Share

Bab 4

Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2025-06-13 09:45:57

"Kurang ajar! Siapa kamu berani menggangguku!" teriak Aditya sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Aku yang terdorong sampai terduduk di lantai dengan kemeja yang sudah tidak berkancing. 

"Pakai ini!" ujar lelaki asin itu.

Jas berwarna abu-abu dilempar di pangkuanku. Segera kugunakan untuk menutup bagian dada yang terbuka. Aroma yang menguar begitu menenangkan, aku mengeratkannya.

"Mas! Kalau sama perempuan jangan kasar! Seperti banci saja!" seru laki-laki yang tiba-tiba hadir.  Aku mengernyit menatap lelaki tinggi besar yang sedang mencengkeram krah baju Aditya. Matanya nyalang dengan satu tangan siap melayangkan satu pukulan lagi.

Kemeja putih, rambut disisir klimis, dan sepatu mengkilap. Penampilannya yang rapi menunjukkan kelasnya bukan orang sembarangan. 

Siapa dia?

Aku tidak pernah berjumpa, apalagi kenal. 

"Hei! Kenapa kamu mengganggu urusanku? Dia wanitaku. Terserah apa yang kami lakukan!  Jangan ikut campur!" teriak Aditya sambil menepis tangan lelaki itu.

Mantanku itu mundur selangkah tidak bereaksi seperti biasanya. Mungkin dia mengukur kekuatan dengan lelaki di hadapannya. Dia kalah kuat. Dia yang tambun tidak sebanding dengan lelaki ini yang tinggi besar. Bisa-bisa dikibas langsung masuk rumah sakit.

Sekilas aku menangkap lelaki asing itu mengernyit. Seperti ada keraguan di sana. Tidak sedikit pasangan yang bermesraan dengan cara aneh. Saling menyiksa tapi berujung sama-sama terpuasakan.

Gawat!

Kalau dia percaya dengan omongan Aditya, bisa jadi tidak jadi menolongku. Dan artinya, ini bisa meluluskan niat mantan suami brengsek ini. 

Secepatnya aku berdiri, meraih tangan orang yang tidak aku kenal itu dengan posisi menghadap dirinya.-membelakangi Aditya.

Sambil memberi tanda aku berkata, "Mas tolong jangan marah. Dia ini Mas Aditya mantan suamiku yang pernah aku ceritakan kemarin. Dia mengajakku rujuk karena dia tidak tahu kalau aku sudah mempunyai kamu. Aku menolak dan dia marah seperti tadi."

Sekali lagi aku mengerjapkan mata sambil berucap tanpa bersuara, "TOLONG SAYA. TOLONG."

Aku benar-benar memohon. Rasanya ingin menangis kalau dia tidak mengindahkan aku. Sesaat lelaki itu mengerutkan dahi. Aku bernapas lega ketika menangkap kepalanya mengangguk samar. Sorot mata yang nyalang terganti dengan kelembutan. Kemudian dia tersenyum sambil mengulurkan kedua tangannya untuk merekatkan jas yang aku pakai.

"Ini yang aku kawatirkan, Beb. Kalau kamu tidak memperkenalkan aku kepada orang yang kamu kenal. Bisa jadi orang yang masih berharap menjadi salah paham," ucapnya sambil menatapku lekat. Kedua tangannya menangkup lengan ini.

Suaranya yang rendah dan terdengar penuh kasih. Orang bisa salah mengira kalau lelaki ini benar-benar kekasihku. Tatapan dan sikapnya menunjukkan dia pintar bersandiwara. 

Wah, jangan-jangan dia aktor yang kebetulan lewat sini?

"TERIMA KASIH," ucapku tanpa bersuara. Seperti mendapat tambahan energi, aku menegapkan diri. 

"Maafkan Mas, ya. Datangnya terlambat. Ada yang sakit?" ucapnya lagi sambil mengulurkan tangan ke arahku. Dengan lembut dia merapikan rambut ini yang berantakan gara-gara perlawanan tadi, menyelipkan di telinga.

Mengimbangi sandiwaranya, aku menggeleng sambil berkata, "Tidak, Mas. Yang penting kamu datang dan meluruskan kesalahpahaman ini."

Sesaat aku terpaku dengan tatapannya. Antara nyata dan tidak, tapi kenapa dada ini begitu berdebar? Dengan jarak dua jengkal, aku yang setinggi pundaknya menangkap wajahnya dengan jelas. Keindahan yang membuatku enggan berkedip. Mata sendu, didung mancung, rahang kokoh dengan di hiasi bulu-bulu halus.

