Share

3. Melamar

Penulis: Harmony^-
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-01 13:42:44

Marsha belum tidur meski sudah tiba di rumah sejak tadi.

Ia menunggu Derren kembali.

Begitu melihat pantulan cahaya motor yang tampaknya milik pria itu memantul di kaca jendela, Marsha segera keluar dan memandang Derren yang spontan buang muka.

Melihat itu, Marsha pun berucap dengan dingin. “Bisa bicara sebentar?”

Langkah kaki Derren yang hendak masuk ke dalam rumah pun terhenti.

Derren terdiam beberapa saat dan memandang Marsha yang berdiri di teras rumahnya sendiri dengan tatapan bingung. “A-apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya?”

Marsha mengangkat map coklat yang ia bawa dan menunjukkannya pada Derren. “Luangkan waktumu. Aku ingin berbicara.”

Tubuh Derren jelas langsung tegang begitu melihat berkas tersebut. Seketika ia teringat

pemerkosaan yang ia lakukan. Ia kira itu adalah surat panggilan pengadilan.

Tapi, nyatanya bukan.

[Perjanjian Pernikahan]

Lama, Derren melihat kontrak pernikahan yang Marsha ajukan padanya, hingga suara perempuan itu kembali terdengar.

“Ayo menikah.”

“Apa?”

Derren menelan ludahnya susah karena begitu terkejut. Namun, Marsha terus menatapnya serius. Melihat itu, ia pun terdiam.

Hal itu membuat Marsha menghela napas panjang.

“Aku terlibat perjodohan,” ucapnya kembali, “aku tak ingin menikah dengan lelaki itu.”

“Kenapa?” tanya Derren spontan dan membuatnya langsung menutup mulut.

“Karena aku tak mau ayahku bisa semakin kaya.”

Derren mengerutkan keningnya dalam.

Alasan macam apa itu? Tapi, Marsha tak terlihat bercanda saat mengatakan alasannya tak mau menikah. Alhasil, Derren mau tak mau harus percaya dengannya.

“Lalu, alasan Anda memilih saya untuk menik–“

Marsha menaikkan sebelah alisnya membuat Derren berhenti berbicara.

“Pertanggungjawabkan kesalahanmu,” perintah Marsha, “aku tak mau tahu alasanmu. Kamu tak diberi pilihan menolak di sini. Aku tidak sedang mengajakmu negosiasi.”

Wanita itu lalu menyodorkan kontrak pernikahannya dan mengulas senyum palsu. “Jadi, cepat tanda tangan.”

Derren menatap kertas di depannya dengan tatapan terkejut.

Tak sengaja, ia melihat kompensasi yang ditawarkan setelah perceraian. Jumlahnya sangat fantastis!

Bahkan, ada ayat kontrak yang berbunyi “jika Marsha bersedia membayar studi Derren, dan uang bulanan.”

Di sisi lain, Marsha tersenyum dalam hati. Ia tadi sempat mencari tahu tentang Derren dari para tetangga. Katanya, pria itu harus membesarkan kedua adik perempuannya setelah kabur dari rumah orang tuanya.

Jadi, Derren pasti sulit menolak karena nominal yang ditawarkan Marsha tidaklah sedikit.

“Anda harus tahu.” Derren mulai berbicara, “Saya memiliki keluarga yang kacau.”

Ada jeda di sana.

Tampaknya, ia enggan menerima kerja sama yang lebih menguntungkan untuknya dari pada wanita itu.

Namun, melihat reaksi Marsha yang tampak tenang dan menyimak, ia kembali berbicara, “Ayah saya pemabuk berat. Ibu saya pegawai kantor, tapi ia masih sering mencuri uang saya untuk memenuhi kehidupan glamornya. Ia juga orang yang kasar. Lalu, Anda tak akan bisa melakukan kesepakatan ini jika Anda hanya membiayai saya.”

Marsha menaikkan sebelah alisnya dan memiringkan kepalanya. “Kenapa?”

“Saya memiliki dua adik perempuan yang masih sekolah dan membutuhkan biaya lebih banyak dari saya. Jadi-“

“Saya tahu.” Marsha mengambil bolpoin dan menatap Derren–siap menambahkan syarat kontrak mereka, asalkan Derren menyetujuinya nanti.

“Siapa nama kedua adikmu itu? Aku tak keberatan mencantumkan nama mereka ke kontrak kita. Toh, aku bukan seseorang yang pelit uang. Menghidupi 3 anak kecil seperti kalian bukan masalah besar untukku.” lanjut Marsha, membuat Derren syok dengan sikap angkuh dan santainya.

“N-naya dan Yana,” jawab Derren, tergagap.

