Share

Keputusan Abimana

last update Last Updated: 2022-09-19 13:52:05

Wira menyahut kalimat Saraswati karena Abimana tidak kunjung memerdengarkan suaranya, "Abimana grogi melihat gadis secantik Nadia." Tawa kecilnya di akhir.

 

Saraswati terkekeh kecil, "Tidak apa, ini pertemuan pertama mereka."

 

Abimana tersenyum kecil ke arah Sarawati, kemudian melirik ke arah Nadia yang sedang menunduk. Kenapa dia tidak mau menatap saya? Apa saya bukan kriterianya? Hati Abimana bertanya-tanya.

 

Wira melanjutkan obrolan dengan Saraswati, "Saya dengar hanya ini aset yang tersisa milik Abraham. Maaf saya lancang, tapi mengapa Abraham bisa bangkrut sampai ke akar-akarnya?"

 

Saraswati menghembus napas lirih, "Saat Naila menghilang, Abraham merogoh banyak uang untuk mencari istrinya, setelahnya Abraham sakit keras hingga mengharusnya menjalankan perawatan panjang, saat itu perusahaan hanya dipercayakan pada seorang tangan kanan, tetapi semakin lama, perusahanan semakin ambruk hingga membuat putra saya harus mengambil langkah besar dengan meminjam uang ke bank untuk menutupi kerugian serta biaya pengobatannya, tapi ... akhirnya perusahaan jatuh dan membuat kondisinya semakin memburuk hingga meninggalkan Nadia." Cerita pilu Saraswati sangat menyentuh hati Wira.

 

"Tidak seharusnya saya mengungkitnya, saya mohon maaf," sesal Wira.

 

"Tidak apa, anda berhak tahu." Saraswati tidak keberatan sama sekali.

 

Wira menatap Nadia yang sedang mengusap ekor matanya menggunakan jari rampingnya. "Saya akan menanggung biaya sekolah serta biaya hidup kalian karena Abraham juga sudah sangat banyak membantu saya."

 

Saraswati dan Nadia mengerjap, wanita tua ini berkata, "Sudah satu bulan ini Nadia tidak kuliah karena keterbatasan biaya, saya sangat berterimakasih jika Pak Wira bersedia membiayai sekolah cucu saya."

 

"Lanjutkan sekolahnya Nadia, tidak perlu memikirkan biaya lagi, ya," ucap lembut Wira pada si gadis.

 

Nadia mengangguk santun seiring berterimakasih pada Wira yang ternyata sangat baik hati, sedangkan

 

Abimana menatap ayahnya sesaat seiring berpikir jika balas budi dengan pernikahan telah dibatalkan, diganti dengan membiayai sekolah serta membiayai hidup si gadis. Maka, udara lega dihembusnya.

 

Wira menepuk bahu Abimana supaya menatapnya. "Papa dan papanya Nadia pernah membuat kesepakatan akan menikahkan anak-anak kami. Jadi, menikahlah dengan Nadia." Senyuman kecilnya di akhir. 

 

Seketika tubuh Abimana menegang. "Eu-pa, kita bicarakan tentang pernikahan di rumah saja, lagipula mama tidak di sini."

 

"Baiklah," setuju Wira karena kalimat Abimana masuk logika.

 

Nadia bersyukur karena pembahasan pernikahan dihentikan atas kalimat Abimana. Kini, obrolan Saraswati dan Wira hanya seputar kehidupan di masa lalu kala Wira dan Abraham berjuang bersama, sedangkan Nadia dan Abimana berdua di halaman.

 

"Kamu yakin mau menikah dengan saya?" tanya pria dengan perawakan propesional.

 

"Tidak tahu, andaipun menikah, saya hanya mengabulkan permintaan trakhir papa," jawab Nadia sesuai dengan isi kepalanya.

 

"Kalau papa saya dan nenek kamu bersikerasa menikahkan kita, apa yang akan kamu lakukan?"

 

"Tidak tahu." Nadia tidak memiliki rencana hidup terlalu jauh karena niatnya kini hanya menjalani kehidupan bahagia bersama sang nenek dengan cara apapun."

 

"Berapa usia kamu?" selidik Abimana karena Nadia terlihat masih polos.

 

"Dua puluh." Tatapan Nadia menyimpan banyak kesedihan yang membuat Abimana prihatin karena lukisan mata itu sangat membatin. Namun, dirinya tidak mungkin membantu apalagi menikahinya sebagaimana pesan trakhir Abraham.

 

"Lanjutkan sekolah kamu, jangan berpikir akan menikah dengan saya, saya tidak baik buat kamu." Dingin Abimana.

 

Nadia memandangi pria yang berdiri di sisinya, wajahnya sangat dingin dengan hati yang beku. "Saya tahu." Gadis ini menundukan wajahnya, tidak ingin kembali menatap Abimana.

 

Abimana berlalu begitu saja, masuk ke dalam ruang tamu meninggalkan Nadia yang menatap punggung berisi nan lebarnya. "Sudah saya duga, pria yang dipilih papa tidak akan mau menikahi saya walau papa menganggap pria itu terbaik atau karena Pak Wira harus membalas budi baik papa yang entah apa? Pernikahan bukanlah hal yang harus dipakai membalas budi, itu tidak masuk akal."

