Richard Forger menelan ludah, ia tak menduga jika gadis muda yang baru saja mempersilakannya masuk kini mendapati masalah karena dirinya.
“Nona, aku memiliki kartu…” Richard berniat menjawab tudingan Bellatrix terhadap Daisy tetapi Bellatrix segera mengacungkan telunjuknya tepat ke jidat Richard.
“Damn! Siapa yang memberimu izin untuk berbicara padaku? Shit, aku sedang berbicara pada sepupuku yang bodoh ini!” Bellatrix lantas berganti menudingkan telunjuknya ke arah Daisy yang menunduk tak nyaman.
“Bella, dia membawa kartu undangan dari kakek. Percayalah… Kita harus menyambutnya atau…”
“Aku tak peduli! Seperti biasa, semua keputusan yang kau ambil akan berujung pada petaka. Kali ini, kuperingatkan sekali lagi! Usir gembel ini atau…”
Bellatrix belum sempat melanjutkan kalimatnya ketika dari arah belakang, terdengar suara omelan khas perempuan tua, dialah Sandra Miller, perempuan berusia tujuh puluhan tahun yang merupakan istri dari James Miller. Sandra membenci keributan meski di saat yang sama ia adalah sosok yang kerap membuat keributan.
“Apa kalian ingin membunuhku dengan membuat keributan seperti ini, heh? Kalian berharap tensi jantungku naik? Oh, dasar kalian cucu-cucu yang tak beradab!” Sandra Miller mengacung-acungkan tangannya ke arah Daisy dan Bellatrix, ketika tangannya tak sengaja menunjuk ke arah Richard, Sandra refleks mundur dan menutup mulut menggunakan dua tangan.
“Tunggu! Siapa yang memberinya izin untuk mengotori ruang tamuku?!” Sandra memekik tak terima.
Teriakan Sandra semakin membuat Richard kikuk, untuk alasan yang sulit dipahami, ia merasa kasihan pada Daisy karena kemarahan Bellatrix dan Sandra akan tertumpu pada gadis malang itu. Sayangnya, teriakan Sandra pada akhirnya berhasil membuat satu orang lagi di keluarga Miller datang ke ruang tamu.
Tak jauh berbeda dengan Bellatrix, orang yang datang ke ruang tamu segera memberikan tatapan sinis ke arah Richard.
“Bukankah kita sudah memberi tahu security bahwa kita tak sedang membuka lowongan pembantu?” Nancy yang merupakan ibu dari Bellatrix mengerutkan dahi mengamati Richard.
“Tampangnya seperti tukang pengangkut sampah, oh, rumah kita bahkan tak punya sampah. Justru, untuk saat ini, dia tampak lebih mirip sampah di rumah ini!” Bellatrix mencemooh Richard lalu menjelaskan secara singkat pada ibunya bagaimana Richard bisa masuk ke ruang tamu.
“Ibu, Bella benar! Kau harus lebih keras lagi pada Daisy. Lihat apa yang ia perbuat, semakin lama sepertinya otak Daisy semakin dungu!” Nancy berujar seraya mengelus-elus pundak Bellatrix, seolah hatinya sedang berkata. ‘Untung aku memiliki putri brillian seperti Bella. Harta warisan keluarga Miller akan mengalir lebih deras untuk cucu yang cerdas!’
“Kalian semua! Bisakah untuk tidak memojokkan Nona Daisy?! Lihat, aku memegang kartu ini dan seharusnya aku sudah bertemu Tuan Miller sekarang!” Pada akhirnya, Richard mengacungkan kartu hitam menyerupai wasit sepak bola mengeluarkan kartu merah.
Semua orang di ruang tamu masih ingin mencemooh Richard, tetapi kartu hitam di tangan Richard segera mengalihkan perhatian mereka.
“Suamiku sedang ada urusan di luar negeri selama tiga bulan ke depan.” Sandra menarik napas pelan-pelan, kartu hitam di tangan Richard bukanlah kartu sembarangan. Tak mau mendapat murka dari suaminya, Sandra pelan-pelan mendekati Richard untuk memeriksa keaslian kartu itu.
