"Kok di dalam perut Tante Vika, sih? Kalau adik Rey, kan ada di dalam perut Bunda, kalau belum lahir."
Ucapan Rey membuat Ayu, Bi Sari serta Lily saling berpandangan. Perih sekali rasanya hati Ayu mendengar kepolosan anaknya itu. Bi Sari dan Lily sudah tidak bisa lagi menahan air matanya. Ayu sungguh sangat kasihan kepada anaknya karena harus menerima nasib seperti itu. Kenyataan yang sungguh sangat menyakitkan. "Rey sayang sama Tante Vika, kan?" Tanya Bi Sari. "Iya, Rey sayang sama Tante Vika, sama Nenek, sama Tante Lily juga Rey sayang." Ucap Rey dengan polosnya. "Rey memang anak yang baik. Kalau Rey sayang sama Tante Vika, berarti Rey juga harus sayang sama adik bayi yang ada di dalam perut Tante Vika. Anggap adik bayinya kayak adik Rey sendiri." Ucap Bi Sari dengan mata berkaca-kaca. Rey memandang Bi Sari dengan heran. Rey menatap Ayu, lalu memeluknya. Rey juga merabah perut Ayu dan berkata, "Kalau adik bayi dalam perut Tante Vika lahir, Rey akan sayang sama adik bayinya Tante Vika. Nanti dalam perut Bunda aka ada adik bayinya. Rey akan lebih sayang lagi. Iya kan, Bun?" Ucapan Rey berhasil membukam mulut Ayu. Bagaimana bisa ia memiliki bayi lagi sedangkan dirinya telah bercerai dengan Anton. Ikhlas itu memang sesuatu yang sangat berat untuk di lakukan. 'Mengapa adik kandungku harus menjadi pelakor dalam rumah tanggaku? Bagaimana aku bisa ikhlas menerima kenyataan ini, ya Allah? Suamiku di rebut oleh adikku sendiri.' Batin Ayu. Saat Ayu sedang melamun memikirkan nasibnya juga nasib anaknya, tiba-tiba Rey bertanya membuyarkan lamunan Ayu. "Bunda, Ayah dimana? Kok Ayah nggak tidur sama kita?" Tanya Rey yang ternyata belum tidur. Ayu menarik napas dalam-dalam, dan berpikir keras dalam otaknya untuk menyusun kata-kata yang akan ia lontarkan kepada Rey, anaknya. "Rey sayang, tadi kan Nenek Sari sudah bilang, kalau Tante Vika sedang hamil, dan Ayah harus menjaganya. Karena itu sekarang kita tidur berdua, yah?" Ucap Ayu pada anaknya. "Nanti Ayah kesini atau tidak? Rey juga ingin ditemani Ayah." Rengek Rey. Hati Ayu semakin sakit mendengar permintaan anaknya. "Sayang, Rey kan sudah besar, terus Rey juga sudah ditemani Bunda. Kalau Tante Vika, kan nggak ada yang nemenin kalau Ayah kesini." "Tapi Rey juga ingin tidur sama Ayah, Bun." Celoteh Rey. Ayu bisa melihat kesedihan di mata anaknya. Rasa sesak itu kembali menjalar dalam benak Ayu. Mata Ayu sudah berembun, buru-buru Ayu mendongak agar air matanya tidak tumpah mengenai Rey. Ayu kembali menatap anaknya dengan tersenyum. "Sabar yah, sayang. Lain kali, Rey bisa tidur sama Ayah. Malam ini sama Bunda dulu yah?" Bujuk Ayu. Menjelaskan permasalahn dewasa kepada anak yang masih berusia 5 tahun memang sangat tidak muda. Namun Ayu mencoba menjelaskannya dengan kata-kata yang muda di mengerti oleh Rey. Ayu masih saja merasakan sesak dalam dadanya. Ini adalah malam pertama bagi Anton dan Vika. Meski ini bukan kali pertama mereka berhubungan. Hal yang membuat hati Ayu terasa sakit adalah kenyataan bahwa Ayu tidak bisa lagi memeluk Anton ketika tidur. Ayu tidak bisa lagi mencurahkan segala penatnya kepada laki-laki itu. Ayu juga tidak bisa lagi bersandar di bahu Anton ketika Ayu sedang merasa terpuruk. Ayu harus berusaha menerima kenyataan bahwa Anton bukan miliknya lagi. *** "Ayah... Ayah mana Bun? Ayah..." Rengek Rey dalam tidurnya. Sepertinya Rey sedang memimpikan ayahnya. Ayu jadi merasa tidak tega melihat anaknya mengigau memanggil-manggil ayahnya seperti itu. "Tenang yah, Nak. Bunda disini. Tidur yang lelap sayang, jangan panggil-panggil Ayahmu lagi. Biar Bunda yang menjaga kamu." Bisik Ayu tepat di telinga Rey, sembari memeluknya erat. •Flashback On• "Dasar anak dekil, nggak