 

Nadia yang sejak awal tidak menginginkan pernikahan ini semakin mundur saja setelah melihat sikap dingin Abimana yang mencerminkan isi hatinya.

 

Cukup lama Wira dan Abimana berkunjung ke kediaman Saraswati dan Nadia, kini keduanya sudah kembali dan menceritakan pertemuan tadi kepada Mila. "Kasihan sekali Nadia, papa tidak tega melihatnya," tandas Wira setelah bercerita panjang lebar.

 

"Mama juga," iba Mila yang kini memikirkan kesedihan si gadis.

 

Abimana berkata, "Tapi Abi tidak bisa menikahi Naila."

 

Seketika Wira dan Mila menatap penuh kebingungan pada putra mereka. "Mengapa? Nadia gadis cantik dan baik, kamu melihatnya sendiri?" tanya pria ini.

 

"Nadia tidak cocok dengan Abi. Pola pikirnya masih kekanak-kanakan sesuai dengan usianya."

 

"Itu bukan masalah besar, wajar Nadia kekanak-kanakan karena dia memang gadis yang polos."

 

"Seharusnya di usia dua puluh seorang gadis sudah memiliki pemikiran dewasa." Itu adalah hasil pemikiran sepihak Abimana.

 

Wira menghembus uadara pendek. "Jika bukan karena kebaikan hati Abraham, belum tentu kamu sampai di usia dua puluh enam seperti saat ini."

 

Seketika perhatian Abimana sangat tercuri oleh kalimat Wira. "Memangnya apa yang dilakukan pria bernama Abraham sampai-sampai papa harus membayarnya dengan pernikahan?"

 

"Abraham adalah pria berhati malaikat, dia menyelamatkan nyawamu saat keadaan kritis. Jika bukan karena pertolongannya kamu bukan Abimana yang sekarang."

 

"Tapi pa, apa jadinya masa depan Abi jika harus menikah dengan Nadia, bahkan dia tidak bisa dikenalkan pada rekan-rekan Abi, Nadia terlalu muda. Apa kata mereka? Mungkin mereka akan berpikir jika Abi penyuka anak kecil!"

 

"Jangan bicara kasar begitu, berterimakasihlah pada Abraham yang telah menyelamatkan nyawamu," ulang Wira supaya Abimana mengerti.

 

Abimana membuang wajahnya sesaat. "Abi sudah memiliki seorang wanita matang, usianya hanya satu tahun di bawah Abi, wanita itu pantas menjadi istri bukan Nadia," jelas santun pria ini.

 

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Ending

    Kafka adalah keponakan pejabat tersebut, pria hebat ini mengajak keponakan membanggakannya karena prestasi gemilangnya di gedung perusahaan milik saudaranya yaitu ayahnya Kafka. Abimana geram mengetahui kenyataan ini bukan karena merasa tersaingi hanya saja di rapat penting ini dirinya harus berjabat tangan dengan Kafka seiring menatap wajahnya terus-menerus."Senang berkerjasama dengan anda." Kalimat Kafka yang salah satunya disampaikan pada Abimana setelah mengucapkannya pada Wira."Begitupun kami." Abimana tetap bersikap propesional walau keadaan hatinya meledak-ledak. Seusai rapat, pria ini berkata pada ayahnya, "Kafka adalah ayah si bayi, tapi Abi yang direpotkan Tania!""Jadi tadi kamu terlambat karena Tania!" kekesalan Wira segera hadir saat mendengarnya."Iya pa, Tania meminta diantar memeriksakan bayinya. Abi turuti saja supaya Tania menjaga bayinya hingga Abi bisa membuktikan pada semua orang.""Wanita ular!" desis geram Wira yang tidak ingin berkata apapun lagi tentang Tani

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Istri dan Anak Kamu Sangat Merepotkan!

    Nadia dibuat tidak setuju dengan ungkapan yang terdengar frontal itu. "Bayi itu tidak berdosa, Tania yang banyak membuang waktu kamu, bukan bayinya."Abimana mengerjap kecil, kemudian menarik senyuman bangga pada makhluk cantik di hadapannya. "Semakin hari kamu semakin dewasa. Bukan hanya pertambahan usia, tapi pola pikir kamu juga walau ... masih banyak sikap kekanakan." Senyuman lebarnya di akhir."Kamu memuji atau menghina sih? Kalimat kamu sering membuat saya bimbang tahu tidak sih!" Nadia membaringkan tubuhnya dengan malas."Bicara kamu seperti dalam sinetron!" ejek kecil Abimana.***Pagi ini Abimana menemani Tania memeriksakan kandungannya karena ini salah satu cara supaya Tania tetap memibiarkan bayinya sehat dan yang paling penting tetap hidup. Degupan jantung si bayi sangat kencang hingga membuat senyuman manis sekaligus haru ditarik oleh Tania walaupun Abimana tetap bersikap datar. Andai tersenyum pun hanya bagian dari pormalitas saja."Bayinya sangat sehat, perkembangannya