Wanita itu segera menuliskan kedua nama itu di kontrak dan kembali memberikan berkas itu pada Derren.

“Apa lagi yang harus aku dengar?” tanya Marsha, sambil meletakkan kembali pena yang ada di dalam genggaman tangannya dengan santai ke atas meja.

Derren menarik napas lembut dan melanjutkan. “Saya punya mantan kekasih yang merepotkan.”

“Namanya Lea. Usianya lebih tua dari saya 4 tahun.”

Melihat tatapan menyelidik dari Marsha, pria itu kembali berbicara, “Ia bukan Sugar Momy saya! Hanya saja, saya memang suka yang lebih tua.”

Malu-malu, pria itu menjelaskan, “Saya bersama dengannya selama satu tahun. Awalnya ia orang yang dewasa, seperti tipe ideal saya. Tapi semakin lama, sikap posesifnya sangat merepotkan dan itu menjadi alasan saya untuk mengakhiri hubungan saya dengannya.”

Derren menatap wajah Marsha yang menyimak dengan tenang. “Lea masih menyukai saya sampai saat ini, dan ia juga menjadi alasan kita bisa tidur bersama. Hari itu, saya menjenguknya dan ia memberikan menyuguhkan segelas air. Saya harusnya tidak menerima itu. Tapi–"

Menunjukkan wajah bersalah pada Marsha yang diam saja mendengarkan ceritanya dengan tenang. "Kecelakaan itu– saya benar-benar meminta maaf kepada Anda, Sungguh.”

Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya paham. “Baiklah. Aku bisa menerimanya.”

“Apa Anda tidak keberatan? Saya juga bukan orang baik seperti yang Anda lihat.” Derren berusaha mencari alasan lagi, “ada banyak masalah di sekitar saya.”

“Asalkan kamu bukan buronan, pembunuh, atau perampok, tak masalah bagiku,” tegas Marsha, “tanda tangani surat itu segera karena aku lelah!”

Derren mendenguskan napas lalu mengambil bolpoin. “Saya harap Anda tak menyesal.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   173. Misi‐CEO Hardy

    Marsha menatap Lea dan Anna yang saling berseteru di depan ruangannya. Sementara dirinya dan Syam, hanya menatap sebagai penonton dari dalam ruangan. “Aku tidak tahu jika hubungan mereka akan seburuk itu,” gumam Syam. Marsha yang mendengar itu hanya tersenyum simpul. “Itu memang karakternya. Kalau sudah membenci seseorang, dia akan terus membencinya sampai akhir. Senior tidak ingat bagaimana Lea memperlakukan aku saat masih bersaing hati untuk Derren?” Syam hanya mengangguk-angguk. Lalu kembali melihat pemandangan menyenangkan di depannya. “Ah, tapi seru melihatnya bertengkar. Aku selalu suka itu. Baik denganmu atau dengan Ibu Tiri mudanya itu.” Syam senyum-senyum tidak jelas. Sementara Marsha yang sibuk memindai data yang masuk lewat emailnya. Baik dari RS Zahara atau Perusahaan Mi. Yang jelas, itu tidak berhenti sejak 2 jam yang lalu. “Perkerjaanmu pasti sangat banyak, kan?” celetuk Syam, seperti mengejek.

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   172. Sedih

    Berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit yang di padati perawat dan pasien. Setelah sekian lama akhirnya Marsha bisa kembali bekerja. Pemandangan yang sama membuatnya jenuh. Tapi liburan dua hari kemarin telah membantunya melepas stres. “Selamat pagi, Prof.” Beberapa orang menyapa Marsha dengan ramah. Marsha hanya menunduk singkat menjawab salam itu sambil mengumbar senyum cantiknya. Saat hendak masuk ke dalam ruangan, ia bertemu Lea yang keluar dari dua ruangan yang ada di sebelah kantornya. Lea menatap Marsha dengan sinis. Tampaknya, mood wanita itu sedang tidak baik mengingat reaksinya yang berlebihan. “Padahal aku belum menyapa, tapi kamu sudah melempar tatapan seperti itu? Keterlaluan,” pekik Marsha, mendekati Lea. “Jangan bersikap baik di rumah sakit. Orang-orang Ayahku masih terus mengawasi ... bahkan ia menambah personelnya,” ucap Lea, mengeluh. Marsha menatap sekeliling. “Kalau di s

