Share

4. Menikah

Sesuai perjanjian, hari ini keduanya melangsungkan pernikahan. Tak terlalu mewah dan hanya didatangi orang terdekat. Bahkan, orang tua Marsha tidak hadir sekarang.

Di sisi lain, Derren kini menempelkan permukaan bibirnya di atas kening Marsha–wanita yang telah menjadi istri sahnya satu menit yang lalu– dengan canggung.

Sebaliknya, Marsha hanya diam. Tak ada perasaan gugup di wajah wanita itu karena ia hanya senang karena semuanya berjalan sesuai rencana.

Hanya saja, Derren terlihat gugup, sampai membuat kedua tangan yang menggenggam tangan Marsha, gemetar, dan berkeringat.

“Senyum," ucap Marsha mengingatkan.

Perlahan, senyuman canggung mulai terbit di wajah suaminya itu.

Jepret!

Suara lensa kamera yang mengambil foto mereka terdengar beberapa kali.

Marsha pun mengambil beberapa gaya dengan luwes.

Sementara Derren, ia masih kaku seperti semula.

“Ini yang terakhir. Mas, tolong jangan canggung!” Pak fotografer tiba-tiba berseru–menegur Derren yang terus menunjukkan wajah kaku tiap kali foto diambil.

Mendengar itu, Marsha menatap Derren, “Lakukan dengan benar agar tidak diulang terus-menerus. Kakiku sudah sakit karena seharian berdiri. Senyum dengan tulus!”

Pria itu sontak melirik pergelangan kaki Marsha yang cukup merah. “Baiklah.”

Tak lama setelahnya, pak fotografer langsung mengambil banyak foto. Derren terus tersenyum dengan baik di beberapa gaya terakhir. Bahkan, fotografer memuji Derren untuk foto-fotonya.

“Terima kasih untuk hari ini,” ucap Marsha, menunduk singkat seraya berterima kasih dengan sopan, dan menggandeng Derren pergi ke ruang ganti.

“Kenapa tidak tersenyum begitu dari–“

Marsha terdiam ketika melihat seorang lelaki yang datang dari kejauhan dengan membawa sebuah buket bunga besar. Gama tampak menyapa orang-orang dengan ramah.

Raut wajah bahagia Marsha luntur dengan sempurna.

“Siapa?” Derren bertanya sambil melihat perubahan mimik wajah Marsha dengan tatapan aneh. “Jangan bilang, ia lelaki yang dijodohkan dengan Anda?”

Marsha tak menggubris pernyataan Derren dan hanya fokus melihat kehadiran Gama dengan tatapan panik.

“Hah….” Derren menghela napas dan menepuk pundak Marsha–membuat sang istri menoleh padanya dengan cepat.

"Kenapa?" tanya Marsha dengan wajah polos.

Derren menunjuk ke arah Gama sambil bertanya, "Siapa ia? Kamu kenal?"

Marsha kembali melihat ke depan dan mendengus kasar. “Panggil aku dengan kasual, seperti sepasang orang saling mencintai. Aku rasa, ia di sini untuk mengujimu!” tegur Marsha.

 

Mendengar itu, Derren mengangguk.

Ia segera menatap Gama dengan tatapan ramah dan tak lupa, tangan kanannya telah menggandeng tangan Marsha dengan lembut.

Meski terkejut, perempuan itu segera menormalkan detak jantungnya.

“Saya datang untuk menyapa mempelai wanita, Nona Marsha.” Gama berbicara dengan senyum palsu.

Ia memberikan buket bunga besar nan indah itu kepada Marsha. Lalu, memandang Derren sinis. Menurutnya, Derren lebih mirip gelandangan dari pada suami yang pantas untuk Marsha.

Gama jelas lebih baik dari suami wanita itu. Dengan wajah blasterannya serta balutan jas Kiton k-50, yang hanya diproduksi 50 setel tiap tahunnya, ia terlihat sangat menawan.

“Perkenalkan.” Gama kini memberikan kartu namanya pada Derren. “Saya Abrigama Bastarnd. Saya harap Anda bisa menghidupi Nona Marsha yang ‘tak biasa hidup sederhana’ dengan penghasilan kecil Anda sebagai kepala koki.”

Derren memandang kartu itu beberapa saat. Tak ada raut kesal di wajahnya, seakan tak mendengar cemoohan yang baru dilontarkan Gama.

“Anda pengusaha Minyak?” tanya Derren, tenang.

Dengan luwes, Gama menjawab. “Benar. Cabang bisnis saya ada di Kanada, Australia dan Irak. Jika nanti Anda membutuhkan pekerjaan, saya bisa menerima Anda sebagai OB di salah satu perusahaan saya.”

“Karena saya tidak bisa menerima pegawai di bawah S2,” tambah pria itu dengan senyum meremehkan.

Tangan Marsha seketika mengepal keras. Ia marah melihat Gama terus merendahkan Derren.

Hanya saja, suaminya itu justru menganggukkan kepalanya. “Terima kasih sudah menawarkan. Tapi, saya tidak membutuhkannya.” Derren menyimpan kartu nama itu di dalam saku celananya dan menggenggam tangan Marsha cukup erat. “Tentang istri saya…“

“Saya akan menjaga dan membahagiakannya sekuat tenaga saya.” Derren tersenyum lembut pada Marsha. Berakting seakan ia begitu menyukai Marsha. “Walau saya tidak bisa memberikan kemewahan, tapi ada banyak cara untuk membuatnya bahagia.”

“Buktinya, ia memilih saya, kan?”

Marsha sedikit malu mendengar perkataan Derren, sampai-sampai membuat pipi Marsha sedikit merah saat itu.

Ia tak menyangka ‘suaminya itu’ bisa berakting dengan sangat baik sampai membuat jantungnya bekerja keras.

“Tidak semua barang mewah bisa membuat seseorang bahagia.” Derren melanjutkan, lalu memandang Gama yang terdiam dengan sorot tajamnya. “Tak perlu khawatir. Saya akan membahagiakan Marsha dengan cara saya sendiri.”

Gama menutup rapat bibirnya dan menarik kedua sudutnya ke belakang. Menunjukkan senyum segaris dengan tatapan mengejek.

“Baiklah. Jika Anda sangat yakin, saya pun akan mengawasi Anda dari dekat. Tapi–“

Gama menatap Marsha beberapa saat dan memandang kembali Derren. “Jika Anda tak bisa membahagiakannya. Detik itu juga, saya akan mengambilnya dari tangan Anda walau harus menculiknya.”

Derren menatap datar. “Bila Anda sudah selesai bicara, kami permisi terlebih dahulu. Kedua kaki istri saya telah terluka karena terlalu banyak berdiri dengan sepatu tidak nyaman.”

Ia lalu menarik lembut tangan Marsha dan mengajaknya pergi.

Di sisi lain, Marsha menatap Gama dengan tajam sebelum mengikuti langkah Derren. “Jangan macam-macam. Saya orang yang pendendam!” ancamnya.

Namun, Gama hanya mengangkat bahu tak acuh–menatap kepergian keduanya dengan tatapan dingin.

Ia tak senang dengan sikap Derren dan Marsha yang berani menentang kehendaknya. "Sepertinya, kalian berdua memang harus segera dibereskan!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Vina Oktavia
Ngeri banget Gama si posesif...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status