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Bayi itu Membuang Waktu Saya

    Tidak berapa lama, tepatnya kala Nadia dan Amira sedang asik di salah satu kolam, tiba-tiba saja airnya surut perlahan bahkan semua orang yang berada di sana ikut terheran-heran. "Kok air di sini surut?""Entah, yang lain tidak kok!" Amira melukis wajah heran sama seperti Nadia.Esther berkata santai nan santun, "Maaf nyonya, tapi ini atas perintah Tuan Abimana. Jadi, jika anda berpindah kolam maka kolam itu juga akan dibuat surut.""Apa. Dasar Abi!""Tuan Abi bilang Anda harus segera pulang," tambah Esther masih dengan santun."Abi ...!" teriak Nadia hingga memekak ruang dengar Esther, tetapi justru Amira terkekeh kegelian."Sabar ya ...," goda Amira. Maka, walau sangat keberatan Nadia dipaksa pulang oleh keadaan. Jika tidak begitu maka pengunjung lain akan ikut terganggu."Kok bisa sih Abi memerintahkan seseorang untuk membuat kolamnya surut. Seperti punya dia saja!"Esther memberikan penjelasan secera terperinci, "Tuan Abimana mengenal pemilik kolam ini. Jadi mungkin mudah bagi Tua

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Kesedihan Naila

    Hari sudah berganti, Tania menemui suster yang sudah mendapatkan uangnya. "Bagus kamu masih di sini. Saya kira kamu akan kabur!""Tidak akan nyonya. Ada apa menemui saya?""Saya cuma mau mengingatkan. Jika sekitar tiga bulan lagi saya akan melahirkan."Wanita berpakaian medis ini menampakan senyuman. "Selamat ya nyonya, jagalah kandungan anda dengan baik." Namun, kalimatnya ini tidak digubris oleh Tania."Jangan lupakan tugas kamu setelah bayi ini lahir!"Wanita ini mengangguk kecil. "Saya sangat mengingatnya, nyonya tenang saja." Kalimatnya ini membuat Tania merasa puas, jadi wanita cantik ini segera berlalu. Di lorong, Tania berpapasan dengan Naila yang hendak melakukan pengecekan rutin. Naila tidak pernah melewatkan pemeriksaan tubuhnya.Sejenak, Tania memerhatikan karena wanita yang sedang terbatuk di atas kursi roda memiliki wajah yang mirip dengan Nadia. "Saya harap suatu saat nanti Nadia yang mengalami kondisi seperti wanita itu. Jadi kalau Nadia penyakitan, Abi tidak akan mau

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Sangat Aneh

    Abimana tiba di sebuah rumah cukup mewah, tetapi sangat sepi, hanya terdapat seorang satpam yang asik memainkan handphone. "Permisi pak, apa benar ini kediaman Nyonya Naila?" Abimana hanya memunculkan wajahnya tanpa keluar dari mobil.Segera, satpam meletakan handphonenya. "Benar tuan. Jika boleh tahu anda siapa dan ada keperluan apa menemui Nyonya Naila?""Saya salah satu kerabat jauhnya.""Akan saya sampaikan. Atas nama siapa?""Abimana-suaminya Nadia." Sengaja perkenalan seperti ini disebutkan karena mungkin keberadaannya akan sangat mudah diterima. Satpam segera menghubungkan panggilan."Tolong katakan pada nyonya, ada seorang pria yang ingin menemuinya. Bernama Abimana suaminya Nadia." Satpam bergeming sesaat kemudian menyimpan gagang telepon di atas meja. "Tunggu sebentar," ucapnya pada Abimana."Iya." Abimana dapat menilai dengan akurat jika memang tidak sembarang manusia bisa menemui Naila bahkan hanya sekedar masuk ke dalam halamannya.Tidak selang berapa lama satpam kembali

  • Suami Dingin Pilihan Ayah   Naila Menderita Hiv

    Setibanya di rumah, Nadia segera mendapatkan pelukan hangat nan khawatir dari Mila dan Saraswati. Walau Wira dan Abimana tidak mengatakan apapun, tetapi kedua wanita ini mengetahui kabar insiden yang terjadi lewat media layar kaca yang menayangkan secara langsung. "Nadia tidak apa-apa?" Kecemasan wanita tua ini melebihi siapapun."Nadia tidak apa-apa nek ..., tadi Nadia menyelamatkan diri sama Amira walau sempat terpisah." Genggaman tangan Nadia dan Amira saling bertautan."Syukurlah kalian baik-baik saja," ucap Mila.Amira berkata, "Tante, tapi Ami tidak akan lama-lama di sini karena papa mau jemput.""Iya sudah ..., pasti orangtua Ami sangat khawatir. Tapi sekarang minum dulu saja ya, istirahat dulu." Mila menjamu kawan menantunya dengan sayang sama halnya pada Nadia. Tidak berapa lama ayahnya Amira datang. Pria ini berbasa-basi sebentar karena Wira merupakan kawan bisnisnya dan ini pertama kalinya pria ini bertemu dengan anggota keluarga Wira yang lain selain Abimana yang sudah dik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status