Share

3. Melamar

Marsha belum tidur meski sudah tiba di rumah sejak tadi.

Ia menunggu Derren kembali.

Begitu melihat pantulan cahaya motor yang tampaknya milik pria itu memantul di kaca jendela, Marsha segera keluar dan memandang Derren yang spontan buang muka.

Melihat itu, Marsha pun berucap dengan dingin. “Bisa bicara sebentar?”

Langkah kaki Derren yang hendak masuk ke dalam rumah pun terhenti.

Derren terdiam beberapa saat dan memandang Marsha yang berdiri di teras rumahnya sendiri dengan tatapan bingung. “A-apa yang ingin Anda bicarakan dengan saya?”

Marsha mengangkat map coklat yang ia bawa dan menunjukkannya pada Derren. “Luangkan waktumu. Aku ingin berbicara.”

Tubuh Derren jelas langsung tegang begitu melihat berkas tersebut. Seketika ia teringat

pemerkosaan yang ia lakukan. Ia kira itu adalah surat panggilan pengadilan.

Tapi, nyatanya bukan.

[Perjanjian Pernikahan]

Lama, Derren melihat kontrak pernikahan yang Marsha ajukan padanya, hingga suara perempuan itu kembali terdengar.

“Ayo menikah.”

“Apa?”

Derren menelan ludahnya susah karena begitu terkejut. Namun, Marsha terus menatapnya serius. Melihat itu, ia pun terdiam.

Hal itu membuat Marsha menghela napas panjang.

“Aku terlibat perjodohan,” ucapnya kembali, “aku tak ingin menikah dengan lelaki itu.”

“Kenapa?” tanya Derren spontan dan membuatnya langsung menutup mulut.

“Karena aku tak mau ayahku bisa semakin kaya.”

Derren mengerutkan keningnya dalam.

Alasan macam apa itu? Tapi, Marsha tak terlihat bercanda saat mengatakan alasannya tak mau menikah. Alhasil, Derren mau tak mau harus percaya dengannya.

“Lalu, alasan Anda memilih saya untuk menik–“

Marsha menaikkan sebelah alisnya membuat Derren berhenti berbicara.

“Pertanggungjawabkan kesalahanmu,” perintah Marsha, “aku tak mau tahu alasanmu. Kamu tak diberi pilihan menolak di sini. Aku tidak sedang mengajakmu negosiasi.”

Wanita itu lalu menyodorkan kontrak pernikahannya dan mengulas senyum palsu. “Jadi, cepat tanda tangan.”

Derren menatap kertas di depannya dengan tatapan terkejut.

Tak sengaja, ia melihat kompensasi yang ditawarkan setelah perceraian. Jumlahnya sangat fantastis!

Bahkan, ada ayat kontrak yang berbunyi “jika Marsha bersedia membayar studi Derren, dan uang bulanan.”

Di sisi lain, Marsha tersenyum dalam hati. Ia tadi sempat mencari tahu tentang Derren dari para tetangga. Katanya, pria itu harus membesarkan kedua adik perempuannya setelah kabur dari rumah orang tuanya.

Jadi, Derren pasti sulit menolak karena nominal yang ditawarkan Marsha tidaklah sedikit.

“Anda harus tahu.” Derren mulai berbicara, “Saya memiliki keluarga yang kacau.”

Ada jeda di sana.

Tampaknya, ia enggan menerima kerja sama yang lebih menguntungkan untuknya dari pada wanita itu.

Namun, melihat reaksi Marsha yang tampak tenang dan menyimak, ia kembali berbicara, “Ayah saya pemabuk berat. Ibu saya pegawai kantor, tapi ia masih sering mencuri uang saya untuk memenuhi kehidupan glamornya. Ia juga orang yang kasar. Lalu, Anda tak akan bisa melakukan kesepakatan ini jika Anda hanya membiayai saya.”

Marsha menaikkan sebelah alisnya dan memiringkan kepalanya. “Kenapa?”

“Saya memiliki dua adik perempuan yang masih sekolah dan membutuhkan biaya lebih banyak dari saya. Jadi-“

“Saya tahu.” Marsha mengambil bolpoin dan menatap Derren–siap menambahkan syarat kontrak mereka, asalkan Derren menyetujuinya nanti.

“Siapa nama kedua adikmu itu? Aku tak keberatan mencantumkan nama mereka ke kontrak kita. Toh, aku bukan seseorang yang pelit uang. Menghidupi 3 anak kecil seperti kalian bukan masalah besar untukku.” lanjut Marsha, membuat Derren syok dengan sikap angkuh dan santainya.

“N-naya dan Yana,” jawab Derren, tergagap.

Wanita itu segera menuliskan kedua nama itu di kontrak dan kembali memberikan berkas itu pada Derren.

“Apa lagi yang harus aku dengar?” tanya Marsha, sambil meletakkan kembali pena yang ada di dalam genggaman tangannya dengan santai ke atas meja.

Derren menarik napas lembut dan melanjutkan. “Saya punya mantan kekasih yang merepotkan.”

“Namanya Lea. Usianya lebih tua dari saya 4 tahun.”

Melihat tatapan menyelidik dari Marsha, pria itu kembali berbicara, “Ia bukan Sugar Momy saya! Hanya saja, saya memang suka yang lebih tua.”

Malu-malu, pria itu menjelaskan, “Saya bersama dengannya selama satu tahun. Awalnya ia orang yang dewasa, seperti tipe ideal saya. Tapi semakin lama, sikap posesifnya sangat merepotkan dan itu menjadi alasan saya untuk mengakhiri hubungan saya dengannya.”

Derren menatap wajah Marsha yang menyimak dengan tenang. “Lea masih menyukai saya sampai saat ini, dan ia juga menjadi alasan kita bisa tidur bersama. Hari itu, saya menjenguknya dan ia memberikan menyuguhkan segelas air. Saya harusnya tidak menerima itu. Tapi–"

Menunjukkan wajah bersalah pada Marsha yang diam saja mendengarkan ceritanya dengan tenang. "Kecelakaan itu– saya benar-benar meminta maaf kepada Anda, Sungguh.”

Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya paham. “Baiklah. Aku bisa menerimanya.”

“Apa Anda tidak keberatan? Saya juga bukan orang baik seperti yang Anda lihat.” Derren berusaha mencari alasan lagi, “ada banyak masalah di sekitar saya.”

“Asalkan kamu bukan buronan, pembunuh, atau perampok, tak masalah bagiku,” tegas Marsha, “tanda tangani surat itu segera karena aku lelah!”

Derren mendenguskan napas lalu mengambil bolpoin. “Saya harap Anda tak menyesal.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status