“Terima kasih, aku juga tidak bisa menjamin akan menjadi masyarakat yang baik. Tapi, aku akan berusaha untuk tidak kembali ke tempat ini,” jawab Ronald sambil tersenyum pahit ketika mengingat masa-masa penderitaannya di dalam penjara. Ia bertekad tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di penjara.
Setelah itu, Ronald pun berbalik.Sipir tadi juga kembali ke dalam setelah menutup gerbang besar--yang selama lebih dari sepuluh tahun telah mengurung Ronald.
Ronald lalu menatap ke langit yang terlihat cerah.Mungkin, itu pagi yang cerah dan biasa bagi kebanyakan orang di luar sana. Namun, ini adalah permulaan baru dalam hidup Ronald.
Sesaat setelah menatap langit cerah, Ronald seakan bisa melihat wajah adiknya yang tersenyum lebar di dalam benaknya."Adik, aku telah memenuhi keinginan terakhirmu. Aku telah meninggalkan anggota gangsterku dan memilih hidup damai di negara asing ini. Aku juga telah menjalani masa hukuman sepuluh tahun. Kuharap kau bisa menyaksikan semua ini," batin Ronald yang menahan tangis saat mengingat adiknya. Ronald kini tersenyum sebelum akhirnya mengangkat koper dan tasnya, demi menjalani kehidupan yang baru.Ia mengenakan jas hitam dan kemeja putih pemberian dari sipir barusan--bekas bajunya dulu. Menarik napas dalam-dalam, sebelum Ronald akhirnya segera berjalan meninggalkan penjara yang selama ini membuatnya menderita.Ronald selalu ditindas dan diperlakukan layaknya hewan oleh para napi senior. Padahal, Ronald sebenarnya dulu adalah ketua gangster yang paling ditakuti di luar negeri. Hanya saja, Ronald sudah bertekad untuk pensiun dan memilih menjadi seorang yang lebih baik.
Ronald berdiri di pinggir jalan sambil memeriksa saku celananya yang disebelah kanan. Koper yang dia bawa terletak di bawah tepat di samping Ronald.Pandangan Ronald kini terkunci pada sejumlah uang ditangannya. Uang itu adalah pemberian dari seorang sipir.Total hanya ada sepuluh lembar uang seratus ribu ditangannya. Menyadari itu, Ronald menghela napas.“Aku harus segera mencari pekerjaan!” batin Ronald.Ronald kemudian memandang ke kiri dan ke kanan. Ia segera menemukan keramaian. Ronald kemudian tersenyum kecut.“Mau ke mana aku sekarang?” pikir Ronald. Ia sekarang hanya punya sedikit uang, tidak punya makanan, dan tidak punya tempat tinggal. Dia tidak lebih dari seorang gembel, yang tidak punya tujuan.Ronald kembali menghela napas lagi dan segera memegang kopernya.Ia berniat untuk segera mencari kos-kosan untuk dirinya tempati. Bagaimanapun juga, ia tidak mau jikalau dirinya harus tidur di jalanan. Bahkan dirinya saat itu sedang kelaparan. Ia belum makan sejak tadi.
Pandangan Ronald kini tertuju pada sebuah warung pinggir jalan, warung itu terletak di pojokan, tepat di dekat perempatan lampu merah. Sambil memegang perutnya, Ronald kini membuat keputusan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu.Ronald segera bergegas menghampiri warung sederhana itu. Ketika lampu merah, Ronald kemudian berjalan sambil menarik kopernya.Beberapa pasang mata dari beberapa pengendara yang sedang menunggu lampu hijau kini menatap Ronald yang berjalan dengan santainya di hadapan mereka.Ronald akhirnya segera masuk ke dalam warung itu. Di atasnya tertulis, “Warung Pojok Nasi Padang.”Ronald kini segera masuk ke dalam dan langsung menyimpan kopernya di sebuah meja kosong. Terlihat ada tiga orang pelanggan lain yang sedang makan.“Permisi, ini adalah menu di warung kami,” ucap sosok wanita muda yang berprofesi sebagai pedagang nasi Padang. Ialah yang memasak dan mengelola usaha warung sederhananya itu. “Menu apa saja yang anda jual?” tanya Ronald.“Anda bisa melihatnya di menu kami,” ucap wanita bernama Lisa itu kemudian. Ronald dilayani dengan sangat baik, penjualnya juga cantik dan ramah. Apalagi saat dia tersenyum. Ronald tersenyum pahit saat disuruh membaca menu yang tersedia.“Maaf, aku tidak bisa membacanya,” ucap Ronald.Sebenarnya bukan karena Ronald tidak bisa membaca, tapi ia memang tidak mengerti tulisan yang tertera di menu-nya. Perlu diketahui, Ronald merupakan seorang ketua gangster di luar negeri. Negara ini adalah negara asing untuknya.Jika bukan karena kematian mendadak adiknya akibat serangan musuh-musuhnya, Ronald pasti tidak mungkin menyerahkan dirinya di kantor polisi negara lain. Ini semua demi memenuhi permintaan sang adik saat helaan napas terakhir untuk tidak membalas dendam dan menjalani hidup yang lebih damai.Inilah alasan Ronald dipenjara dan ia juga tidak melawan saat diperlakukan sangat buruk oleh para narapidana di sana.Dikarenakan Ronald adalah mafia dari luar negeri. Ia sulit memahami perkataan mereka.Namun, sepuluh tahun di penjara bersama narapidana yang menggunakan bahasa yang sama, Ronald akhirnya bisa dan lancar berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, membaca dan menulis masih sulit untuknya.