Richard dengan penuh percaya diri menyerahkan kartu hitam di tangannya. Sesuai prediksi Richard, Sandra menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.
“Sial! Kartu ini asli!” Sandra mengumpat pelan, ia lantas menoleh ke arah Bellatrix lalu membuat perintah. “Bella, ambil laptopmu, sambungkan teleconference kepada James dan mari kita dengar penjelasan darinya.”
Untuk pertama kalinya, Daisy bisa bernapas lega.
Kali itu, semua orang tengah duduk di ruang tamu dengan laptop di meja yang sedang menyambungkan teleconference dengan James Miller.
“Apa yang membuat kalian berkumpul dan menghubungiku?”
Dari layar laptop, tampak James Miller sedang menyantap hidangan di sebuah restoran besar di luar negeri.
“Suamiku, lihat pemuda itu? Apa kau memang mengenalnya?” Sandra meminta James Miller untuk mengamati Richard.
Seketika, James Miller tersedak. Ia buru-buru minum lalu merapikan posisinya.
“Richard Forger?!” pekik James Miller tak percaya. “Richard, akhirnya kau datang juga!”
Semua orang di ruang tamu menelan ludah tak percaya. Pria gembel yang mereka hina benar-benar memiliki kedekatan dengan James Miller.
“Tuan James, mana calon istri yang kau janjikan padaku? Aku menerimanya dan ingin pernikahan diadakan dalam beberapa hari ke depan.”
Pertanyaan dan pernyataan Richard benar-benar seperti halilintar di siang bolong. Daisy, Bellatrix, Sandra, dan Nancy terkejut bersamaan. Ketika mereka ingin menanggapi ucapan Richard, dari layar laptop, James membuat isyarat agar semuanya diam.
“Richard, kebetulan sekali calonmu ada di sana. Cucuku yang bernama Bella, dia adalah yang paling cerdas dan mandiri. Dia untukmu.” James Miller menunjuk Bellatrix dengan senyum penuh bangga.
“Kakek! Apa-apaan ini? Kakek ingin menghancurkan masa depanku? Bagaimana bisa aku yang cemerlang ini harus berakhir menikahi pria menyedihkan seperti dia? Tidak! Aku alergi berat dengan pria payah seperti dia!”
Bellatrix ingin berkata lebih tetapi Nancy menghentikannya. Nancy memang tak menyetujui keputusan aneh ayahnya, tetapi, sebagai anggota keluarga Miller, mereka tak sepatutnya menunjukkan ketidaksopanan di depan James Miller.
“Ayah…” Nancy mencoba melembutkan nada suaranya. “Bella memang brilliant, seperti yang ayah ketahui selama ini. Tapi untuk sebuah pernikahan, aku sebagai ibunya sangat memahami jika mental Bella masih belum sampai ke sana. Ehm… Kurasa, Daisy bahkan jauh lebih siap menjadi istri daripada Bella. Lihat Daisy, dia tak bisa bekerja apa-apa di kantor, mungkin dia memang sengaja karena ingin menikah saja.”
Nancy pura-pura melirik Daisy dengan tatapan lembut. Sejatinya, ia ingin menjerumuskan Daisy untuk menikahi Richard yang payah.
Daisy menggeleng-gelengkan kepala. Posisinya sebagai cucu di keluarga Miller sudah cukup buruk karena banyak proyek yang ia kerjakan berujung gagal total. Jika ditambah harus menikahi pria payah, ia yakin masa depannya akan semakin suram. Daisy menampakkan ekspresi memohon sembari menggeleng-gelengkan kepala kepada sang kakek, seperti meminta James Miller untuk tidak menikahkan dirinya dengan Richard.
Saat melihat kejadian di depan matanya, Richard ternyata memiliki keputusan sendiri. Ia pun berdeham dan membuat semua orang menoleh ke arah dirinya.
“Tuan James, Bella sepertinya memang tidak akan cocok denganku. Sebaliknya, aku rasa Daisy lebih cocok.”