punya ibu. Kasian banget." Olok teman-teman Vika waktu kecil. "Jangan temenan sama dia, nanti ibu kita, bisa mati kayak ibunya. Dia kan anak pembawa sial." Ucap yang lainnya. Vika kecil hanya bisa menangis saat dirinya di kucilkan. Tak ada yang mau berteman dengan Vika. Berbeda dengan Ayu, dia mempunyai banyak teman dan tidak ada yang mengolok-olokan dia seperti teman-teman Vika yang selalu mengolok Vika. Vika kecil selalu merasa iri kepada kakaknya, Ayu. Karena orang-orang lebih memperhatikan Ayu dibanding dengan dirinya. Hal itu membuat Vika kecil membenci kakaknya sendiri, tapi Vika tidak bisa menunjukan kebenciannya kepada Ayu karena orang-orang akan lebih membela Ayu daripada dirinya. Vika semakin tidak menyukai Ayu, apalagi kehidupan sekolahnya selalu di atur oleh Ayu. Vika juga tidak terima saat Anton memilih menikahi Ayu, kakaknya. Vika sangat cemburu, karena Ayu mendapatkan laki-laki setampan dan sebaik Anton. Sejak pertama kali melihat Anton, ternyata Vika sudah menyukainya. Vika berusaha menarik perhatian Anton, tapi selalu gagal karena Anton hanya melihat Vika sebagai anak kecil bukan sebagai wanita seperti Ayu. "Kelak aku akan mendapatkanmu, Mas. Bagaimanapun caranya!" Vika tahu kalau Anton itu adalah suami dari kakaknya, tapi Vika tidak peduli. Demi mendapatkan hati Anton, Vika selalu berbuat baik dan penurut. *** "Mas Anton, aku sangat mencintaimu." Ucap Vika pada Anton. "Aku ini suami kakakmu, Vik. Kamu nggak boleh seperti itu!" Tolak Anton. "Kalau Mas Anton suami dari Kak Ayu, emangnya kenapa? Apa salah kalau aku juga mencintai Mas Anton? Perasaan ini muncul begitu saja, Mas. Lagian aku sudah mencintai Mas Anton sedari lama, cuma aku tidak berani mengungkapkannya saja. Mas Anton selalu saja menganggapku ini sebagai anak kecil, lihat Mas! Aku sudah dewasa sekarang." "Vika, kita ini...." "Apa? Saudara ipar? Kamu bisa menikahiku jika kamu mau, Mas!" *** Saat itu Ayu sedang berada di warung toko, dia belum pulang sedangkan Anton pulang ke rumah untuk mengambil barang yang tertinggal. Waktu itu, Vika baru saja selesai mandi, ia menuju ke dapur untuk mengambil segelas air. Awalnya Vika terkejut melihat kedatangan Anton, tapi sedetik kemudian ia tersenyum miring. Vika tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. "Mas Anton, sudah pulang? Kak Ayu mana?" Tanya Vika dengan bersikap manja untuk menggoda Anton. "Ayu.... masih ada di toko. Ada barang yang harus ku ambil, makanya aku pulang duluan." Kata Anton sembari menatap lekat-lekat keindahan tubuh Vika yang ada di depannya. Vika mendekati Anton, dan bergelayut manja di bahunya. Vika dengan sengaja membuka lilitan handuk yang membalut tubuhnya. "Vika, apa yang kamu lakukan?" Tanya Anton dengan gugup. Vika tersenyum, "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sejak dulu, Mas." Bisik Vika tepat di telinga Anton, sedetik kemudian dia beralih pada leher Anton dan mencium leher Anton dengan lembut. "Tapi, Vika...." "Tenang aja, Mas. Nggak akan ada yang tahu kok. Dirumah cuma ada kita berdua. Lagian Rey lagi main di rumah Bi Sari." Anton terdiam sejenak, susah payah Anton menelan salivanya saat melihat tubuh Vika yang nampak menggoda imannya. "Kita lakukan di kamarku saja, Mas." Ucap Vika sambil menuntun Anton menuju ke dalam kamarnya. •Flashback Off•Akhirnya apa yang Vika inginkan akhirnya terwujud. Cintanya pada Anton akhirnya terbalas saat mereka berdua telah melakukan hal itu. Sejak saat itu, Vika dan Anton selalu main diam-diam. Setiap ada kesempatan, pasti selalu mereka manfaatkan dengan baik. Tapi tentunya Vika tidak ingin jika dirinya terus-terusan menjadi wanita simpanan Anton. Tanpa diketahui oleh Anton, Vika dengan sengaja