Mendengar itu, Lisa mulai memperhatikan Ronald dan menaikkan alisnya sebelah. Dia begitu terkejut melihat "siapa" pria di hadapannya itu. Namun, Lisa dapat segera mengendalikan ekspresinya dengan cepat.
“Kami menjual nasi campur, nasi goreng, mie ayam, dan menu utama kami, nasi Padang,” ucap Lisa kemudian.
Untungnya, Ronald tidak menyadari itu. Dia hanya fokus pada menu-menu yang dikatakan Lisa.“Aku pesan nasi Padang saja,” putus Ronald pada akhirnya.
Lisa kemudian segera bergegas untuk menyiapkan pesanan Ronald.
“Tunggu!” ucap Ronald kemudian. Lisa berbalik dan tersenyum.“Adakah yang bisa aku bantu?” tanya Lisa.“Berapa harga satu porsinya?” tanya Ronald yang langsung ditanggapi dengan tersenyum oleh Lisa.“Lima belas ribu, apa ada masalah?” tanya Lisa.“Tidak, tidak ada masalah,” ucap Ronald menggeleng-gelengkan kepalanya.“Baiklah, aku akan segera menyiapkan pesanan Anda.”Ronald pun mengangguk kecil.
“Jika seperti ini, uangku cepat atau lambat pasti akan habis. Di mana aku harus mencari pekerjaan?” pikir Ronald yang kembali cemas memikirkan uangnya yang tidak seberapa.Belum lagi, ia harus secepatnya mencari tempat tinggal. Bagaimanapun, Ronald tidak mau tinggal di kolong jembatan.
****Tak butuh waktu lama, satu porsi nasi padang kini disajikan tepat di depan Ronald. Karena memang lapar, Ronald akhirnya makan dengan lahap, hingga benar-benar menghabiskan makanannya.
Lisa masih saja terus memperhatikan dengan senang, berharap Ronald mengenalinya. Ketika Ronald akhirnya telah menghabiskan makanannya dan menghampiri Lisa, perempuan itu tersenyum lebar. Memang, bagian inilah yang paling Lisa suka ketika berdagang. Bagian transaksi!“Terima kasih!” ucap Ronald setelah menerima kembalian dari Lisa.“Sama-sama, kembalilah lagi nanti!” ucap Lisa.Ronald kini tersenyum.
“Jika ada waktu, aku pasti akan kembali,” ucap Ronald. Ia segera menarik kopernya dan segera pergi, kembali berjalan tanpa arah tujuan.Setelah Ronald pergi, kini Lisa tidak kuasa dan mulai meneteskan air matanya. Sebenarnya, ia sudah sedari tadi menahannya."Tuan Ronald, sudah 10 Tahun aku menunggumu di tempat ini, hanya demi melihatmu keluar dari penjara. Tapi, baru 10 Tahun dan Tuan Ronald sudah melupakanku?" batin Lisa yang sedang mencuci piring.*****
Seharian, Ronald hanya berjalan di pinggir jalan tanpa tahu arah. Ia tidak punya tujuan harus ke mana. Ia tidak punya keluarga, ia tidak punya siapa-siapa, dan ia juga tidak punya uang dan tempat tinggal.Ronald tidak tahu harus bagaimana lagi.
Ronald hanya bisa menghela napas sebelum akhirnya tersenyum pahit beberapa kali. Ia mencoba untuk bersabar menjalani kehidupannya ini.Sore hari telah tiba, Ronald masih belum menemukan kos-kosan yang cocok untuknya.Ronald sekarang berada di daerah perkotaan. Biaya sewa kamar kos-kosan juga melangit. Apalagi biaya kontrakan rumah.
Mau tidak mau, Ronald harus berjalan kaki menuju ke pinggiran demi menghemat uang. Ia bahkan belum mandi seharian, membuat dirinya sangat bau dan ada perasaan tidak nyaman.“Apakah aku harus kembali ke tempatku berasal dan kembali menjadi seorang gangster kembali?" pikir Ronald yang sudah akan putus asa. Ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengingat adiknya."Tidak, aku sudah berjanji akan meninggalkan dunia kriminal demi adikku. Aku harus menepatinya," batin Ronald.Akan tetapi, lamunan Ronald harus terhenti ketika dia tidak sengaja menabrak seorang gadis bercadar yang saat itu sedang berdiri di pinggir jalan, tampak sedang menunggu seseorang."Aw!" Keduanya bertatap-tatapan cukup lama.
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Beberapa hari berlalu, Ronald dan Rian keluar untuk bekerja di restoran ketika pagi hari.Ketika baru saja keluar dari apartemen, langkah Ronald terhenti ketika melihat pria tua dengan pakaian compang-camping dari seberang jalan."Ayah, kasihan banget orang itu. Bagaimana kalau kita kasih sedikit uang?" tanya Rian. Ronald tersenyum dan menjawab, "Jangan lihat dirinya yang tua dan penampilan yang lusuh. Dia itu adalah orang yang sangat berbahaya. Kau harus menjauh darinya." Ronald berjalan, Rian mengejar dari belakang, memegang tangan Ronald dan bertanya, "Kenapa? Kelihatannya dia cuma kakek-kakek tua yang kasihan." Rian kemudian kaget saat tiba-tiba tangan seorang kakek tua berada di pundaknya. "Nak, apa yang ayahmu katakan benar." pria tua itu kemudian berada di depan Rian sambil tersenyum. "Kau tampan dan gagah seperti ayahmu," kata pria tua itu. Ronald menangkap tangan pria tua dan menjauhkannya dari Rian. "Apa yang kau inginkan? Sudah lebih sepuluh tahun, kita juga tidak ad