“Ha ha ha! Tentu saja Daisy serasi denganmu, kalian sama-sama payah!” Bellatrix tertawa terbahak-bahak tetapi sedetik kemudian, tangan Nancy mendarat keras di pipi Bella.
“Lihat, ayah! Bocah ini masih butuh bimbingan! Sepertinya memang Daisy yang paling cocok menjalani kehidupan pernikahan.”
Bellatrix ingin mengeluh tetapi ia tahu ibunya sedang mencoba meyakinkan kakeknya untuk tidak menjodohkannya dengan Richard.
“Bagaimana James?” Sandra yang diam cukup lama akhirnya buka suara. “Kau memilih Bella, Richard memilih Daisy. Mana keputusanmu?”
James Miller mengamati semuanya, lalu berujar dengan penuh keyakinan.
“Daisy! Daisy akan menikah dengan Richard tiga hari ke depan!”
Bellatrix dan Nancy menjerit bahagia dalam hati sementara Daisy menghela napas kecewa.
‘Daisy, kau mungkin sedih untuk saat ini. Tapi percayalah, aku akan menjadi suami yang patut untuk dirimu.’
“Ibu.” Bellatrix berbisik pada Nancy. “Keluarga Miller sekarang mempunyai dua tikus mainan. Jika kita bosan bermain dengan Daisy, kita akan mendapat hiburan dari suami payahnya. Hi hi hi…”
Ketika Richard dan Daisy tiba di kota Roxburgh, semua sosok-sosok penting di kota besar itu datang ke bandara demi menyambut kedatangan mereka. Para tokoh penting di kota Roxburgh menunduk memberi hormat, membuat orang-orang awam keheranan dan menerka-nerka sehebat apa latar belakang sosok yang baru saja turun dari pesawat. Daisy merangkul siku Richard, menyatakan betapa bahagianya dia berada di sisi suaminya. Ketika mereka tiba di mansion mewah mereka, Daisy dan Richard menemukan ada tumpukan hadiah yang membanjiri halaman depan rumah mereka. Richard segera menghubungi Wendy Adams, meminta gadis itu untuk membagi-bagikan tumpukan hadiah kepada orang-orang yang membutuhkan. Saat semuanya telah beres, Daisy berujar kepada sang suami sembari membanting tubuhnya ke atas ranjang, “Akhirnya semua selesai juga… Ah… Aku ingin beristiraat.” Richard melirik Daisy lalu tersenyum nakal, “Siapa bilang kau boleh beristirahat?” “Eh?” Daisy menelan ludah saat Richard tiba-tiba telah mendekat ke
Richard dan Daisy telah tiba di ruang pesta beberapa puluh menit sebelum acara dimulai. Karena belum banyak tamu yang datang, Daisy tak begitu menduga jika pesta malam itu akan dihadiri oleh puluhan kepala negara dan ratusan konglomerat dunia.Ketika sedang menikmati anggur dan kudapan-kudapan kecil, mata Richard menangkap pemandangan yang mengejutkan. Ia melihat ada dua sosok perempuan yang sedang bertingkah norak. Richard nyaris tersedak, tetapi bibirnya menyunggingkan senyum jahat, untuk pertama kalinya, Richard merasa tindakan ayahnya cukup berguna.Melihat kedua perempuan itu kini sedang berjalan menuju ke arahnya, Richard segera berbisik kepada Daisy. “Aku ingin ke toilet, nikmatilah semua yang ingin kau nikmati.”Richard pergi begitu saja sementara Daisy tak begitu memedulikan kepergian suaminya sebab pandangannya tertuju pada sekelompok orang yang tengah duduk di meja bundar yang sama.‘Bukankah wajah-wajah mereka tak asing?’ Daisy membatin. Keningnya berkerut saat mencoba mem