Kami bersitatap, seakan aku hanya berdua dengannya. Duh, kalau artis dadakan seperti aku ini, tidak bisa membedakan antara sandiwara atau benaran. Pantas saja banyak pelaku sandiwara yang terlibat cinta lokasi. Berdalih membangun cemistry kemudian kebablasan tidak mau melepas hati yang terlanjur terikat.

Atau, apa ini efek janda yang sudah lama tidak berdekatan dengan laki-laki, ya? Sesuatu yang aku usahakan mati, dengan mudah terpatik seperti sekarang ini.

"Ja-jadi kamu calon suaminya Dek Laras? Ah, tidak mungkin!" Suara Aditya menyadarkan lamunanku. Menarikku ke dunia yang sebenarnya. 

Satu kali gerakan, tanan kokohnya memutar badanku. Menarik diri ini untuk lebih dekat. Aku tersenyum tipis ketika melihat Aditya tertawa mengejek.

"Memang dia calon istriku."

"Masak?!"

"Mas Aditya! Kenapa kamu mengurus diriku. Memang dia calon suamiku. Dan inilah yang menjadi alasan kuat aku tidak mau kembali menjadi istrimu lagi. Lihat saja, dia lebih segala-galanya dari pada kamu. Sekarang, lebih baik kamu pergi!"  Aku menggerakkan dagu ke arah pintu. Alih-alih mengerti, lelaki berperut buncit ini justru tertawa mengejek. 

"Tidak mungkin kalau laki-laki ganteng seperti Mas ini mau denganmu. Perempuan bekas, dekil, dan tidak berkualitas," ucapnya kemudian mengalihkan pandangan ke lelaki di sampingku. "Masnya dibayar berapa sama dia? Mau-maunya diajak main sinetron tidak berkualitas seperti ini?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 97

    Setelah pernikahan belum ada test kehamilan yang menunjukkan tanda dua strip atau tanda plus, membuatku menyerah. Bayang-bayang sebutan wanita mandul pun semakin menguat. Aku merasa putus asa. Apa yang usaha yang kurang aku lakukan? Semua nasehat, artikel, bahkan saran dari dokter pun aku lakukan. "Dek Laras, Istriku. Aku menikahi kamu itu untuk hidup bersama selamanya dalam suka dan duka. Anak itu adalah bonus, bukan tujuan utama pernikahan ini," ucap Suamiku menyemangatiku.Ucapan di mulut berbanding terbalik dengan sorot matanya yang berbinar ketika melihat bayi lucu. Bahkan tetangga sebelah yang mempunyai anak berumur satu tahun pun selalu digodanya. Terlihat jelas sekali dia merindukan kehadiran anak yang bisa diajarkan banyak hal. Katanya hasil tidak mengkhianati usaha. Nyatanya....Aku bahkan membeli buku tentang bagaimana pasangan cepat mendapat keturunan. Di dinding dapur, tertempel makanan yang harus aku dan Mahendra makan. Pola makanan sehat dan hidup sehat kami terapkan d

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 96

    "Pak Mahendra, Mbak Laras, ada yang ingin bertemu. Monggo kita temuin mereka," ucap pengarah acara sambil menunjukkan ke arah yang membuatku terbelalak. Tidak pernah aku mengira akan menjadi seperti ini. Antrian mengular bukan karena untuk mengambil makan, justru mereka bersabar untuk mendapat giliran bersalaman dengan aku dan Mas Mahendra. Bahkan beberapa meminta ijin untuk berfoto selfi. "Mas Mahendra kenal dengan mereka?""Hmm? Tidak.""Tapi kok kelihatan akrab banget." Dia tertawa kecil. Semua yang datang di acara ini adalah mereka yang mendoakan kebahagiaan kita. Karenanya, mulai saat ini mereka adalah orang-orang kita. Tapi, bukankan mereka orang kampung sini?"Sekarang aku yang gelagapan. Terlihat sekali aku kurang bersosialisasi. Dulu ketika masih remaja lebih banyak bersembunyi di balik Ibu dan Bapak. Jarang sekali aku keluar rumah. Lulus SMA langsung menikah dan tidak di rumah lagi. Ketika sudah menjanda lebih nyaman menghindar dari mereka karena enggan dengan pertanyaan k

