Share

2. Lebih Muda

Marsha kini menatap bercak merah di lehernya dengan nanar–bukti bahwa tubuh sucinya telah ternoda.

Memang tak ada orang yang tahu atau akan mengejeknya.

Hanya saja, Marsha benar-benar sedih karena jatah yang telah ia simpan baik-baik untuk suaminya nanti, harus diberikan pada pria yang tak dikenalnya.

“Bahkan, ia lebih muda dariku ….” Marsha menahan tangis mengingat kenyataan yang ia temukan beberapa saat lalu saat mencari ID Card pria itu untuk “berjaga-jaga”.

Berhasil kabur dari perjodohan, tapi kesuciannya malah direnggut oleh lelaki muda berusia 21 tahun?!

Tak lama, perempuan itu merasa lelah meratapi nasib buruknya. Oleh sebab itu, Marsha memilih segera menyiapkan diri ke rumah di perumahan elite yang baru saja berhasil dikontraknya. 

Tanpa memedulikan kardus dan barang yang belum ia rapikan, Marsha masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.

Mungkin, karena terlalu lelah dengan harinya, perempuan itu tertidur dan bangun kesiangan keesokan harinya.

Padahal, ia ada shift pagi!

Gegas, Marsha menyiapkan diri untuk menuju Rumah Sakit.

Namun, baru saja membuka pintu dan keluar selangkah dari pintu rumahnya, Marsha langsung kembali masuk ke dalam rumah.

Ia menangkap siluet lelaki yang postur, suara, dan wajahnya tak mungkin ia lupakan.

[ Derren Altezza, 21 tahun: lelaki yang telah memperkosanya kemarin malam! ]

Marsha mengerutkan keningnya dalam. “Astaga! Jika diingat lagi, alamat di dalam KTP-nya memang sama denganku,” gumamnya, “Apa ia tetanggaku?”

Menggelengkan kepalanya kuat, Marsha menepis semua kemungkinan itu dan kembali melihat jam tangannya.

“Peduli setan. Aku sekarang harus ke rumah sakit.”

Walau telah menjadi seorang Dokter dan Profesor Muda, selama ini, Marsha tak pernah terlambat pergi bekerja.

Demi mempertahankan record-nya itu, Marsha membuka kembali pintu.

Untungnya, ia tak menemukan siapa pun di depan sana.

Jadi, ia pun segera masuk ke dalam mobil dan menuju ke tempat kerjanya dengan kecepatan penuh.

“Semoga aku tak bertemu lagi dengannya hari ini,” ucap Marsha, penuh harap.

Sayangnya … ketika Marsha pulang dan ingin memanjakan diri dengan makan makanan mahal di restoran bintang 5 di dekat rumah sakit, ia kembali melihat Derren!

Pria itu tampak dalam balutan kemeja dan celemek putih, disertai topi lonjong panjang–sedang tersenyum pada dua orang pelanggan yang tampak mencicipi hidangan.

Marsha akui makanan di tempat ini memang enak. Namun, setelah melihat Derren, ia tak lagi bisa menikmati makanannya.

“Siapa lelaki yang ada di sana?” tanya Marsha berbisik pelan pada pelayan yang kebetulan lewat.

Menoleh ke arah yang ditunjuk, ia pun tersenyum sopan pada Marsha, “Itu kepala koki kami, Nyonya.”

Marsha terdiam.

Ia tak menyangka bocah 21 tahun itu adalah kepala koki di hotel bintang 5 seperti ini.

Bisa dipastikan, jika Derren bukanlah orang dengan otak sembarangan. Ia pasti cerdas dan berpendidikan.

“Apakah Anda ingin bertemu dengannya?” tanya pelayan itu, membuat Marsha membulatkan matanya kaget.

“Tidak. Aku tak mau bertemu dengannya!” Marsha menjawab dengan cepat. Ia segera mengeluarkan ponsel dan berpura-pura memainkannya.

Pelayan itu pun mengangguk lalu pergi meninggalkannya.

Drrt!

Sebuah panggilan masuk mengalihkan fokus Marsha.

Namun, begitu melihat kontak tersebut atas nama [Bima], ia segera menutupnya dengan cepat.

Tak lama, sebuah pesan masuk ke Hp Marsha.

[ Jika kamu tak pulang. Ayah yang akan datang ke rumahmu!]

“Huff,” hela Marsha frustrasi. Rasanya, sang ayah tiri lebih cocok jadi rentenir daripada seorang pengusaha mobil karena pria itu handal dalam meneror orang.

Karena tidak mood, ia pun memutuskan untuk segera menyelesaikan makanannya.   

Namun, sebuah pesan masuk mengusik kembali makan malam perempuan itu.

[ Selamat malam, Nona Marsha. Saya Gama, lelaki yang hendak dijodohkan dengan Anda. Saya harap Anda tidak lagi bermain kucing-kucingan dengan Tuan Bima agar kita bisa bertemu. Saya sudah menantikan pertemuan kita. ]

Melihat itu, Marsha langsung menelan steik yang baru ia suapkan bulat-bulat. Untung saja, ia tak tersedak.

“Apa-apaan ini?” Marsha mengangkat ponselnya dan kembali melihat isi teks pesan Gama berulang kali, tanpa ingin membalasnya.

Seketika, Marsha mendengus kasar. Dilihatnya pintu dapur restoran itu–tempat Derren mungkin sedang memasak.

“Haruskah aku membuatnya terlibat? Tampaknya ia cukup bisa diandalkan,” gumamnya, merasa sedikit bimbang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status