Hari masih pagi ketika Richard turun dari mobil dan berjalan menuju ke halaman kastil mendiang ibunya. Saat tiba di halaman kastil, bibir Richard refleks membentuk sebuah senyuman saat ia melihat Daisy sedang mengajari Alexander King menanam bunga.Ketika Daisy melihat kedangan sang suami, wajahnya berbinar-binar gembira. Tangan Daisy melambai-lambai lalu mengajak Richard untuk turut menanam bunga.“Tidak, terima kasih. Itu bukan gayaku,” sahut Richard merespon ajakan Daisy. “Aku akan masuk ke dalam, selesaikan saja kegiatanmu,” imbuh Richard seraya berjalan ke arah kastil. Sudah lama sekali ia tak berkunjung ke kediaman mendiang ibunya.“Menantuku, ayah akan pulang. Temuilah suamimu. Dan, jangan lupa sampaikan padanya tentang acara makan malam kecil-kecilan yang akan kuadakan nanti malam.” Alexander King melepas sarung tangan yang ia kenakan lalu berpamitan untuk kembali pulang ke kastil utama.Daisy mengerutkan dahi karena ada satu poin penting yang membuatnya terkejut. “Ayah belum
Kastil Manoko… Terlepas dari insiden penyerangan Richard kepada Alexander King, proses pemakaman Hazelle King tetap berlangsung dengan khidmat. Daun-daun pohon maple yang berjatuhan menjadi pelengkap prosesi pemakaman Hazelle pada senja hari itu. Satu demi satu para pengiring telah pergi hingga menyisakan dua orang saja yang masih berada di area pemakaman keluarga Naga Langit. Mereka adalah Richard Forger dan Alexander King. Mulanya, Alexander King terlihat ingin meninggalkan makam terlebih dahulu, namun, ucapan Richard menahan langkahnya. “Apa tujuanmu memilihku menjadi pewaris tahta Naga Langit?” tanya Richard tanpa menoleh ke belakang ke arah sang ayah. Alexander King diam mematung, keduanya kini saling memunggungi satu sama lain. Karena Alexander King tak memberi jawaban, Richard bergumam lagi. “Kau meremehkan putra sulungmu, Pak Tua. Hazelle jauh lebih pantas menjadi penerus Naga Langit. Harus kuakui, keputusanmu benar-benar bodoh!” Alexander King tersenyum tipis. “Kau benar
Suara ledakan keras yang baru saja terdengar di telinga Daisy memang bersumber dari kastil utama Naga Langit. Lebih tepatnya, di halaman depan kastil.Tak hanya mendengar satu kali, Daisy dan Rock mendengar ada ledakan yang bertubi-tubi. Meski demikian, Rock sama sekali tak melakukan apa-apa selain membiarkan hal itu terjadi, sebab ia sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi di halaman kastil Naga Langit.!!Tubuh Alexander King terhempas menabrak dinding kastil Naga Langit, menciptakan kerusakan parah pada dinding yang terhantam tubuhnya. Karena kekuatan yang menghempaskan tubuhnya begitu kuat, timbul ledakan keras setiap kali tubuh Alexander King menghantam dinding kastil.Bebatuan dan debu-debu menghambur ke udara. Kehancuran demi kehancuran terus terjadi seiring dengan terhempasnya tubuh Alexander King berkali-kali.Tak ada yang berani mengambil sikap atas apa yang menimpa Alexander King, sebab pria itu memang meminta semua pasukannya untuk tak melakukan apa-apa.“Hazelle tewas
Tak hanya mengevakuasi para anggota Red Skull yang nyaris tenggelam ke laut, pasukan Tom Haley juga menemukan Rock yang berada dalam keadaan terikat di salah satu kapal milik Red Skull. Begitu Rock bebas, ia bergerak cepat menghubungi Alexander King yang berada di Manoko, mengabarkan tentang rencana kedatangan Richard dan Daisy ke sana.“Aku sudah tahu. Termasuk, kematian Hazelle, aku juga sudah mengetahuinya.”Itu adalah kalimat yang diucapkan oleh Alexander King saat Rock berhasil menghubunginya. Saat itu, Alexander King menutup telepon Rock lalu melanjutkan menyesap teh hijau sembari menatap langit hitam di balkon kamarnya.Satu demi satu keluarga yang ia cintai telah mati. Hanya menyisakan Richard seorang, tetapi Richard justru memutuskan untuk keluar dari silsilah keluarga Alexander King.“Lucu sekali…” gumam Alexander King seperti sedang menertawai kehidupannya sendiri. Terlepas dari itu semua, ia cukup menikmati keheningan malam itu sembari menanti kedatangan jasad putra kandun