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 95

    Suara musik dari depan mulai diperdengarkan. Suara keras tetapi merdu dan tetap enak ditangkap telinga. Ini permintaan khusus dari suamiku. "Dek, aku ingin semua yang hadir menikmati pesta tanpa jantungan karena musiknya terlalu keras. Apalagi yang datang banyak orang tua. Dan mereka masih bisa berbincang dengan orang sebelah tanpa teriak atau bisik-bisik di telinga."Saat itu aku mengiyakan saja. Mengingat kalau hajatan di kampung, pengeras suara sampai memekakkan telinga. Tidak jelas lagu apa yang diputar, seakan yang terpenting bikin huru-hara yang menunjukkan sedang berlangsung hajatan. Semuanya diurus oleh suamiku itu. "Yang penting kamu tidak banyak pikiran, Dek. Biar nanti saat dirias tidak terlihat cemas.""Memang pengaruh?""Kata tukang rias begitu. Kondisi emosi akan terpancar dari balutan make-up."Aku menatap bayanganku di depan cermin. Baju terusan berwarna putih dengan lengan pendek, dan potongan leher berbentuk V. Bahan yang berkelas menunjukkan keanggunan. Model ya

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 94

    "Kasihan istrinya Aditya. Sebenarnya dia tadi itu mabok."Terkejut aku mendengarkan yang diucapkan suamiku. "Mabok? Maksudnya karena minum minuman keras?""Hu-um. Kalau tidak, mana dia berani mempermalukan diri seperti itu. Ditonton banyak orang.""Terus, kenapa ada orang yang menjemput dia?""Kamu tidak kenal dengan namanya Arya itu?"Aku menggelang. "Tidak, Mas. Walaupun Nayna sering bilang kalau dia temanku saat di SMA, aku tidak mengenal dekat dengannya. Apalagi saat selepas lulus.""Oh, gitu. Tadi selepas berbincang, aku meminta nomor telpon saudaranya yang bisa dihubungi. Istrinya Aditya sendiri yang memberikan nomor yang namanya Arya itu.""Oh, gitu. Berarti dia di tangan yang aman," ujarku merasa lega.Aku menghela napas. Sebegitu berat hidup Nayna sampai melakukan hal seperti itu. "Sebenarnya aku kasihan dengan dia, Mas. Anaknya masih bayi, suaminya seperti itu, dan sekarang suaminya malah masuk penjara.""Iya betul. Kabarnya, warungnya juga bangkrut." Aku tersenyum miris. Wa

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 93

    POV Larasati Antara marah, gemas, bingung, dan kasihan. Rasa itu bercampur aduk saat melihat perempuan ini.Aku merasa tidak mempunyai salah kepadanya, tetapi kenapa dia terlihat dendam denganku? Bukannya seharusnya aku yang marah dengannya karena mengganggu rumah tanggaku yang terdahulu?"Yang menjadi korban tidak hanya aku, Nayna. Walaupun aku mencabut laporan, belum tentu suamimu bebas."Bukannya mengerti, dia justru semakin menjadi. Segala sumpah serapah dilontarkan. Bahkan orang yang berkerumun pun diserangnya karena menyebutnya perempuan tidak waras. "Kamu Laras. Seperti dewi tetapi sebenarnya kamu penghancur!""Maaf. Aku tidak pernah menghancurkan siapapun. Apalagi kamu yang aku tidak kenal. Bukankan kamu sendiri yang menenggelamkan hidup kamu menjadi seperti sekarang ini?" Aku tersenyum miring, teringat pertengkaran orang di kamar sebelah ketika di hotel. Yang aku yakin itu adalah Nayna. Sebenarnya aku bisa saja membuka fakta kalau dia menjebak Aditya dengan kehamilan yang

  • Suami Kiriman Bikin Nyaman   Bab 92

    POV Nayna Aku mengidolakan dia sekaligus membencinya.Kalau teman sebaya mengidolakan artis, lain denganku yang mengidolakan teman satu sekolahan. Di mataku dia orang yang sempurna. Cantik, pintar, baik hati, tidak sombong, tetapi ada satu yang membuatku kecewa: dia tidak menjadikan aku temannya apalagi sahabatnya.Namun, bukan berarti aku menyerah untuk mendekatinya. Dulu ketika kami masih SMA, aku bahkan rela tidak jajan di kantin untuk ikut kebiasaannya membaca di perpustakaan saat jam istirahat. "Boleh aku duduk di sini?" "Silakan," jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari buku bacaannya.Aku duduk dengan tumpukan buku yang senada dengannya. Meskipun aku tidak tahu arti dari hukum fisika apalagi rumus kimia. Tak apalah, demi dekat dengan dia. Bukankah kita harus sehobby untuk menjadi teman?"Bagus bukunya?" Aku mencoba memancing percakapan. Harapanku, aku dan dia menjadi lebih dekat. Siapa yang tidak bangga berteman dengan Larasati si bintang sekolah. Dia melirikku s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status