tidak lagi meminum pil Kb yang selalu diberikan oleh Anton. Tujuan Vika tentu saja agar dirinya hamil, dan bisa menuntut pertanggung jawaban dari Anton agar Anton bisa menikahinya. Akhirnya beberapa bulan kemudian, Vika hamil anak dari Anton. Tentu Vika sangat bahagia. Tinggal menunggu waktu yang tepat sampai akhirnya ia memberitahukannya kepada Anton. "Mas, aku hamil." "Apa? Kamu hamil?" Pekik Anton yang sangat terkejut dengan ucapan Vika. "Iya Mas, disini ada anak kita." Ucap Vika sembari mengambil tangan Anton, untuk mengelus perutnya yang masih rata. "Nggak Vik. Ini uda
Hari-hari yang Ayu jalani terasa sangat berat. Ayu menjalani kehidupannya seperti biasa walaupun bedanya ia sudah bukan lagi menjadi istri dari Anton. Ayu menjalani hari-harinya menjadi seorang ibu yang baik bagi Rey, pun menjadi seorang kakak yang bijaksana bagi Vika. Ayu selalu tampil sempurna di hadapan orang lain. Padahal kenyataannya, itu hanyalah topeng belaka. Di balik senyum yang selalu Ayu tampilkan, menyimpan duka yang Ayu pendam dalam-dalam. Ayu memaksa dirinya untuk tetap tegar. Ia berusaha untuk tidak marah atau menangis. Ayu menguatkan dirinya ketika ia melihat Anton dan Vika. Ayu berusaha bersikap normal. Awalnya memang sangat sulit bagi Ayu untuk menjalaninya. Namun semua yang Ayu lakukan hanya untuk putranya, Rey. Ayu akan berjuang dan bertahan. Bagi Ayu, Rey tidak boleh kehilangan sosok seorang ayah. Ia harus bisa mendapatkan kasih sayang dari orangtua yang lengkap. Walaupun sebenarnya sudah tidak utuh lagi. Ayu ingin putranya tetap merasa bahwa o
Rasanya begitu berat bagi Ayu, saat ia hendak mengambilkan makanan untuk Vika. Ayu sadar Vika adalah adiknya yang paling ia sayangi, namun disisi lain Vika jugalah perusak rumah tangganya. Rasa marah, benci, kecewa, semua tercampur aduk menjadi satu, sehingga tidak bisa di deskripsikan dengan kata-kata. Ayu menghela napas dalam-dalam ketika ia berdiri di depan pintu kamar Vika. Ayu mencoba menenangkan diri dan menekan emosinya. Setelah merasa siap, akhirnya Ayu mengetuk pintu kamar Vika. "Vik... ini aku." Ucap Ayu sembari membuka pintu, dan melangkah masuk. "Kak Ayu." Ayu bisa melihat dengan jelas saat ini Vika sedang terbaring lemas. Wajahnya juga terlihat pucat. "Kakak bawakan makanan untuk kamu. Makanlah!" "Aku nggak lapar, Kak." Sahut Vika yang terdengar lirih. Ayu meletakan nampan berisi makanan di atas nakas, lalu duduk disisi ranjang. Ayu membantu Vika untuk bersandar. "Kakak akan menyuapimu. Makanlah biar sedikit." Bujuk Ayu, lalu menyodorka
"Mas, suapin Vika." Rengek Vika pada Anton, suaminya. Pasangan suami-istri itu sedang berada di meja makan untuk sarapan. Sementara Ayu melewati mereka untuk ke dapur dan membuatkan sarapan untuk Rey, karena Rey ingin dibuatkan nasi goreng dengan telur ceplok. "Sayang... pengen telur ceplok." Ayu mendengar dengan jelas rengekan Vika. Entah mengapa firasat Ayu mengatakan bahwa saat ini, Vika sengaja membuatnya cemburu dan ingin memanas-manasi Ayu. "Vik, kamu kan nggak suka telur ceplok. Biasanya kan kamu nggak mau." Ucap Anton yang juga bisa di dengar oleh Ayu. "Iya, tapi aku kan lagi hamil, Mas. Biasanya ibu hamil suka yang aneh-aneh, kan? Anakmu yang minta loh, Mas. Kamu mau anak kamu nanti ileran kalau nggak di turuti? Buatin aku telur ceplok, aku maunya itu! Nggak mau yang lain!" Entah mengapa kini Ayu merasa jengkel dan benci mendengar rengekan Vika kepada Anton. Apakah Ayu cemburu? Sebenarnya, Ayu sangat ingin meninggalkan rumah itu tempat dimana V