Perlahan-lahan, matahari tenggelam mengiringi kematian Hazelle King. Dalam suasana berkabung, Richard mengirim telepati kepada pasukan Red Skull dan meminta mereka untuk bergegas menjauh dari pulau Sangorufu. Tak lama lagi, bom dipulau itu akan mengeluarkan gelombang kejut yang cukup besar.Beberapa detik sebelum ledakan besar terjadi di pulau Sangorufu, beberapa kapal pasukan Red Skull telah berhasil membuat jarak aman dari ledakan, termasuk kapal Richard yang sedari awal telah digerakkan oleh kekuatan Richard untuk menjauh dari pulau Sangorufu.Namun, beberapa kapal lain mengalami nasib buruk karena gagal membuat jarak aman dan akhirnya terdampak ledakan besar. Penumpang-penumpang kapal itu menjerit lalu berjatuhan ke laut. Puing-puing kapal yang terbakar berserakan di atas permukaan laut, membuat para korban yang jatuh semakin kesulitan untuk menyelamatkan diri.Beruntung, tak lama berselang datanglah tim evakuasi yang dipimpin oleh Tom Haley.Tom Haley yang mendapat laporan adanya
Tanpa diduga oleh siapa pun, terdengar suara letusan tembakan dari arah kapal tempat Richard mengistirahatkan Hazelle dan Daisy. Kekhawatiran Richard kian membesar ketika ia mendengar jeritan Daisy mengiringi suara tembakan itu.Mengingat, suara tembakan tak pernah menjadi pertanda baik bagi siapa pun, Richard melesatkan tubuhnya ke kapal tempat Daisy dan Hazelle berada.Benar saja, ketika Richard telah tiba di dek kapal, ia melihat Daisy dan Hazelle bersimbah darah. Jantung Richard seperti berhenti berdetak saat ia melihat lubang merah menganga di dada Hazelle King.Meski Hazelle menampakkan senyum damai, Richard menghambur menghampiri Hazelle yang terkulai di atas dek kapal.“Hazelle mencoba untuk melindungiku, Richard… Dia terluka karena aku… Ini salahku…” Daisy menundukkan kepala hingga kepalanya nyaris menyentuh lantai kapal. Tangisan Daisy pecah sebagaimana ia merasa bersalah terhadap Hazelle dan Richard.“Daisy…” Hazelle menggelengkan kepala menatap adik iparnya, seolah memberi
Jack Moriarty merasa nyawanya tak mungkin terselamatkan. Ketika ia tahu kematian sudah datang semakin dekat, beberapa waktu lalu dia akhirnya membuat kesepakatan dengan Richard. Jack Moriarty bersedia membantu Richard semampu dirinya, sebagai timbal balik, Jack meminta Richard untuk menyelamatkan Kelly dan janin yang ada di dalam perut Kelly, kekasih Jack.Richard setuju, dan begitulah, keduanya lantas saling bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik menyelamatkan orang-orang yang mereka sayangi.‘Jack, cepat katakan apa yang ingin kau katakan!’ Richard tak sabar untuk mendengar pesan telepati dari Jack. Hanya saja, bukannya mendengar pesan dari Jack, Richard justru dikejutkan oleh suara lain.“Richard Forger…!”Hammer Moriarty telah terbebas dari kelumpuhan. Wajahnya berseri-seri saat melihat betapa ambisiusnya Richard yang ingin menyelamatkan Hazelle King. “Hei, bukankah ada obrolan kita yang terputus? Kau lupa?”Richard menoleh ke arah Hammer Moriarty dengan dahi berkerut.“Forge