wajah memelasnya. Ayu tersenyum kecut. Air matanya kembali menetes. Ayu masih sangat mencintai suaminya itu, tapi di lain sisi, Anton sudah menyakiti hatinya, bahkan sangat sakit. Tapi Ayu juga tidak mau jika Vika terabaikan. Masalah ini sangat berat bagi Ayu. Keputusan apapun yang Ayu ambil pasti akan membuatnya terluka dan sakit. Dalam masalah ini, Ayu adalah istri yang menginginkan sosok suami tetap ada, di lain sisi, Ayu adalah seorang kakak yang tidak mau adiknya terluka. Ayu menghapus air matanya, di tatapnya lekat-lekat
"Kok di dalam perut Tante Vika, sih? Kalau adik Rey, kan ada di dalam perut Bunda, kalau belum lahir." Ucapan Rey membuat Ayu, Bi Sari serta Lily saling berpandangan. Perih sekali rasanya hati Ayu mendengar kepolosan anaknya itu. Bi Sari dan Lily sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Ayu sungguh sangat kasihan kepada anaknya karena harus menerima nasib seperti itu. Kenyataan yang sungguh sangat menyakitkan. "Rey sayang sama Tante Vika, kan?" Tanya Bi Sari. "Iya, Rey sayang sama Tante Vika, sama Nenek, sama Tante Lily juga Rey sayang." Ucap Rey dengan polosnya. "Rey memang anak yang baik. Kalau Rey sayang sama Tante Vika, berarti Rey juga harus sayang sama adik bayi yang ada di dalam perut Tante Vika. Anggap adik bayinya kayak adik Rey sendiri." Ucap Bi Sari dengan mata berkaca-kaca. Rey memandang Bi Sari dengan heran. Rey menatap Ayu, lalu memeluknya. Rey juga merabah perut Ayu dan berkata, "Kalau adik bayi dalam perut Tante Vika lahir, Rey akan sayang sam