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   171. Masalah Pelik

    Marsha bangun cukup pagi setelah sekian kama tidak beraktivitas dan hanya rebahan sepanjang hari di rumah sakit. Kini ia bebas. Jadi Marsha akan memulai paginya dengan sesuatu yang baik—seperti membuat masakan untuk suami dan kedua adik iparnya yang cantik. Baru saja keluar dari kamarnya, Marsha sudah melihat kedua ajudan kepercayaannya tertidur pulas di sofa dengan posisi memangku laptop mereka yang masih menyala. “Astaga. Apa yang aku lihat di pagi hari?” gumam Marsha, berjalan mendekati kedua orang itu. “Hey, coba bangun dan pindah ke kamar. Jika ingin tidur, aku punya banyak kamar kosong.” Marsha membangunkan kedua orang itu. Walau akhirnya keduanya sangat sulit untuk di bangunkan. Marsha membutuhkan waktu 10 menit agar melihat kedua orang itu bangun dan meninggalkan ruang tamu. Menghela napas panjang, Daniel dan Salma meninggalkan laptop mereka di atas meja dalam kondisi menyala dan bekerja. “Kalian

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   170. Pergerakkan Awal

    Marsha tidak ingat kapan ia benar-benar tertidur pulas. Yang jelas, saat dia bangun Derren tidur di sampingnya dengan mata sembab. Marsha hanya menghela napas panjang dan membelai puncak kepalanya dengan sayang. Ia masih mengingat bagaimana keluhan dan kesedihan Derren kemarin malam. Cukup mengenai hatinya yang mudah luluh jika itu bersangkutan dengan suami kecilnya. Tapi tak ada kata istirahat untuk mengenang seseorang—walau itu adalah Ibu Mertua yang pernah tinggal bersama dengannya beberapa minggu. “Daniel.” Marsha memanggil dengan tegas. Lelaki yang sedari tadi berdiri di belakang pintu di sisi luar, akhirnya memberanikan diri untuk masuk dan mengganggu kemesraan kedua patsuri itu. “Apa yang ingin kamu sampaikan? Dari tadi aku melihatmu berdiri di luar dengan ragu-ragu.” Marsha turun dari ranjang, namun  saat satu kaki Marsha baru turun, Derren segera memeluk perutnya dengan mata terbuka lebar—lelaki itu benar

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   169. Tentang Anna dan Ayah

    Dena menatap Marsha dengan tatapan serius. “Tentang Ayahmu yang meninggal karena kecelakaan mobil. Ia tidak meninggal karena kecelakaan biasa. Ia di bunuh ... itu kecelakaan yang di sengaja.” Marsha mengerutkan kening. “Apa maksud Mama?” Ia bangkit dari posisi duduk—mondar-mandir tidak jelas dan duduk kembali dengan Dena yang menatapnya lelah. “Tunggu, ini di luar dugaan Marsha, Ma. Kenapa tiba-tiba membahas ini saat semuanya runyam?” Marsha menjambak kedua sisi rambutnya. “Apa sih ini? Kenapa tiba-tiba sekali.” Marsha menatap wanita itu dengan wajah lelah. “Marsha sibuk dengan kasus ini dan itu. Tapi Mama bicara begitu sekarang? Mama mau membuat Marsha botak karena terlalu banyak ‘problem’?” Dena menggeleng. “Bukan itu maksud Mama. Hanya saja ... pelakunya memiliki nama yang sama dengan orang yang kamu kejar dalam kasus beruntung ini.” Marsha mengerutkan kening untuk ke sekian kali. Ia masih tidak habis pikir dengan semua ini. “Anna? Apakah wanita itu ... biang keroknya?” Dena

  • Suami Kontrakku Ternyata Dewa Perang   168. Menyingkap Rahasia

    Drtt …. drtt … drtt … Marsha mengejapkan mata. Ini hari terakhirnya berada di rumah sakit. Yang ia pikirkan hanya bermalas-malasan seharian karena mengira ini adalah hari terakhir liburnya. Tapi begitu melihat panggilan telepon dari Daniel, entah mengapa Marsha yakin jika dirinya tak akan bisa bersantai lagi. “Halo.” Marsha menguap lebar. Yana dan Naya yang entah sejak kapan ada di dalam kamarnya, hanya melihat kelakuan kakak iparnya dengan geleng-geleng kepala. [Anda masih di rumah sakit, kan?] Marsha menjauhkan teleponnya dari telinga—memastikan apa benar yang meneleponnya adalah Daniel—karena orang di seberang sana seakan tak tahu kondisinya. “Kenapa bertanya tidak masuk akal?” Marsha bertanya dengan bingung. “Suaramu … apa ada masalah yang terjadi?” Daniel terdengar mendesak kasar. Tampaknya memang ada yang telah terjadi. Daniel adalah orang yang tenang jika berhadapan dengan dirinya. Mende

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status