Share

Tak Tahu Malu

"Selamat datang Pak Fatan dam Bu Dhifa. Terima kasih sudah mau hadir di acara kami!" sambut Pak Subroto dan istrinya.

Aku mengucapkan selamat dan terima kasih pada pasangan suami istri itu. 

Selesai berbasa-basi aku memilih mengambil minuman disudut ruangan. Lalu aku memilih duduk di sofa yang ada di dekat dinding yang terbuat dari kaca.

Lalu lalang kenderaan terlihat dari sini. Hotel ini memang terletak di tepi jalan yang selalu ramai.

"Dhifa, angin apa yang membawamu kemari. Mana suamimu, masih indehoy dengan istri barunya kah?" Suara seseorang mengagetkanku.

"Eh Mas Dera, apa kabar. Wah rupanya kabar Mas Fatan jadi trending topik ya!" jawabku sedikit gugup.

Gila, aku gak nyangka sudah banyak yang tau kelakuan Mas Fatan.

"Dia sering mengunggah beritanya di grup PPM. Foto-fotonya dengan istri barunya juga di pamerkan setiap hari," terang Mas Dera.

"PPM, Perkumpulan Pengusaha Muda itu. Luar biasa."

"Kami juga kaget Fa, yah sebejat-bejatnya kami. Gak akan sampai kebablasan kayak suamimu itu. Kami juga syok dan kaget dengan keberaniannya. Apalagi kami semua tahu posisi dia di perusahaannya!" 

Aku hanya menggeleng malu, bagaimanapun mereka pasti menganggap aku sebagai istri yang gak becus mengurus suami.

"Kamu jangan sedih Fa, kami mendukungmu kok!" sambung Mas Dera melihat aku diam saja.

"Ah Mas Dera, memangnya aku lagu Garuda Pancasila," candaku.

"Serius Fa, berapa nomor wa mu biar Mas masukkan ke grup!" 

Aku menyebutkan nomorku, dan dalam sejenak aku sudah masuk ke grup paling elit dan diminati para Pengusaha di kotaku ini.

"Jadi sekarang kamu yang mengurus bisnis ini?" 

"Iya Mas, sebenarnya aku malas Mas. Tapi mau bagaimana, aku gak mau Perusahaanku hancur karena dirongrong istri mudanya nanti!" jawabku.

"Benar itu, tindakanmu benar. Kalau kamu ada kesulitan, jangan sungkan hubungi kami. Mas dan yang lain siap membantu!" ucap Mas Dera tulus.

"Terima kasih Mas," jawabku terharu.

"Wah belum apa-apa kau sudah mulai tebar pesona Fa, memalukan!!" bentak Mas Fatan tiba-tiba.

"Jaga ucapanmu Mas, kampungan!" balasku. 

"Sabar Bro, kami hanya bertukar fikiran saja. Duduk sini Bro!" ajak Mas Dera pada Mas Fatan.

Mas Fatan hanya menoleh denga sinis, lalu menarik tanganku dengan kasar.

"Ayo pulang sekarang, aku muak melihatmu sibuk tebar pesona di sini!" 

"Gak Mas, kamu aja yang pulang. Urus anak-anak jangan sampai istrimu itu mencelakai mereka!" balasku mengancamnya.

"Kau memang tak tahu malu! Ibu macam apa yang menitipkan anaknya begitu!" ejek Mas Fatan.

"Itu urusanku Mas, nanti juga Mas akan faham maksud aku."

"Sudah Bro, kita bicara baik-baik aja. Malu dilihat tamu yang lain!" bujuk Mas Dera.

"Diam kamu Der, aku tahu kamu naksir Dhifa dari dulu. Jangan mimpi kau bisa mendapatkan dia sekarang. Karena sampai kapanpun aku gak akan melepaskan dia. Camkan itu!" teriak Mas fatan sambil menunjuk-nunjuk wajah Mas Dera.

Ya Allah, aku malu sekali jadinya.

"Tentu saja Dhifa gak akan pernah kau lepas Bro, takut jadi gembel lagi kan Bro?" ejek Mas Dera.

Mas Fatan terdiam tak menjawab. Hanya matanya melotot menahan amarahnya.

"Semua juga tahu Bro, harta siapa yang sering kau hamburkan untuk mentraktir kami dan pacar-pacarmu itu." lanjut Mas Dera lagi. 

"Bren***k, kau memang licik Der. Awas ya, kita belum selesai!" ancam Mas Fatan.

Mas Fatan berlalu, pulang dengan perasaan yang aku tak tau seperti apa.

Mungkin malu, marah atau tersinggung.

Itu belum seberapa Mas, desisku.

Bersambung

See u next part.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status