Seperti yang sudah Ayu rencanakan kemarin, hari ini Ayu akan pergi ke makam orantuanya, dan setelahnya jalan-jalan sebentar. "Rey, udah siap?" Tanya Lily yang datang menjemput Ayu dan Rey. "Siap Tante." Jawab Rey dengan antusias. "Nanti Rey pengen beli es krim, yah." Ucap Rey yang sudah berada di pangkuan Lily. Sementara Ayu sendiri tengah sibuk memakai kerudungnya. "Iya, nanti Tante belikan." "Hore... Rey suka es krim cokelat sama Vanilla." Ucap Rey. "Tapi Rey nggak boleh makan es krim terlalu banyak, yah?" Ucap Ayu mengingatkan, karena Rey sangat muda terkena flu jika makan makanan yang dingin-dingin. "Iya Bunda. Rey ingat, biar nggak sakit, kan?" Tanya Rey dengan polos. "Iya sayang. Sini pake sepatu dulu." "Biar aku aja yang pakaikan, kak." Ucap Lily dan segera mengambil sepatu Rey. "Terimakasih ya, Ly." Ayu tersenyum kecil lalu mengemasi dompet dan ponsel, lalu memasukannya ke dalam tas. "Sama-sama, kak." Ucap Lily membalas senyu
Pagi ini Ayu terbangun dengan kepala yang terasa berat. Pusing sekali rasanya. Ayu juga merasa mual dan ingin muntah. Ayu mengoleskan ke perut dan ke sekitar hidungnya. Ia berharap itu dapat membuatnya merasa lebih nyaman. Ayu tidak beranjak dari ranjang, hingga tiba-tiba Rey terbangun dan ikut membangunkan Ayu. "Bunda..." panggil Rey. Ayu hendak bangun, namun tubuhnya terasa sangat lemas. "Bunda kenapa?" Tanya Rey yang menatap Ayu dengan lekat. "Maafin Bunda sayang, Bunda lagi nggak enak badan," tutur Ayu. "Bunda sakit apa?" Tanya Rey khawatir. "Nggakpapa sayang, sepertinya Bunda cuma kecapean dan masuk angin. Kemarin kita kan habis jalan-jalan." Rey memeluk Ayu dengan erat, "Bunda cepat sembuh, ya." "Iya sayang." "Ayu, Rey.. kalian di dalam?" Panggil Anton sembari mengetuk pintu kamar. "Ayah..." teriak Rey yang langsung berlari ke arah pintu dan membukanya. "Rey baik-baik saja?" Tanya Anton begitu Rey membukakan pintu. "Iya, Re
Lily disuruh oleh Bi Sari untuk pergi ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Jarak apotek dari rumah mereka memang sangat dekat, dan tidak butuh waktu lama bagi Lily untuk membeli alat tes kehamilan itu. "Ini Mbak tespacknya." Lily memberikan dua alat tes kehamilan kepada Ayu. "Kenapa beli dua tespack, Ly?" Tanya Ayu dengan tangan gemetar memegang dua benda itu. Lily disuruh oleh Bi Sari untuk pergi ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan. Jarak apotek dari rumah mereka memang sangat dekat, dan tidak butuh waktu lama bagi Lily untuk membeli alat tes kehamilan itu. "Ini Mbak tespacknya." Lily memberikan dua alat tes kehamilan kepada Ayu. "Kenapa beli dua tespack, Ly?" Tanya Ayu dengan tangan gemetar memegang dua benda itu. Ayu benar-benar degdeg-an dengan alat itu, kalau dulu ia sangat berharap benda itu bergaris dua, kalau sekarang malah sebaliknya karena kondisinya yang sudah bukan lagi istri Anton. "Nggakpapa Yu. Bibi yang menyuruhnya, biar nanti k
Ada rasa malas yang menerjang Ayu untuk kembali ke rumah. Namun, apadaya itu adalah pilihannya sendiri untuk tetap bertahan dan Ayu juga harus menanggung konsekuensinya. Rumah yang dulunya tempat ternyaman bagi Ayu, namun kini semua telah berubah menjadi tempat yang menyimpan luka pada Ayu. "Ayu, tadi kata Lily kamu pergi ke dokter ditemani Bi Sari. Bagaimana hasilnya? Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Anton saat Ayu sampai dirumah. "Iya," jawab Ayu singkat. "Yu, aku sangat mengkhawatirkan kamu," ucap Anton menghalangi jalan Ayu saat ingin masuk ke dalam kamar. Ayu menghembuskan napas kasarnya, "Tolong minggir, Mas. Aku capek. Aku mau istirahat." "Apa kamu tadi melakukan tes kehamilan?" Tanya Anton. "Aku rasa pertanyaan itu nggak perluh kamu tanyakan," jawab Ayu. "Rey, mau ikut Ayah?" Tanya Anton pada Rey. Ayu tahu Anton hanya memanfaatkan Rey sebagai alasan. Padahal dia ingin tahu apa yang Ayu lakukan. "Nggak usah," ucap Ayu menghalangi Anton. "R